Jumat, 23 Oktober 2020

Asa Itu Meng-ASI-hi

Gelapnya langit menghiasi dini hari. Kini aku menambah aktivitas tengah malamku dengan menunggu guratan fajar menyingsing dan menenangkan rengekan buah hatiku yang baru berusia 6 hari. Aku selalu merasa bahagia saat bayiku menangis dan menghisap ASI (Air Susu Ibu) dari payudaraku. Begitu ia sangat membutuhkanku. Aku bak asa bagi bayiku, pun sebaliknya. 

Semenjak awal aku berniat untuk memberikan ASI hingga bayiku berusia 2 tahun. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala meridhai niatku tersebut dan memudahkan setiap jalannya.

"Oh, ini ya, rasanya menjadi seorang ibu?"

Hampir 2 hingga 3 kali setiap malamnya bayiku akan terbangun dan menangis. Saat ini aku berada pada fase dimana aku sangat menginginkan melihat bayiku bisa tertawa, merespon kehadiran dan candaan yang aku berikan padanya.

"Ibu tak sabar, nak"

Hangatnya pelukan juga menjadi asa yang sangat dibutuhkan oleh bayi mungilku. Apalagi ketika ayahnya yang melakukan. Bayiku akan sangat tenang dan nampak menikmati kebersamaan dengan ayahnya.

"Tumbuhlah sehat dan bahagia ya, nak. Kami semua menyayangimu"

Kamis, 22 Oktober 2020

Titik Baru

Tak terasa kini aku telah menjadi seorang ibu. Sebuah titik baru yang tergoreskan dalam lembar kehidupanku. Menikah pada bulan Desember 2019, dinyatakan positif hamil pada Februari 2020, kemudian melahirkan putra yang sangat lucu pada Oktober 2020 merupakan serangkaian titik yang akan menjadi pola indah dalam lembaran hidupku. 

Kehadiran suami dan keluarga besarku turut menambah rasa syukur dan bahagia dalam menjalankan semua amanah kehidupan yang kini aku terima dari Sang Pencipta. Saat kondisi pasca melahirkan mengharuskan aku mendapat banyak bantuan dalam melakukan gerak aktivitas sehari-hari, kehadiran suami sangat membantuku. Ia begitu telaten membersihkan badanku hingga menggantikan pembalut. Ada juga ibuku yang dengan sabar turut membantuku merawat anakku yang masih sangat mungil dan merah.

Kini aku berusaha untuk pulih dari kondisi pasca persalinan sesar. Aku tak sabar untuk belajar memandikan anakku, menimangnya, dan menyuapinya makan saat usianya 6 bulan nanti. Terima kasih Ya Rabb, nikmat mana lagi yang kau dustakan?

Rabu, 21 Oktober 2020

Si Mungil yang Terbalut Batik

Harus melakukan persalinan jauh dari kampung halaman membuatku sedikit menyimpan rindu akan khasnya kehangatan suasana keluarga besar yang masih lekat dengan adat tradisi. Meski begitu, aku tak ingin menyimpan kecewa. Aku menyadari betul bahwa tidak keluar kota untuk sementara waktu adalah keputusan terbaik pada saat ini. Kondisi pandemi Covid-19 yang belum reda memang memaksaku untuk tidak pulang kampung selama hampir 10 bulan.

Persiapan persalinan tetap aku lakukan seperti biasa bersama suami. Ibuku pun akhirnya datang berkunjung seorang diri dari kampung halaman pada awal Oktober lalu. Akomodasi perjalanan berupa mobil travel menjadi pilihan kami. Selain karenan membawa banyak barang, interaksi dengan penumpang lain pun bisa dibilang cenderung aman.

Tiba saatnya hari persalinanku. Berbekal barang-barang yang telah disiapkan oleh aku dan suamiku, seperti pakaian bayi, tempat tidur, selimut, botol susu, peralatan mandi bayi, dan lain sebagainya, ibuku jga turut menyiapkan barang-barang berupa gurita bayi, popok kain, sarung, dan kain batik.

Beberapa hari usai persalinan, bayiku masih menggunakan pakaian yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Tiga hari pasca perawatan di ruang rawat inap, akhirnya aku dan bayiku diperbolehkan pulang. Sesampainya di rumah, ibuku membalutkan kain batik sebagai bedong untuk bayiku. 

