Jumat, 13 Desember 2013

Mindset Therapy

Judul : Mindset Therapy Penulis : Andrias Harefa Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Mindset Therapy Pengantar Karya ke-37 – Wajib dibaca lebih dulu MINDSET THERAPY: LEARN, UNLEARN, RELEARN Untuk waktu yang lama saya selalu gamang memikirkan apakah perbedaan esensial antara pembelajaran anak-anak dan pembelajaran orang dewasa. Benar bahwa keduanya tentulah berbeda. Pembelajaran anak-anak bertumpu pada situasinya yang masih sangat kurang dalam aspek informasi, pengetahuan, dan keterampilan (knowledge-skills), ilmu pengetahuan dan nilai-nilai (science-values). Karena itu proses pembelajran anak-anak bersifat memasok informasi, pengetahuan dan keterampilan, dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai yang relatif baru. Entah dengan metode yang membuat siswa aktif, berpusat pada siswa, atau metode yang lebih tradisional dimana pengajar memainkan peran dominan, tujuannya tetap memasok informasi, pengetahuan dan keterampilan, dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai tertentu yang relatif baru kepada siswa yang belajar. Sementara itu, orang dewasa secara relatif diasumsikan telah memiliki banyak informasi, pengetahuan dan keterampilan, dan ilmu pengetahuan maupun nilai-nilai, yang diperoleh lewat proses pembelajaran formal di sekolah-sekolah-universitas; proses pembelajaran nonformal di kursus-kursus dan lembaga pelatihan; dan proses pembelajaran informal lewat interaksi sosial di masyarakat. Oleh sebab itu proses pembelajaran orang dewasa tidak lagi bersifat sekedar memasok informasi, pengetahuan dan keterampilan, dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai yang baru. Ia memerlukan proses yang berbeda. Pembelajaran orang dewasa harus dilakukan secara dialogis, komunikasi dua arah, itu pasti. Pembelajaran orang dewasa perlu kontekstual dan aplikatif, sesuai situasi dan kondisi hidup yang dihadapinya dan apa yang dipelajari mesti dapat diterapkan, itu juga penting. Pembelajaran orang dewasa mesti melibatkan mereka, menyentuh motivasi mereka, menghargai mereka, memperlakukan mereka sebagai subjek, dan seterusnya. Itu semua benar. Namun, saya merasa tidak puas dengan semua jawaban semacam itu. Mestinya ada jawaban yang lebih baik. Belakangan, ketika saya merenungkan kata “learn”, “unlearn”, dan “relearn”, muncullah jawaban yang hemat saya lebih baik. Kata “learn” lebih tepat digunakan dalam proses pembelajaran anak-anak. Proses mendapatkan, memperoleh, mengumpulkan informasi, pengetahuan dan keterampilan, dan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai hidup yang relatif baru, itulah makna “learn” (belajar). Lewat proses pembelajaran ini anak-anak membentuk pola pikirnya, mengasah keterampilannya, menemukan dan menumbuhkan nilai-nilai serta sikap hidup dalam dirinya, dan dalam proses interaksinya dengan sesamanya. Dan setelah proses pembelajaran ini berlangsung dalam periode tertentu, maka ia menjadi manusia dewasa. Artinya, secara relatif ia telah memiliki informasi, pengetahuan dan keterampilan, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang bisa ia pergunakan untuk hidup berdikari, madiri dalam relasi dengan masyarakatnya. Apakah orangd ewsa masih perlu belajar? Tentu saja. Namun, pembelajaran orang dewasa tidak lagi sekadar bermakna “learn”; tidak lagi sekadar mendapatkan-memperoleh-mengumpulkan. Saya bahkan berpendapat bahwa proses pembelajaran orang dewsa yang paling menantang adalah “unlearn” pada satu sisi, dan kemudian “relearn” pada sisi lainnya. Belajar dalam arti “unlearn” adalah meninggalkan, melepaskan, mencopot atau membuang pelajaran-pelajaran yang ternyata tidak benar, tidak baik, tidak berguna, tidak mendatangkan manfaat, kurang komplit, kadaluarsa, dan ketinggalan zaman. “Unlearn” juga berarti meninggalkan kebiasaan lama yang tidak sehat, kebiasaan yang menghambat kemajuan, kebiasaan yang merusak kesehatan, kebiasaan yang mengancam hubungan silaturahmi dengan sesama, dan berbagai kebiasaan buruk serta tak berguna lainnya; yang sudah terlanjur pada dalam diri kita. Kegiatan ini dalam proses “unlearn” adalah dekontruksi dar kontruksi yang telah dibentuk lewat proses “learning” sebelumnya; yakni dengan meninggalkan-mencopo-membuangmembongkar apa yang sudah ada, sudah dipelajar. Pada sisi lain orang dewasa juga belajar dalam arti “relearn”, yakni memperbaiki pengetahuan yang salah, meningkatkan keterampilan yang kurang, meluruskan pemahaman yang keliru, mengadopsi nilai-nilai baru yang