Jumat, 25 Mei 2018

Fitrah Seksualitas #4

Review pemaparan oleh kelompok 4.

Fitrah Seksualitas Anak Pre Aqil Baligh (7-10 tahun)
Belajar sedikit demi sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali. Dan setiap saat saya selalu memotivasi diri saya untuk terus belajar dengan membaca dan menulis. Kali ini masih dengan game level 11 yang begitu menarik. Tiba saatnya untuk me-review hasil diskusi yang dibawakan oleh kelompok 4 Kelas Bunda Sayang Batch #2 IIP Jakarta. Metode yang digunakan ialah studi kasus. Sangat menarik bukan? Mari simak bersama! Semoga bermanfaat.


Kasus 1

"KETIKA LAKI-LAKI DAN NEGARA TAK BERFUNGSI"
Penulis : Ria Fariana
Sumber :   http://www.voa-islam.com

Hari ini, saya ngobrol dengan seorang nenek penjual nasi pecel. Usianya 83 tahun dan sudah sakit-sakitan. Ia memunyai satu anak laki-laki yang tinggal serumah dengannya bersama dengan istri dan dua anaknya. Anak laki-laki ini bekerja sebagai tukang becak tapi jarang beroperasi becaknya. Dia lebih memilih duduk atau tiduran di becaknya sambil menikmati semilir angin. Intinya, anak laki-laki ini malas bekerja keras demi menafkahi anak dan istrinya.
Si istri atau menantu nenek penjual nasi pecel ini tidak mau membantu mertuanya berjualan. Ia lebih memilih nonton TV dengan santai di rumah. Anak pertamanya yang perempuan pun harus drop out dari SMK karena hamil duluan. Setelah dinikahkan dan melahirkan, ia, bayi serta suaminya yang pengangguran tinggal di rumah tersebut dan menjadi beban si nenek tersebut. Bayangkan, setua itu dia harus memberi makan 7 mulut di rumahnya.
Di kesempatan yang lain, nenek berusia 87 tahun penjual kerupuk seharga seribuan curhat pada saya. Ia keliling dari kampung ke kampung menjajakan dagangannya demi laba seratus rupiah per bungkus kerupuk. Anaknya sembilan dan sudah menikah semua. Tak ada satu pun yang mau menanggung biaya hidup ibunya. Nenek ini sebetulnya memunyai uang pensiun dari suaminya yang mantan angkatan. Tapi karena ada salah satu anaknya yang hidupnya sangat miskin sehingga ia tidak tega dan memberikan uang tersebut untuk keluarga anaknya. Jadilah untuk makan dan biaya kostnya, ia berjualan kerupuk tersebut.
Dua ilustrasi di atas, bisa jadi membuat hati kita iba dan miris. Sosok yang seharusnya sudah beristirahat di masa tua, masih saja membanting tulang bukan demi dirinya tapi anak dan cucu juga. Salah satu teman, mengatakan bahwa fenomena demikian tidak membuatnya iba tapi marah. Kemana nurani anak dan cucunya? Kemana pemahaman dan bakti si muda pada yang tua? Apalagi bila ada sosok laki-laki di sana, betapa teganya ia membiarkan ibunya mencari receh demi memberi makan keluarga.

Kasus 2

"Bunda, Didiklah Anak Sesuai Fitrahnya"
Penulis : Yana Nurliana 
Sumber :   http://www.voa-islam.com

Saya mendengarkan 'sekilas info' di radio streaming bahwa Angelina Jolie dan Brad Pitt membawa anaknya ke psikiater karena perkembangan jiwa tomboy anak cewek 9 tahunnya makin memprihatinkan. Masak sih?

Setahu saya, lewat media juga, bahwa Jolie adalah orang yang paling bertanggung jawab 'mendandani' anaknya seperti lelaki sejak usia 4 tahun. Saya langsung buru-buru searching berita dari media berbahasa Inggris.

Ternyata berita yang seliweran di media online, malah semakin mendukung dugaan saya. Jolie Pitt sedang mendukung anaknya menjadi anak laki-laki, senyaman-nya. Duh! Bahkan di salah satu penampilan terbaru keluarga mereka, Pitt, secara perdana meminta media dan masyarakat mengganti sapaan nama Shiloh, gadis 9 tahun itu menjadi John, seperti nama yang diinginkan anaknya tersebut.