"Bayi mungil yang sangat lucu," batinku.

Saat itulah untuk pertama kalinya aku melihat bayiku sebagai bayi yang pada umumnya dilahirkan di kampung halamanku. Bayi yang imut karena dibedong dengan kain batik. Rinduku akan kampung halaman sedikit terobati. Kini kain batik berwarna dasar cokelat dengan motif parang sedang dipakai oleh bayiku. 

"Selamat datang di kehidupan ibu, nak".

Selasa, 20 Oktober 2020

Pipimu

Wajah bulat seraya pipi mengguratkan rona dewangga. 

"Ah lucu sekali parasmu, nak!"

Tak henti ibu menatapmu. Ibu doakan kau menjadi anak yang sholeh, cerdas, dan berbakti pada orang tua, agama, dan bangsa. Tumbuhlah dengan bahagia. Terima kasih telah hadir ke dunia. Maafkan ibu yang masih penuh dosa. Ibu akan berusaha membesarkanmu sekuat tenaga. Kita berjuang bersama untuk bertemu di syurgaNya kelak ya, nak!

Ahad lalu kau hadir di dunia. Tepat 18 Oktober 2020 ibu dan aba menyambutmu dengan senyum dan tangis. Ada pula oma, nak. Ia begitu telaten merawat ibu. Ibu terkadang malu pada diri sendiri karena masih sering melawan pada oma.

Kembali lagi membahas wujudmu, nak. Sungguh lucu. Gemas, ibu tak sabar ingin bisa menggendongmu. Kau anak laki-laki yang kuat. Gurat dewangga di pipimu seketika akan muncul saat kau berusaha menghisap ASI ibu, nak. Apakah kau mengeluarkan tenaga dengan susah payah? 

Selamat datang di dunia, nak. Ibu dan aba bahagia.

Senin, 19 Oktober 2020

Belahan Jiwaku

Menjelang tengah malam itu aku merasa gugup. Cairan cukup deras keluar dari kemaluanku dan bisa-bisanya aku menganggu tidur malam ibu dan juga suamiku. Tanpa mulas, aku mondar-mandir ke kamar mandi. Aku masih berusaha mengira bahwa itu hanyalah air kencing biasa. Namun melihat derasnya cairan yang keluar tanpa permisi, batinku pun mengiyakan bahwa cairan itu adalah ketuban.

"Bagaimana ini? Apakah aku akan segera melahirkan?"

Dengan sigap ibuku turut membantu untuk membuatku tenang sambil memperhatikan tingkahku yang sedikit panik sambil bolak-balik kamar mandi. Tak lama, aku sedikit mempertanyakan kemudian mengikuti keputusan suami yang menghendaki kami semua pergi ke rumah sakit dini hari itu juga. 

Hendak diberi tindakan apa aku ini? Setibanya di rumah sakit, suami menggiringku ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Maternal. Berbaringlah aku disana bersama pendingin udara yang sedikit tak sopan karena membuatku menggigil. 

Induksi rupanya menjadi hal yang harus aku jalani karena pembukaan jalan lahir baru di tahap satu. Oh sedapnya panggilan cinta dari rahim itu. Jujur, jiwa dan pikiranku acak-acakan saat itu. Namun, jangan salah! Aku tetap optimis untuk berjuang melahirkan normal. Hingga akhirnya dokter memberikan kabar bahwa janinku mengalami kondisi tidak cukup baik, yaitu kekurangan oksigen. Kupasrahkan rahim ini untuk dirobek dokter yang menanganiku. 

"Bodohnya aku!", pikirku.

Tapi, aku mengkhawatirkan anakku. Aku tak ingin egois. Aku ingin dia selamat. Apa itu hanya sebuah alasan yang masih tak berdasar?

Entahlah. Singkatnya, tepat hari Minggu, 8 Oktober 2020, pukul 13.38 WIB anak pertamaku lahir dengan selamat melalui prosedur operasi caesar dengan berat badan 3,8 kg dan panjang 51 cm. 

Aku menitikkan air mata saat melihat bayiku dibersihkan oleh dokter anak. Setelah itu aku kembali menikmati rajutan benang jahit di perutku.