lebih dekat dengan kebenaran, dan seterusnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa “relearning” adalah proses rekontruksi, mengganti apa yang sudanh di “un-learn” (dekontruksi). Kegiatan inti dalam proses ‘relearning” adalah rekontruksi dengan memperbaiki-meningkatkan-meluruskan. Dan itu tentu harus berlangsung terus sepanjang hayat dikandung badan. Orang dewasa yang biasanya merokok dan kemudian meninggalkan kebiasaan merokoknya itu karena sesuatu kesadaran baru tentang kesehatan, sesungguhnya sudah melakukan “unlearn” (dekontruksi). Orang dewasa yang biasanya tidak menyediakan waktu untuk olah raga, tetapi kemudian atas nasehat dokter dengan terpaksa berolah raga secara rutin, juga mengalami proses “unlearn” (dekontruksi) dan :relearn” (rekntruksi) sekaligus. Orang dewasa yang tidak mahir berbicara di depan umum, lalu mengikuti pelatihan berbicara di muka umum, sesungguhnya sedang belajar dalam arti “unlearn” dan “relearn” juga. Orang dewasa yang mengalami trauma atau memiliki phobia tertentu, lalu datang menemui psikolog atau terapis untuk dibantu menghilangkan trauma atau phobia tersebut, pada dasarnya sedang dibantu mengalami “unlearn” dan :relearn”. Dengan pemahaman sederhana di atas, undangan untuk menjadi pembelajar seumur hidup menjadi sangat logis dan masuk akal. Sebab, siapa saja yang sudah cukup banyak “learn” (mendapatkan-memperoleh-mengumpulkan: punya kontruksi pikiran-keterampilan-keyakinan-nilai-dsb), akan menemukan banyak dari apa yang sudah ia pelajari itu ternyata masih harus dan perlu di-”unlearn” (meninggalkan-melepaskan-membuang:dekontruksi) dan ia perlu “relearn” (memperbaiki-meningkatkan-meluruskan: rekontruksi). Jadi, pembelajaran anak-anak lebih terpusat pada proses “learn”, yakni membangun kontruksi pikiran-keterampilan-keyakinan-nilai-nilai-dsb; soal “unlearn” (dekontruksi) dan “relearn” (rekontruksi). Dan kalau pembelajaran disederhanakan sebagai proses yang terkait dengan mindset atau pola pikir; maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran anak-anak lenih merupakan proses membentuk pola pikirnya (mindset); sementara pembelajaran orang dewasa lebih merupakan proses memeriksa untuk kemudian membongkar dan/atau menata-ulang pola pikir tersebut. TUJUAN LEARN-UNLEARN-RELEARN Mengapa orang dewasa perlu terus belajar dalam arti unlearn dan relearn? Jawaban paling sederhana yang saya pahami adalah agar tujuan pemebelajaran itu tercapai, yakni manusia menjadi dirinya yang terbaik, manusia menjadi manusiawi sebagaiman diciptakan oleh Alloh subhanahu wata’ala. 1. Mindset Pola pikir. Begitulah penjaga rubrik bahasa harian Kompas mengusulkan terjemahan untuk kata mindset kepada saya. Sementara penulis The Science of Success, James Arthur Ray, menerangkan mindset sebagai segugusan keyakinan, nilai-nilai, identitas, ekspetasi, sikap kebiasaan, opini, dan pola pikir tentang diri Anda, orang lain, dan hidup. Melalu mindset, Anda menafsirkan (memaknai) apapun yang Anda lihat dan Anda alami dalam hidup. Sedangkan American Heritage Dictionary mendefinisikan mindset sebagai suatu sikap mental atau disposisi tertentu yang menentukan respons dan pemaknaan seseorang terhadap situasi yang dihadapinya). Pemaknaan tentang pola pikir akan membantu siapa pun untuk menyadari bahwa setiap respons dan penafsiran mereka untuk memahami situasi yang dihadapinya adalah hasil pembelajaran di masa lalu. Dengan demikian, pola pikir dapat diperbaiki atau bahkan diubah total. Setiap orang bukan hanya bisa learn, tetapi juga mampu un-learn dan kemudian re-learn. Apa yang sudah dibentuk bisa dihancurkan dan dibentuk ulang dengan cara tertentu sepanjang diinginkan oleh si pemiliki pola pikir. Pola pikir merupakan hasil dari sebuah pembelajaran (learning) dan karenanya bisa juga diubah (unlearning), dan dibentuk ulang (relearning). Ada yang mudah dan ada yang sulit diubah, memang. Ada yang bisa cepat, ada yang perlu waktu lama, tentu saja. Ada yang bisa kita ubah dengan kesadarn sendiri, ada yang baru berubah setelah mengalami peristiwa tertentu. Adapula pola pikir yang bisa kita ubah dengan bantuan terapis, konselor, dan pihak tertentu yang memang kompeten dalam soal ini. Apa pertanda dari perubahan pola pikir? Mungkin ini: kita memahami hal yang sama dengan pengertian berbeda; kita menyadari apa yang semula kita benci ternyata justru perlu kita kasihi; kita tiba-tiba sadar bahwa apa yang tadinya kita yakini benar ternyata salah; kita melihat diri, pekerjaan dan dunia kita dengan cara berbeda dengan sebelumnya. Pola pikir yang berubah tidak mengubah situasi dan lingkungan dimana kita hidup, melainkan mengubah diri kita sendiri dari dalam. Pola pikir. Pikiran punya pola. Sungguh luar biasa! 