Sabtu, 24 Mei 2014

PENGALAMAN PERTAMA MEMPERGUNAKAN HAK SUARA Oleh Yena Agustin

“Partai apa yang harus aku pilih?”, “Siapa calon legislatif yang harus aku dukung?”. Pertanyaan –pertanyaan itulah yang tak berhenti menggelayuti pikiranku. Hingga saat pencoblosan tiba, aku masih bingung untuk menentukan pilihan. Pemilihan tahun ini dilaksanakan pada 9 April 2014. Aku beruntung karena berkesempatan pulang ke Kuningan—kampung halamanku—dan melaksanakan Pemilu di sana. Pemilu tahun ini terasa begitu berkesan karena ini merupakan kali pertama bagiku mempergunakan hak suara. Saat itu tepat pukul 07.00 WIB, aku dan nenekku bergegas menuju tempat pemungutan suara atau biasa dikenal dengan istilah TPS. Suasana TPS yang ramai namun tetap tertib membuatku kagum pada para pemilih dan panitia penyelengara pemilu. Setelah menyerahkan kartu tanda pemilih, aku dan nenekku duduk di tempat yang telah disediakan. Tak menunggu terlalu lama, tiba giliranku. Dengan memegang empat kertas suara yang diberikan panitia, aku melangkahkan kaki menuju bilik pemungutan suara. Setengah berpikir, aku membolak-balik kertas. Aku berusaha untuk mencari calon legislatif DPRD Kabupaten Kuningan, DPRD Provinsi Jawa Barat, dan DPR RI yang sekiranya aku kenal, namun percuma. Sama halnya ketika terakhir aku membuka kertas suara untuk memilih Dewan Pengawas Daerah (DPD), tak ada satu pun calon legislatif yang aku kenal. Kenal yang kumaksudkan disini adalah mengenai kiprahnya di masyarakat, serta prestasi-prestasi lainnya. Bukan berarti pula aku tak mengetahui sama sekali caleg-caleg yang menjadi peserta pemilu. Spanduk, poster, baliho, dan berbagai atribut lainnya sudah sering aku jumpai di sepanjang jalan dan di berbagai tempat lainnya. Bahkan, tangan tak bertanggung jawab menempelkan stiker salah satu caleg di kaca jendela bagian depan rumah nenekku. Hanya kesan jengkel yang muncul dalam benakku. Perbuatan tanpa ijin dan stiker itu meninggalkan bekas tempelan yang mengotori kaca rumah nenekku. Segala bentuk promosi caleg tak sedikitpun membuka hatiku untuk memberikan simpat atau dukungan. Entahlah. Namun hal itulah yang aku rasakan. Saat mencoblos kertas suara, aku hanya menautkan pilihanku dengan ahrapan bahwa hal yang aku lakukan itu adalah cara paling akhir dalam keadaan darurat. Salah satu partai Islam menjadi harapanku yang terakhir. Harapan kecil untuk mereka yang bernaung dibawahnya agar mampu memberikan perubahan lebih baik bagi bangsa ini kedepannya. Beberapa hari setelah pelaksanaan Pemilu, muncullah hasil Quick Count atau hitung cepat hasil Pemilu. Harapanku sedikit memudar ketika mengetahui survei sementara yang menyatakan tiga partai nasionalis sebagai pemenangnya. Tak ingin putus harapan, aku berusaha untuk lebih mempersiapkn diri pada Pemilu Presiden mendatang. Akan aku tautkan pilihanku pada calon Presiden dan Wakilnya yang memang bersih dari korupsi dan juga berprestasi. Semoga kelak Indonesia dapat menjadi negara yang sejahtera dan tak ada lagi rakyar kecil yang meregang nyawa di negeri orang. Aamiin.