Media barat serempak memberi apresiasi, apalagi para komunitas LGBT. Mereka malah membuat istilah baru "TranKid" (Banci Cilik) untuk mendukung Jolie Pitt sebagai orangtua paling toleran dalam mendidik anak-anaknya menjadi yang mereka inginkan. Gleks! Bahkan media populer Inggris Telegraph.co.uk membuat ulasan yang lebih banyak mengutip komentar para aktifis gender yang tentu saja 'mendikte' pembaca untuk mendukung metode parenting 'gila' pasangan ini.

Sayangnya isu pertumbuhan anak cewek tomboy, atau anak cowok melambai bukan hal yang baru di Indonesia bahkan mungkin di lingkungan kita. Di gang Kampung Baru, Balikpapan, kampung kelahiran saya, sekitar tahun 90an, ada 2 anak perempuan yang DIBIARKAN tumbuh dan bergaya laki-laki. Awalnya dianggap lucu saat balita. Ya lucu. Anak cewek kok berdandan cowok. Dan sekarang kedua gadis kecil itu tumbuh dewasa dan resmi menjadi seorang Lesbian. Perawakan, gaya, dandanan, sangat lelaki. Sedihnya.

Tetangga kami di Jombang, anak perempuan 5 tahun, setiap hari berdandan dan bergaya laki-laki. Baju dan mainan yg dikenakan sehari-hari sangat 'lelaki'. Termasuk, ia lebih jago mengocek bola sepak daripada Thoriq, anak laki-laki saya. Karena dia marah dibilang cantik, maka saya semakin memanggilnya cantik setiap ketemu.

"Hey cantik, bonekanya mana? Ke rumah ummi yuk! Ummi banyak boneka. Nanti ummi kasih.” Dan biasanya dia akan ngambek, dan melengos.

"Emoh! Aku sukanya Bal-bal-an." (Gak mau, aku sukanya main bola).

Lucu? Iya, sekarang. Setiap bertemu ibunya, kalimat pembelaan dirinya selalu sama.

"Anaknya gak mau dipakein baju cewek ehh, ngamuk. Semua baju yang saya belikan akhirnya kemeja sama jeans cowok.”

Saya dan suami biasanya melongo. Bagaimana bisa anak 5 Tahun sudah begitu powerfull-nya mengintimidasi orangtua memenuhi semua keinginannya.

Ini baru 5 tahun lho buuun! Saat usia segitu saja bunda tidak bisa berbuat apa-apa pada semua permintaannya. Lalu, apa yang bunda harapkan di usia remajanya? Karena pasti saat berdebat dan berargumen, akan lebih canggih dari sekarang? Bahkan saat berbeda ekstrim, dia bisa minggat. Kecuali memang, Bunda menginginkan dia tumbuh dan menjadi lelaki. Parahnya, Bunda pun mengharapkan gadis kecil itu kelak menikah dengan sesama wanita dan sungkem di lutut bunda saat pernikahan diiringi musik romantis. Persis seperti yang terjadi di Bali.

Entahlah. Naudzubillah mindzalik.


Definisi Fitrah Seksualitas

PRE AQIL BALIGH I (7-10 tahun)

  • What To DO?? 

MEMBANGKITKAN KESADARAN FITRAH SEKSUALITAS 

  • HOW??

✓ Anak LAKI-LAKI didekatkan ke AYAH → memahami peran sosial seorang lelaki dan seorang ayah dari ayahnya

 ✓ Anak PEREMPUAN didekatkan ke IBU → memahami peran sosial seorang perempuan dan seorang ibu dari ibunya 

  • INDICATOR OF ACHIEVEMENT??

  1. Ayah jadi FIGUR IDOLA anak laki-laki 
  2. Ibu jadi FIGUR IDOLA anak perempuan 
  3. Sadar akan pribadi dirinya sebagai laki-laki atau perempuan dan tahu konsekuensi atau tanggung jawabnya.


Menurut kelompok 3, yang harus digaris bawahi adalah: Peran laki-laki dan perempuan  TIDAK SAMA  tetapi  SALING MELENGKAPI.