2. Dua Pola Pola pikir. Pikiran punya pola. Dan pola itu menentukan pemaknaan kita terhadap situasi hidup, bahkan juga memandu respons kita terhadap segal peristiwa yang hadir dalam hidup. Lalu, sebagian orang menjadi optimis, sebagian lagi pesimis. Sebagian menikmati sukses, sebagian lagi terus berkutat dengan kiat-kiat meraih sukses. Sebagian menjadi intelektual, sebagian algi miskin pengetahuan. Sebagian menjadi orang paling kaya, sebagian lagi sibuk dengan upah minimum regional. Sebagian berbadan subur, sebagian lagi kurus kering. Sebagian merasa rendah diri, sebagaian lagi nampak percaya diri. sebagian padai berkomunikasi, sebagian lagi gagap mengelola informasi. Sebagian menjadi pengusaha, sebagian lagi menjadi pegawai. Mengapa ada perbedaan seperti itu? Salah satu jawabannya adalah karena perbedaan pola pikr. Ada variasi pola pikir dalam masyarakat. Setiap pola pikir menggerakkan perilaku tertentu. Dan setiap perilaku punya konsekuensi tertentu. Di sini kita ingatkan, setiap orang bebas memikirkan hal yang mau dipikrkannya. Namun, ia terikat pada konsekuensi dari pikiran tersebut. Setiap orang bebas memilih perilaku atau tindakan yang akan diambilnya dalam kehidupan sehari-hari. Namun, ia terikat pada konsekuensi dari perilaku yang dipilihnya secara bebas itu. Jadi, kita bebas memilih sekaligus terikat oleh konsekuensi. Luar biasa. Sekarang, mari kita bertanya, dari mana pola pikir itu kita peroleh? Apakah ia telah ada begitu saja ketika kita dilahirkan? Apakah ia merupakan sesuatu yang diwariskan oleh orang tua kita? Atau kita sendirikah yang membentuknya? Bagaimana pengaruh lingkungan sekitar? Mungkinkah seseorang memiliki pola pikir yang berbeda dengan pola pikir yang dominan yang ada di lingkungan di mana ia dibesarkan? Mungkinkah sebuah negeri yang penuh dengan koruptor melahirkan orang-orang yang antikorupsi? Mungkinkah sebuah kaum yang didominasi oleh orang-orang yang tercela melahirkan orang-orang yangs suci? Bisakah di kalangan santri atau rohaniwan, muncul penjahat tak bermoral? Dapatkah anak pengusaha menjadi pegawai, dan anak pegawai menjadi pengusaha? Bagaiaman bisa? Mengapa tidak bisa? Sejumlah ahli mengatakan bahwa pola pikir dibentuk lewat proses pengasuhan. Samapi usia tiga tahun, seorang anak boleh dikatakan “menelan” semua perlakuan yang diterimanya, dan menyimpannya dalam memori otak. Lalu, pada lima tahun berikutnya, ia juga masih lahap menelan sebagian besar (tidak semua) hal yang masuk melalui panca inderanya (visual-auditory-kinestetik-gustatori-olfactor). Ia mulai bisa berpikir untuk memilih dan memilah secara sadar. Dengan kata lain, pola pikir dibentuk lewat proses pembelajaran. Masalahnya, pola pikir ini kemudian menghadapkan setiap orang pada pilihan untuk mempercayai apakah kemampuannya bersifat tetap atau permanen (setelah usia tertentu) atau selalu tumbuh dan berkembang (sampai usia berapa pun). Jika pola pikir bersifat tetap, yang diperlukan hanyalah pembuktian diri. namun, jika pola pikir itu bisa terus dikembangkan melalu proses pembelajaran, tidaklah terbatas kemampuan (atau kecerdasan) seorang anak sepanjang masih terus belajar mengembangkan dirinya. Konsekuensi dari pola pikir tetap versus pola pikir berkembang mengingatkan kita pada perseteruan pandangan mengenai apakah kecerdasan bersifat tetap atau berkembang melalui pengalaman dan perlakuan. Apakah kecerdaan bersifat genetis atau karena pengkondisian lingkungan? Orang cerdas itu karena bawaan (nature) atau hasil binaan (nurture)? Orang cerdas itu karena bakatnya atau karena usahanya yang terus menerus? Kita bersyukur bahwa dewasa ini perseteruan itu sudah dapat kita sikapi secara lebih baik. Misalnya, kita dapat mengutip pernyataan ahli saraf terkemuka Gilbert Gottlieb bahwa sebenarnya gen ata bakat dan lingkungan tidak saja bekerja seiring dengan perkembangankita/ lebih dari itu, gen atau bakat juga membutuhkan masukan dari lingkungan agar dapat bekerja secara tepat. Kita juga dapat mengingat itu bahwa orang yang pada awalnya paling cerdas tidak selalu menjadi yang paing cerdas pada akhirnya. “Dengan praktik, pelatihan, dan yang terpenting, metode yang tepat, kita dapat meningkatkan perhatian, memori kita, penilaian, dan tentu saja, menjadi lebih cerdas dari sebelumnya.” Kata Binet dalam Modern ideas about Children. p