Jumat, 16 Oktober 2020

Badai Pasti Berlalu

Saat mendapatkan tema "badai" dari pengurus RBM IP Jakarta, tanpa pikir panjang langsung teringat salah satu judul lagu "Badai Pasti Berlalu". Iya, maknanya semua beban kehidupan yang kita hadapi pasti akan bisa kita lewati. Kuncinya yakin dan tetap berusaha. Beberapa kali aku pernah mengalami hal-hal berat dalam hidup. Dan kedua kunci tersebut terbukti ampuh.

Jika saat ini aku mengakui bahwa kondisi hamil membuat pikiran dan perasaanku menjadi lebih sensitif, maka aku selalu mengembalikan kondisi jiwaku pada satu keyakinan "badai pasti berlalu". Bersamaan dengan perkiraan proses persalinanku, aku dan suami juga harus menyiapkan rumah sewa yang baru untuk tempat tinggal kami. Disisi lain, aku harus menyiapkan mentalku untuk kembali bekerja pasca cuti melahirkan, padahal disisi lain aku ingin sekali mengasuh anakku sendiri.

Beberapa faktor menjadi alasan kenapa semua hal itu harus aku lakukan. Setelah berdiskusi bersama suami, kembalinya aku bekerja pasca cuti melahirkan menjadi keputusan sementara yang nantinya akan kami diskusikan ulang. Kini, aku didampingi oleh ibuku untuk turut membantu mengasuh anakku yang diperkirakan akan lahir pada 25 Oktober 2020 nanti. Aku hanya bisa berharap kondisi darurat ini akan segera berakhir.

Selain tak ingin merepotkan ibuku, aku juga ingin sekali berkontribusi secara langsung dalam pengasuhan anakku dan membangun ikatan kasih yang jauh lebih dalam dengan anakku. Semoga Allah mudahkan segala hal yang sedang aku hadapi bersama suami. Aamiin.

Kamis, 15 Oktober 2020

Rutinitas Baru

Hari ini hari ke-4 bagiku untuk menjalankan rutinitas baru, yaitu menulis. Semenjak pengurus Rumah Belajar Menulis Ibu Profesional (RBM IP) Jakarta memberikan tantangan "Writober" kepada para anggotanya, kini selepas subuh aku selalu memulai rutinitas baruku untuk membuat tulisan sesuai tema yang telah ditentukan.

Pagi hari memang waktu yang kurasa paling tepat untuk menulis. Biasanya ide lebih mudah didapat dan tenaga yang ada masih segar. Karena kebetulan tantangan ini diberikan saat aku sedang menanti hari persalinan, semuanya jadi terasa lebih istimewa. Usai menulis, tak lupa aku menyetorkan hasil tulisan melalui formulir online yang telah disiapkan oleh pengurus. 

Jalan kaki untuk sekedar meregangkan pinggang yang mulai "panas" menjelang hari persalinan menjadi rutinitas selanjutnya usai membuat tulisan. Deretan gerai makanan, trotoar, jalan raya, dan proyek apartemen yang belum selesai menjadi pemandangan yang tersaji untukku. Maklum, kini aku mulai menetap sementara di rumah pamanku yang berlokasi di kawasan Jakarta Pusat.

Menikmati potongan buah apel, pisang dan mangga juga menjadi hal wajib bagiku di pagi hari. Terasa sehat dan menyegarkan. Momen menikmati pagi seperti saat ini tentu tak akan berlangsung lama. Karena 1 bulan usai persalinan, aku harus kembali masuk kantor untuk bekerja. Semangat semuanya! Doakan ya supaya persalinanku lancar. Aamiin. Selamat pagi semuanya.


Pasti Bisa

 Aku baru saja pulang dari rumah sakit untuk memeriksakan kehamilanku. Karena sudah cukup bulan, aku hanya tinggal menanti panggilan cinta dari janin yang ada dallam rahimku saat ini. Dokter mengatakan bahwa Hari Perkiraan Lahir (HPL) janinku ini 25 Oktober 2020. Tak sabar rasanya.

Sejak awal aku berusaha untuk meraih target-target yang identik dengan masa kehamilan, seperti target konsumsi protein, target berat janin ideal, dan lain sebagainya. Sebisa mungkin aku menghindari hal-hal tanpa hasil. Meskipun salah satu hal sangat sulit untuk aku capai, yaitu menghindari stress.