Kali ini kami akan lebih membahas bagaimana mengarahkan fitrah seksualitas di usia pre baligh 1 (7- 10 tahun), diantaranya dengan membahas 2 contoh kegiatan

Contoh kegiatan berkaitan dengan Fitrah Seksualitas 

1. Menanamkan kelelakian (jiwa maskulinitas) pada anak laki-laki dan keibuan (jiwa feminitas) pada anak perempuan 

2. Memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan
Pada case 1 dan case 2, terlepas kita tidak mengetahui kondisi/penyebab sebenarnya, kita dapat mengira-ngira bahwa ada masalah mengenai jiwa kelaki-lakian dan jiwa keperempuanan pada individu bersangkutan. Maka hal ini yang perlu dikembangkan di rentang usia ini.

Pembahasan dari kelompok 3, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menanamkan kelelakian (jiwa maskulinitas) pada anak laki-laki dan keibuan (jiwa feminitas) pada anak perempuan.

Pembahasan pada Kasus 1
Kasus diatas menggambarkan bahwa kurangnya pemahaman anak mengenai peran laki-laki dan peran perempuan. Anak laki-laki harus disadarkan peran kelelakiannya sebagai seorang PEMIMPIN dan PENCARI NAFKAH contohnya dengan cara-cara seperti:

1.Rapat Keluarga: Diskusi mengenai rencana keluarga yang dapat melibatkan anak-anak. Misalnya, rencana liburan, rencana renovasi kamar anak dan biarkan sang ayah yang memimpin dan menunjukkan jiwa kepemimpinannya. Sang ibu menunjukkan sebagai copilot dalam diskusi tersebut sebagai fasilitator dan moderator.

2. Shalat berjamaah di Masjid: Sang ayah mengajak anak laki-lakinya untuk shalat berjamaah di Masjid. Sang ayah sudah terlebih dahulu rajin shalat berjamaah di Masjid sebagai contoh bagi anak-anaknya. Shalat berjamaah di rumah juga bisa, dengan ayah atau anak laki-lakinya menjadi imam dan posisinya didepan.

3.Memberi pengertian kenapa ayah bekerja setiap hari: tunjukkan dan jelaskan bahwa ayah rajin bekerja dan mengapa harus bekerja. Agar anak-anak laki-lakinya mencontoh dan mengidolakan sang ayah yang giat bekerja namun juga rajin beribadah

Pembahasan Kasus 2

  • Orang tua yang tidak memberikan pemahaman identitas seksualitas diri sejak dini.
  • Orang tua yang tidak memberikan contoh akan Fitrah Seksualitas sesuai dengan gender baik perilaku maupun pakaian sehari-hari sebagai identitas dirinya.
  • Lingkungan atau tetangga yang kurang mengarahkan kepada anak sesuai dengan fitrah seksualitasnya.
  • Waspada dan melek diri bahwa jika terjadi penyimpangan seksualitas, maka bisa jadi mendapat dukungan dari komunitas yang menyimpang tersebut (komunitas LGBT) bahkan secara international, MENGINGAT saat ini adalah era global dan informasi yang terbuka dan tersebar luas.

Pembahasan yang terakhir adalah mengenai pemisahan tempat tidur.



Dari pemaparan tersebut, muncul pertanyaan:
  1. Apakah yang boleh main masak-masakan hanya anak perempuan? Karena masak itu sebetulnya lifeskill, dan roleplay itu membangun imajinasi anak.
  2. Apakah yang boleh suka bunga hanya anak perempuan?
  3. Begitu pula apakah bola dan mobil-mobilan hanya untuk anak laki-laki?
  4. Urusan pembedaan warna (pink hanya untuk anak perempuan, menyisakan warna-warna suram untuk anak laki)

Beberapa pendapat menjawab pertanyaan tersebut, seperti kita bisa mengajak anak untuk ikut terlibat dalam belajar life skill memasak (motong-motong, mengupas telur, membuat kue). Artinya tidak secara langsung anak dibiarkan main masak-masakkan.

Terkait warna, anak-anak dapat kita perlihatkan isi lemari ayah dan bundanya. katakan pada anak, "lihat baju ayah banyaknya warna apa. Baju-baju bunda banyaknya warna apa".

Selain itu, muncul pandangan dari salah satu peserta diskusi bahwa beliau termasuk yang setuju dengan pendapat bahwa laki-laki pun harus cakap mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mengepel, mencuci, memasak, dll. Bukan untuk merendahkan martabatnya sebagai qawwam, namun sebagai bekal supaya nanti dalam kehidupan rumah tangga lebih empati dengan istrinya.



Sekian.



    0 komentar:

    Posting Komentar