Minggu, 21 Juli 2013

"My Way" UPI Kampus Serang

http://picasion.com/i/1VB5t/
http://picasion.com/i/1VB5t/

Silahkan dicoba puzzle nya ;)

Click to Mix and Solve
http://picasion.com/i/1VB3t/
http://picasion.com/i/1VB3t/

Perjuangan Bolak-Balik Naik Turun Tangga ke Lantai 3

Seperti biasa, aku mengikuti kegiatan perkuliahan dengan lancar. Kuuingat hari itu tepat hari Senin. Hari dimana Bu Nenden Sundari mengajarkan Kompetensi Profesional PAUD. Jam pertama yang sudah menjadi jadwal rutinitas perkuliahan semua mahasiswa PG PAUD kelas reguler UPI Kampus Serang. Di akhir perkuliahan, Bu Nenden seperti biasa menyampaikan beberapa hal. Mengajuka konsultasi, menanyakan segala bentuk kegiatan yang sedang kami hadapi, dan menanyakan tentang kesulitan-kesulitan dalam kuliah yang mungkin kami hadapi. Ya, hal itu merupakan kewajiban beliau sebagai Kepala program studi PG PAUD. Sampai akhirnya kami sekelas menyimak pernyataan beliau bahwa akan diadakan seminar dan workshop PG PAUD. Hal tersebut dimintanya dilaksanakan sesegera mungkin dengan panitianya ialah kami sekelas. Beberapa saat beliau fokus mengajakku berbincang. Beliau memintaku untuk menentukan waktu dan segala persiapannya, termasuk hal yang mendasar dan paling utama, yakni proposal kegiatan. Setengah bingung aku menanggapi pernyataan Bu Nenden. Kusanggupi permintaannya. Beliau memintaku untuk berkonsultasi dengannya sesering mungkin untuk menyiapkan seminar dan workshop ini.
Tak lama berselang dari kali terakhir perbincangan kami di kelas, aku dipanggil Bu Nenden ke ruangannya. Tak mau mengecewakan, aku berusaha untuk segera menemui beliau di lantai 3. Saat itu merupakan kali pertama aku memasuki gedung baru yang berfungsi sebagai gedung lembaga. Segala aktifitas administrasi perkuliahan terpusat di gedung baru tersebut. Ruang kantor Direktur, Pembina Kemahasiswaan, dosen- dosen, termasuk kaprodi-pun diatur rapi di dalam gedung baru tersebut. Aku merasa senang bisa masuk untuk pertama kalinya dibanding teman-teman yang lain, mungkin. :D
Awal pertemuanku dengan Bu Nenden dalam membahas seminar dan workshop yang akan kami selenggarakan itu fokus pada penyusunan proposal. Kudapatkan contoh pembuatan proposal dari internet, karena memang jujur aku belum berpengalaman membuat proposal kegiatan. Memang aku terbilang aktif ketika SMP. Aku sempat mengikuti kegiatan OSIS. Tapi, saat itu hanya peran kecil yang aku jalankan. Kebagian jadi wakil koordinator seksi bidang keterampilan dan kewirausahaan, kerjaanku hanya mengurusi mading alias majalah dinding. Setiap ada kegiatan OSIS, aku hanya berminat dan kebagian peran kecil juga, seringnya jadi seksi dokumentasi. Ckck
Pernah suatu saat tercetus dalam batinku, tepatnya ketika di awal aku memasuki bangku perkuliahan, aku berkata dalam hati “aku ingin merasakan jadi sekertari dalam kepanitiaan, aku ingin merasakan rasanya menandatangani sebuah surat. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya melihat namaku tercantum di setiap surat kegiatan.”
Agak sedikit terlihat norak memang, namun itulah hal kecil yang kutanamkan dalam keinginanku. Dan akhirnya terwujud! Hehe
Kali pertama aku menjadi sekertaris memang bukan pada saat seminar dan workshop ini. Pertama kali aku diberikan amanah menjadi sekertaris ialah ketika kegiatan Talkshow Politik KAMMI Komisariat UPI Kampus Serang. Alhamdulillah...
*
Setelah melewati proses yang panjang untuk menyiapkan proposal, akhirnya aku mendapatkan kabar dari Bu Nenden bahwa proposal kegiatan yang aku buat itu berhasil disetujui oleh kepala keuangan lembaga UPI Kampus Serang. Aku mengucap syukur pada Alloh. Selalu dalam doaku, kuberharap agar diberika kemudahan dalam segala hal yang kuhadapi.
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ.نَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِ .فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ .
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S Al-Insyirah: 5-8)
Petikan ayat Al-Quran di ataslah yang menjadi dasar kekuatanku dalam melakukan sesuatu. Aku selalu teringat ayat-ayat tersebut setiap kali aku merasa lelah dan tidak mampu lagi. Setelah meresapi dan merenungkan segala karunia yang telah diberikan Alloh padaku, aku kembali merasa yakin bahwa aku mampu, aku bisa, dan semua hal yang sulit pasti akan ada jalan keluarnya.
*
Teman-teman di kelasku tak banyak yang tahu kesulitan yang kuhadapi dan usaha yang kulalui. Tapi mungkin setelah tulisan ini di-posting mereka akan tahu. Hehe
Perombakan proposal seringkali ditugaskan Bu Nenden padaku. Kurang tanda tangan Bapak inilah, itulah. Halaman yang ini harus disinilah- disitulah, penetapan tanggal pelaksanaan seminar yang maju mundurlah (eh maju sih engga, cuma diundur. Kami sepakat mengadakan seminar tanggal 25 Juni 2013), dan sebagainya. Tapi, aku merasa tertantang dan akhirnya semua itu bisa kuselesaikan. Hehe, alhamdulillah..
Begitu banyak hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dari semua hal persiapan seminar dan workshop yang kujalani ini. Aku sempat disuruh membeli makan siangnya Bu Nenden, menunggu selama satu setengah jam untuk bertemu dan akhirnya dibatalkan, telat datang ke ruangannya Bu Nenden karena lamaran mengajar yang akhirnya belum berhasil kudapatkan, lelah (sudah pasti), sampai bolak-balik naik turun tangga ke lantai 3!
Semua hal diatas kulalui dengan menyenangkan dan penuh semangat. Cayo! :D
Sampai puncaknya pernyataan unik yang kudapati dari Bu Ita—dosen mata kuliah Psikologi Perkembangan. Beliau nyeletuk “Bu Nenden, tolong ini anak jangan diporsir, gara-gara tertekan oleh Bu Nenden tentang persiapan seminar, ini anak jadi kecil, tadinya pas baru masuk anak ini lebih gede dari sekarang.” Haha
Makan yang betul ya kamu!
Begitulah kalimat lucu yang terlontar dari seorang Bu Ita, ibu kita semua, mahasiswa kelas PG PAUD. Ibu Ita sosok yang tegas namun perhatian. Ia baik hati dan suka sedikit galak. Hehe
Tapi aku tahu sifatnta. Ia sebetulnya hanya ingin anak-anak didiknya menjadi orang yang baik, tidak banyak tingkah. Intinya Ibu Ita sayang kepada kita, mahasiswa yang menjadi anak didiknya. Terima kasih atas perhatiannya, bu. J
*
Tak terasa segala persiapan mengenai tektek bengek seminar dan workshop PG PAUD hingga hari H penyelenggaraannya berjalan lancar sudah. Semua kendala dapat terselesaikan dengan mudah berkat karunia Alloh swt. Proposal hingga LPJ, surat menyurat hingga masalah keuangan, menyatukan mahasiswa PG PAUD reguler dan DM, masalah banyaknya peminat dari luar yang ngotot ingin ikut serta, sampai kakak tingkat pengacak-ngacak mood mahasiswa PG PAUD reguler secara keseluruhan, dapat terlewatkan dengan lancar. Alhamdulillah...
Ehm, menyinggung masalah kakak tingkat pengacak-ngacak mood mahasiswa PG PAUD reguler. Ya, memang ada saja hembusan angin diatas air tenang. Ketika kita tidak mengusik kenyamanan hati seseorang, orang lain yang malah menyinggung perasaan kit. Sadarkah ia bahwa hal yang dilakukannya tidak memiliki keuntungan yang baik bagi siapapun, termasuk dirinya?
Hanya kejengkelan yang juga menjadi dosa kami, para mahasiswa PG PAUD yang dibuat tersinggung oleh sikapnya. Sudahlah, semoga sikapnya yang tidak dewasa itu dapat berubah. Semoga Alloh memberikan hidayah dan petunjuk kepadanya. Aamiin...
Soaku khusus untuknya, semoga suatu saat kelak ia menjadi kaprodi PG PAUD!
Haha
(Loh, kenapa doanya bagus banget?)
Ya jelaslah bahwa kita semua tahu, mendoakan orang lain yang baik-baik itu akan berdampak baik pula pada kita yang mendoakannya. Selain itu, semoga ia sadar bahwa keberadaan mahasiswa PG PAUD dimana pun, tidak hanya di UPI Kampus Serang, itu penting. Makanya supaya ia sadar dan bisa merasakan, hal yang terbaik baginya ya aku pikir hanyalah sekalian saja ia jadi kaprodi, biar ia bisa merasakan manfaat dari keberadaan PG PAUD.
PG PAUD UPI Kampus Serang 2012, CAYO!
Rabu, 3 Juli 2013