Beberapa permasalahan, baik itu masalah keluarga maupun masalah pekerjaan, datang silih berganti selama masa kehamilan perdana yang aku jalani ini. Meski aku selalu mengiyakan saat suamiku selalu mengingatkan agar aku menghindari stress, namun kerikil kecil dari kondisi stress itu belum seutuhnya bisa aku bersihkan.

Aku menyadari bahwa muara dari semua beban hidup kita hanyalah memasrahkan diri pada Illahi. Dan hal itu selalu aku upayakan untuk aku lakukan, entah dengan melaksanakan qiyamul lail atau sekedar berlama-lama dengan Al Qur'an.

Aku tak ingin kalah dan tak menghasilkan apa-apa dalam perjuangan bersama bayi dalam rahimku ini. Aku yakin bisa melewati semuanya dengan kuat. Selalu ada jalan, itulah hal yang akan selalu aku ingat. Aku pasti bisa.

Rabu, 14 Oktober 2020

Inikah Ikhlas?

Terhitung Maret 2020 secara pribadi aku mulai merasakan dampak pandemi Covid-19. Saat itu usia pernikahanku baru menginjak bulan ketiga. Aku bersyukur pada bulan Desember 2019 lalu masih bisa melangsungkan resepsi pernikahan.

Suamiku kebetulan bekerja sebagai tenaga administrasi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) salah satu rumah sakit di Jakarta. Sedikit kekhawatiran akan keselamatannya melanda pikiranku, namun hal itu berusaha kutepis dengan terus memanjatkan doa yang terbaik untuknya.

Tak hanya itu, akhir Februari 2020 aku dinyatakan hamil. Sungguh hal luar biasa yang aku syukuri bersama suami. Kekhawatiran kembali melanda, karena tentunya banyak hal yang harus aku sesuaikan ditengah pagebluk yang melanda.

Awal kemunculan berita wabah corona pada Desember 2019 lalu masih belum terlalu aku hiraukan, hingga pada akhirnya virus ini mulai menjangkit warga Indonesia. Proses cek rutin kehamilanku pun harus diwarnai kekhawatiran karena mau tak mau aku harus waspada saat mengunjungi klinik bidan atau rumah sakit.

Tahap penyesuaian pada kemunculan virus ini ialah rutinitasku bekerja di ranah publik yang harus dialihkan menjadi work form home (WFH). Dalam hal ini aku merasa sangat bersyukur karena bersamaan dengan tri semester pertama kehamilan yang bisa aku jalani dengan banyak beraktivitas dari dalam rumah.

Selanjutnya ialah dampak pagebluk terhadap kondisi keuangan keluarga kami. Aku dan suami harus menyesuaikan diri karena adanya pemotongan gaji. Sebagai istri, aku berusaha memposisikan diri untuk sebisa mungkin membantu perekonomian keluarga. Kami berdua bersyukur karena tak mesti dirumahkan oleh tempat kami bekerja. Hikmah dan pembelajaran merupakan dua hal yang berusaha aku utamakan ditengah kondisi yang tak menentu seperti saat ini.

Kini usia kehamilanku menginjak 38 minggu. Tak sabar rasanya menanti kehadiran buah hati. Cuti mulai kujalani mulai 4 Oktober lalu. Hari-hari tanpa berangkat ke kantor dan harus tinggal sementara di rumah paman menjadi hal baru bagiku. Sempat terasa membosankan. Namun lagi-lagi aku beruntung karena Rumah Belajar Menulis (RBM) IP Jakarta yang aku ikuti memberikan tantang menulis "Writober".

Dalam tantangan ini aku harus dibiasakan membuat tulisan selama 10 hari. Berusaha konsisten mengerjakan tugas menjelang hari persalinan merupakan sesuatu yang sangat luar biasa menantang bagiku.

Merangkum semua hal baru yang harus aku alami di tahun ini nampaknya berat. Namun suamiku sering berpesan bahwa kunci dari semuanya adalah ikhlas. "Jika tidak bisa ikhlas, ya sudah jangan dilakukan, nanti pekerjannya sia-sia", begitu kata suamiku. Bismillah, semoga diri ini senantiasa ikhlas dalam menjalani hal-hal baik dan banyak hal yang tak terduga lainnya di tahun 2020.


Senin, 12 Oktober 2020

Pertama Kali Dalam Hidup