PROVINSI “JAWARA”


            Provinsi “Jawara”, sebagian kotanya saat ini sedang diselimuti hujan. Penghuninya kedinginan dan enggan keluar kandang. Sekalinya keluar mereka akan basah kuyup, kecuali jika mereka memiliki payung. Para pendatang dari luar kota yang sebagian besar bentang wilayahnya didominasi oleh pegunungan pasti melohok menyaksikan kabut menyelinap tanpa ijin masuk ke sebagian kawasan di provinsi “jawara”.
Seharian penuh matahari bermusuhan dengan awan. Awan menang dan tak mengijinkan matahari menampakkan sinarnya di sebagian kawasan “jawara” ini. Pakaian para penghuninya terpaksa tetap di cuci walau akhirnya bau apak karena tak kering sehari. Penghuni pasrah dan berdiam diri di kandang.
Tak semuanya para penghuni kawasan “jawara” memasung diri akibat permusuhan awan dan matahari. Tukang becak, tukang ojek, tukang jamu, tukang batagor, tukang bangunan, dan tukang gosip yang nekat, tetap harus keluar untuk menjalani rutinitasnya. Bahagianya para penghuni kawasan “jawara” yang menjadi mahasiswa, saat ini sedang musim liburan, walaupun tak semuanya. Tapi yang jelas hampir sebagian besar mahasiswa di perguruan tinggi negeri menjalani masa-masa menyenangkan untuk dapat bersantai, tentunya setelah urusan FRS beres. Tukang es juga sama. Ketika hujan menyelimutinya seharian penuh, tukang es yang seharusnya keluar kandang untuk mencari nafkah malah diberi libur tanpa diminta. Hehe
Provinsi “jawara”. Tak pernah terbayangkan sebelumnya untuk aku tinggal dan kuliah disini. Di tempat yang terkenal akan para jawaranya. Sampai-sampai tulisan di belakang jaket salah satu komisariat organisasi pergerakan mahasiswa muslim menggunakan jargon “Jawara Peradaban”. Kereeen.. Hehe
Pertama kali kedatanganku ke provinsi yang memisahkan diri dari wilayah Jawa Barat ini, bersama bapak, dan itu nyasar!
Tak apalah. Kujadikan pengalaman unik nan berkesan. Selama perjalan menuju ke salah satu kotanya, kuhabiskan waktu bersama bapak. Hal itu sangat jarang sekali aku lakukan. Walaupun sangat menyebalkan ketika harus mengobrol dengan bapak yang ujung-ujungnya terjadi perdebatan karena bapakku yang sama keras kepalanya denganku, tapi aku sangat bersyukur dan menikmati perjalanan kala itu.
Spanduk persegi panjang yang mempromosikan penerimaan mahasiswa baru di salah satu universitas swasta menjadi bacaan “selamat datang” bagiku. Disusul oleh deretan spanduk serupa yang terpampang sejauh mata memandang pinggiran jalan selepas keluar tol. Selamat datang di Kota Serang!
Aku dan bapak masih kebingungan mencari alamat Universitas Pendidikan Indonesia. Banyak yang tahu, tapi kami tak tahu banyak. Alhasil kami nyasar hingga arah menuju Pandeglang setelah semua petunjuk akurat yang mungkin terlalu bingung untuk aku dan bapak pahami. Hal itu karena terlalu banyak belokan, keluar masuk kawasan, dan warna angkot yang berbeda dalam satu trayek, yang setelah kutahu bahwa di Serang angkotnya tak mengenal trayek. Semua jurusan penumpang di-iya-kan semaunya oleh Pak Supir. Luar biasa.....semrawutnya. Hehe
Sedikit memahami kehidupan di Kota Serang, kucari dan akhirnya kutemukan, kampus UPI dan tempat tinggal sementara untukku, Pondok Pesantren Al Mawadah. Benar-benar tempat tinggal yang sementara bagiku, karena hanya dua bulan aku tinggal disana. Aku dipindahkan paman dan bibiku ke kosan yang keadaannya sangat membuatku betah hingga saat ini. Inilah kandangku di provinsi “jawara”. Kosan Three-G.
Tempat yang sebelumnya tidak pernah aku bayangkan untuk aku tinggali. Tempat yang jauh lebih nyaman dibandingkan sebelumnya. Jelas saja, biaya sewa yang jauh lebih mahal sudah pasti membedakan fasilitas yang diberikan. Kamar mandi untuk tiap-tiap kamar tersedia sangat bersih. Ukuran kamarku yang lebih luas dan view jendela yang strategis, karena menghadap langsung ke arah matahari terbit, membuat siapa saja yang menghuni kamar ini merasa nyaman. Berbicara mengenai ukuran kamarku, sering orang yang pertama kali melihat kamarku berkata “kamar ini luas ya”. Entahlah, tapi hampir setiap orang selalu mengatakan hal serupa. Mereka membandingkan ukuran kamarku dengan kamar lain di kosan ini. Aku hanya bisa tersenyum dan bersyukur karena bisa mendapat kesempatan untuk datang pertama kali dan memilih kamar ini lebih dulu.
Suasana kosan yang cenderung sepi membuatku nyaman. Empat kamar di lantai dua, semuanya telah penuh oleh penyewa. Ya, kamar kos-ku berada di lantai dua. Setiap hendak kemana-mana aku selalu naik turun tangga. Tadinya aku pikir penderitaanku di pondok yang harus naik turun tangga juga, akan berakhir. Ternyata, tidak!
Tapi aku tetap bersyukur. Karena jarak setiap anak tangga di kosanku yang sekarang ini lebih pendek. Aku tak perlu terlalu bersusah payah untuk memijaknya. Berbeda dengan anak tangga di pondok yang jaraknya jauh-jauh. Untuk naik turunnya saja tidak bisa dengan berlari kecil. Harus ekstra hati-hati karena aku pernah satu kali mengalami jatuh di tangga pondok ketika hendak berangkat kuliah. Alhasil buku Landasan Pendidikan yang umurnya belum sampai satu minggu harus sobek sampulnya, kakiku biru-biru, dan tentunya pakaianku kotor sehingga aku harus balik lagi untuk dandan ke kampus. Tapi saat ini, di sini, di kosan Three-G, aku bisa naik turun tangga sekaligus melatih nafas dengan berimprovisasi melakukan lari-lari kecil setiap menyusurinya. Hehe
Aku sangat berterimakasih kepada keluarga dan saudara-saudaraku. Karena jasa mereka aku bisa mengenyam pendidikan dengan layak hingga saat ini. Segala fasilitas dan dukungan moril sangatlah lebih dari cukup bagiku. Jika tanpa mereka, aku takkan bisa melanjutkan kuliah seperti saat sekarang ini. Tanpa mereka mungkin aku takkan pernah melancong ke berbagai daerah. Mungkin aku tak pernah tahu seperti apa provinsi “jawara”.

Minggu, 07 Juli 2013

Rabu, 01 Mei 2013

I Love My Mom and My Dad So Much

Sangat sulit untukku mengungkapkan kata-kata indah yang berisikan perasaan cintaku pada kedua orang tuaku. Apa daya tangan ini untuk bisa membanggakan mereka, jika mengingat segala pengorbanan yang telah mereka lakukan untukku, untuk hidup dan keberhasilanku. Apa daya diri ini, jika mengingat banyaknya peluh yang mereka keluarkan untuk tetap bertahan dalam keadaan sesulit apapun, hanya untukku, untuk kebahagiaanku.

Kepercayaan mereka seringkali kukhianati, kasih sayang mereka sering kali kulupakan, pengorbanan mereka sering kali kusepelekan. 

Sering pula diri ini merasa takkan pernah bisa mengganti apa yang telah mereka berikan untukku.

Tapi...

Ayah, Ibu...
Sungguh aku menyayangimu. Tak kuasa kutahan sedih ini setiap kali mengingat wajahmu. Aku merindukanmu, sepanjang hariku.

Lama aku menantikan saat bertemu. Sabar yang kubingkai terkadang berakhir dengan pertemuan yang "ah, apa sih ini, apa yang bisa kutunjukkan pada mereka? apa yang bisa membuat mereka bangga karenaku?".

Aku menyayangimu, teruntuk Ayah dan Ibuku.

Kamis, 07 Maret 2013

PENTINGNYA BAHASA INGGRIS Oleh YENA AGUSTIN




Seiring terus berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di jaman modern saat ini, banyak aspek penting dalam kehidupan yang menuntut kita untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan di berbagai bidang kehidupan, tak terkecuali di bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu dasar utama sebagai modal kita untuk meniti tujuan hidup demi mencapai kesuksesan, walaupun kesukesan itu sendiri memiliki pengertian yang relatif bagi setiap orang. Terkait hal tersebut, persaingan dalam bidang pendidikan pun menjadi salah satu hal yang perlu kita siapkan sebagai pelajar atau mahasiswa. Berpikir kreatif dan memiliki inisiatif dalam berbagai hal menjadi aspek alternatif yang perlu mendapat penekanan dalam pengembangannya. Karena kemampuan seseorang dalam bidang yang monoton atau itu-itu saja, akan berdampak pada terbatasnya akses kita untuk mencapai berbagai hal dalam ruang lingkup yang lebih luas. Dalam bidang pendidikan, Bahasa Inggris merupakan salah satu aspek yang dapat mendorong seseorang untuk menjadi kreatif dan inovatif.
Telah kita ketahui bersama bahwa Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang banyak digunakan dalam komunikasi warga negara di sebagian besar dunia. Penguasaan terhadap bahasa Inggris menjadi salah satu aspek penting dalam meningkatkan derajat hidup seseorang secara khusus, dan dapat meningkatkan eksistensi suatu negara dalam pergaulan dunia secara umum.
Bahasa Inggris seharusnya menjadi salah satu bahan utama dalam proses pembelajaran peserta didik di Indonesia secara khususnya, namun sangat disayangkan ketika keluar sebuah wacana yang memperbincangkan bahasa Inggris hanya sebagai ekstrakulikuler, artinya tidak wajib dipelajari oleh siswa. Kemerosotan prestasi bangsa Indonesia di bidang pendidikan dapat diramalkan sejak saat ini, ketika melihat situasi dunia yang sedang gencar-gencarnya bersaing dalam era globalisasi, dimana semua aktifitas dalam berbagai aspek kehidupan menjadi tanpa batas dan penghalang terotorial.
Pembenahan terhadap kebijakan tersebut seharusnya dapat dipelajari. Dalam hal ini kita dapat melihat pengalaman dari negara tetangga, yaitu Malaysia yang pernah menerapkan kurikulum pendidikan yang didalamnya Bahsa Inggris ditetapkan sebagai mata pelajaran ekstrakurikuler. Saat ini dapat dilihat secara nyata oleh pengamat sekitar bahwa penurunan kemampuan sumber daya manusia yang didapati ketika generasi muda tidak memiliki kompetensi untuk bersaing dalam ruang lingkup yang lebih luas di kancah internasional.
Saya sendiri sebagai penulis memiliki motivasi lebih setelah menyadari akan pentingnya bahasa Inggris sebagai modal penting dalam perluasan wawasan dan pengetahuan. Saya meyakini, dengan menekuni Bahasa Inggris atas kesadaran sendiri, kita dapat dengan lebih mudah memahami dan lancar mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Saya memiliki keinginan besar yang mudah-mudahan diiringi dengan usaha nyata untuk memperdalam memahami Bahasa Inggris dengan mudah. Anggapan pribadi saya yang merasakan bahwasannya dengan Bahasa Inggris-lah kita semua dapat membuka jendela dunia, merobek cakrawala, merauk ilmu dan pengalaman sebebas-bebasnya tanpa beban atau sekat penghalang berupa kendala bahasa.
Selain itu, kesadaran akan menariknya pengalaman jika kita berkesempatan melihat dunia luar yang sangat luas secara langsung, telah membuat saya semakin bersemangat untuk berusaha memotivasi melakukan perubahan dalam hal-hal kecil sebagai langkah awal untuk mempelajari Bahasa Inggris. Keinginan untuk menjelajahi berbagai budaya baru di setiap negara tak pelak menjadi angan-angan yang saya harapkan suatu saat bisa terwujud. Jika saya memiliki keyakinan seperti ini, kenapa tidak dengan Anda sendiri para pembaca?
Anda, tak ubahnya dengan saya, memiliki waktu yang sama untuk dimanfaatkan dengan belajar dan terus belajar. Tak ada kata terlambat. Telah kita ketahui bersama bahwa semua perubahan untuk menjadi lebih baik ialah dimulai dari diri kita, bukan orang lain. Semua tindakan positif dimulai dari sekarang, tak menunggu hari esok. Optimis dan tetap berusaha, itulah kuncinya.
Intinya, bahasa Inggris merupakan aspek penting dalam menunujang kompetensi setiap individu untuk dapat bersaing dengan pergaulan internasional yang membawa kita pada pencerahan positif untuk kemudian memajukan bangsa sebagai tujuan secara umum.
Sekian yang dapat saya curahkan. Semoga tulisan ini dapat menjadi motivasi bagi kita semua untuk dapat berjuang meraih motivasi dari sendiri minimal, untuk memiliki semangat belajar dan terus belajar meraih kesuksesan pribadi dan membawa manfaat bagi masyarakat pada umunya.

Minggu, 03 Februari 2013

Jalanku

Entah apa yang ada dipikiranku ketika dulu memilih jurusan S1 PGPAUD, UPI Kampus Serang. Terasa sangat luar biasa jika kembali dibayangkan. AKu bisa berada sejauh ini dari keluarga. Di Serang, di tempat ini, di kampusku ini, aku menemukan begitu banyak hal baru yang sangat berharga. Mimpi apa aku ini? Disini aku bertemu dan berteman dengan orang- orang luar biasa.
Subhanallah...
Aku yakin Allah telah mengatur ini semua untukku. Ini jalan yang terbaik untukku.

Proses kuliah yang aku jalani begitu terasa melelahkan tapi menyenangkan. Setiap hal tentan pendidikan anak usia dini, aku pelajari disini. Dunia anak yang begitu unik. Teringat akan jas ibuku, begitu sangat luar biasa perjuangan seorang ibu.

Adakah hal yang sering terpikirkan oleh kita? Ketika seorang anak kecil sangat mudah mempelajari suatu hal. Mereka meniru dan mempraktekkannya. Mereka berbicara jujur dengan penuh kepolosan. Sungguh anugerah Allah swt. bagi mereka seorang ibu yang memiliki buah hati.

4 HAL



1.      Yang membuat badan sakit:
·         Kebanyakan tidur
·         Kebanyakan makan
·         Kebanyakan berbicara
·         Kebanyakan bertemu orang
2.      Yang merusak tubuh:
·         Khawatir/cemas
·         Kesedihan
·         Kelaparan
·         Tidur larut malam
3.      Yang membuat murung dan kesedihan:
·         Bohong
·         Kurang ajar/tidak hormat
·         Berdebat tanpa pengetahuan/ informasi yang memadai
·         Amoral/melakukan sesuatu tanpa rasa takut
4.      Yang meningkatkan wajah berseri dan kebahagiaan:
·         Kesalehan
·         Loyalitas
·         Kedermawanan
·         Menolong sesama dengan ikhlas tanpa diminta hanya mengharap ridha Ilahi
5.      Yang memberhentikan rejeki:
·         Tidur di pagi hari dari sholat subuh hingga matahari bersinar
·         Tidak melakukan sholat/ doa secara teratur
·         Malas
·         Pengkhianatan/ketidakjujuran
6.      Yang membawa rejeki:
·         Berdoa di amalm hari
·         Tobat
·         Beramal
·         Berdzikir

-FP "Strawberry"

Cikopo, 20 Desember 2012

Jarum jam menunjukkan pukul 21. 50 WIB. Aku masih duduk terpaku di tempat dudukku, di bus jurusan Merak-Cirebon yang aku tumpangi sejak siang tadi. Getaran cukup keras akibat kencangnya laju mobil seketika membangunkanku. Aku tersadar dari kantuk yang mendera. Aku membetulkan posisi duduk dan kulihat keadaan sekeliling. Saat itu kulihat seorang gadis bertubuh tinggi semampai. Kulitnya gelap akibat sinar matahari. Usianya kuperkirakan lebih muda beberapa tahun dari usiaku. Ia berjalan diantara rapatnya jarak antarkursi penumpang, lalu berhenti tepat ditengah ruang bus. Remaja itu berusaha menjaga keseimbangan badannya sambil memegang gitar, kemudian memanggil kedua temannya yang masih berada dibelakang untuk segera mendekat. Masing- masing dari mereka memegang alat perkusi yang terbuat dari pipa atau paralon yang dibungkus karet agak tebal sehingga menimbulkan suara yang cukup mirip dengan kendang. Dan salah seorang lagi dari mereka telah menyiapkan sebungkus plastik bekas kemasan permen mint yang berukuran 1 pack permen. Dandanan mereka bertiga hampir sama, dengan menggunakan kaos dan juga celana jeans, rambut mereka agak sedikit berantakan, dan terlihat jelas mereka berusaha keras untuk menahan rasa kantuk yang datang menggoda.   
Kupandangi mereka. Berbagai pertanyaan seketika muncul dalam pikiranku, “Apa yang akan mereka lakukan? Tidak takutkah mereka malam- malam begini harus naik- turun dari bus yang satu ke bus yang lain? Tidak sekolah-kah mereka? Tidak malu-kah mereka yang masih muda harus bernyanyi, apalagi rata- rata penumpang ialah laki- laki?”. Sederet pertanyaanku itu buyar ketika aku mulai mendengar lantunan suara nyanyian yang agak sedikit melengking. Diiringi suara gitar kecil dan kendang, aku berusaha mendengarkan dengan baik dan mencoba menebak lagu yang dinyanyikan oleh salah seorang dari mereka. Usahaku gagal, karena aku tak mengenal judul lagu yang dinyanyikan gadis remaja itu. Tapi hal itu tak lantas membuatku menutup kuping. Aku mendengarkan setiap lirik yang terlantun agak melengking itu. Lirik demi lirik berusaha aku nikmati, tapi rasanya percuma. Aku tak terlalu suka dengan lirik lagu itu, isinya kurasa belum pantas untuk mereka nyanyikan dan mungkin agak sedikit kurang pantas untuk diperdengarkan atau mungkin tidak perlu sama sekali untuk didengar. Inti dari isi lagu itu menceritakan tentang kehidupan rumah tangga seseorang yang penuh derita. Lagu itu mengisahkan cinta seorang istri yang suaminya tak bertanggung jawab dan sering melakukan kekerasan.
Kuperhatikan pula salah seorang dari mereka yang tersenyum malu dan kemudian menundukkan kepala. Aku hanya menebak- nebak ekspresi dari gadis kecil itu, mungkin ia sedikit malu kepada kami—para penumpang--. Oh sungguh sekali lagi aku merasa lagu itu tidak pantas untuk dinyanyikan oleh remaja seusia gadis yang ada di hadapanku. Hatiku seketika terenyuh, entah kenapa. Tak seperti biasanya aku merasakan porsi rasa simpatiku berlebih pada saat itu.
Aku membayangkan diriku berada di posisi mereka. Mengamen dari bus ke bus hingga larut malam, menahan malu dan yang paling mengancam ialah bahaya yang mengintai. Astagfirullah, seketika air mataku menghalangi pandangan, kupejamkan mata untuk memperjelas penglihatan, tetesan air mata pun tak kuasa aku bendung. Kuusap seketika air mataku. Tanpa lama berpikir, aku langsung membuka tas dan mencari dompet. Kusiapkan beberapa keping uang Rp500. Meskipun jumlahnya tidak banyak, tapi aku berusaha untuk mengapresiasi penampilan ketiga gadis remaja itu. Ketika salah seorang dari mereka tiba menghampiriku sambil menyodorkan plastik untuk tempat uang hasil mengamen, aku langsung menaruh recehan yang telah tadi aku siapkan. Ia mengucapkan terimakasih dan sebelum gadis itu beranjak, entah kenapa rasanya aku merasakan dorongan kuat untuk mengajukan pertanyaan, dan akhirnya satu pertanyaan terlontar dari mulutku, “Adik enggak sekolah?”. Tak butuh waktu lama, pertanyaan itu dijawab singkat dengan diiringi senyuman, “Udah keluar, teh”. Mendengar jawaban itu, aku hanya bisa tersenyum simpul dan sedikit berpesan dengan mengucapakan “Oh ya, hati- hati ya, Dik”. Gadis itu berlalu, aku sedikit menengok ke belakang untuk memperhatikannya sebelum kemudian aku kembali ke posisi duduk semula.
        Belum selesai aku mencatat beberapa pelajaran yang dapat aku ambil dari kejadian 3 gadis remaja pengamen bus tersebut, seketika seorang pemuda dengan perawakan tinggi, berkulit gelap dan wajah berminyak, naik ke dalam bus dan langsung menyapa kami penumpang yang sudah cukup risih melihat pengamen dan pedagang asongan yang dari tadi keluar masuk bus. Kalimat demi kalimat mulai meluncur dari mulutnya. Bahasa yang ia gunakan cukup apik dan tertata. Ia pun cukup lancar bercuap- cuap. Instingku mulai aktif untuk menebak bahwa kalimat- kalimat yang ia lontarkan itu semacam puisi dengan jenis puisi modern yang berisikan curahan hati atau pengalaman pribadinya dalam menjalani kehidupan di jalanan yang keras dan tak tentu arah.
Setelah ia selesai berpuisi ria, ia sedikit menyelipkan doa untuk kami para penumpang agar selamat sampai tujuan. Aku mulai berpikir kembali, bahwa hal yang ia lakukan itu merupakan sebuah rayuan untuk menggoda kami—para penumpang—agar mengeluarkan beberapa keping uang recehan. Dan, ya, benar saja. Beberapa saat kemudian, pemuda tinggi itu tiba menghampiriku dan mengulurkan telapak tangannya yang tengah menggenggam uang receh dan uang seribuan. Tanpa keberatan, aku pun iseng memberikan satu keping uang koin 500-an. Ucapan “makasih”  lumayan jelas terdengar di telingaku. Tanpa aku hiraukan lagi, aku langsung memalingkan wajah ke arah jendela dan menyandarkan kembali posisi badanku yang tadi sedikit tegap.
Sungguh rasa kantuk ditambah kepala yang sedikit pusing menggodaku untuk kembali terlelap tidur, tapi entahlah, tiba- tiba aku merasa sedikit lebih bersemangat untuk menuliskan beberapa pelajaran yang dapat aku ambil dari 3 gadis remaja dan seorang pemuda tadi. Seolah mendapatkan imajinasi “dadakan”, aku melanjutkan untuk menulis beberap hal yang dapat aku ambil dari para pemuda- pemudi yang tadi aku jumpai.
        Betapa beruntungnya kita masih bisa melanjutkan pendidikan dan mendapatkan fasilitas yang berkecukupan atau mungkin fasilitas yang serba lengkap dari orang tua. Kita tidak perlu lagi bersusah payah untuk bekerja, mencari uang untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup. Betapa pentingnya kita melihat kebawah. Betapa pentingnya kita bersyukur atas apa yang telah dikaruniakan Allah SWT pada kita. Masihkah pantas ketika kita harus selalu mengeluh pada setiap keadaan yang mungki baru dirasa sedikit sulit, atau mungkin kita dihadapkan pada hal yang sebenarnya masih bisa kita atasi, tapi atas dasar rasa malas dan tidak mau bersusah payah, kita seringkali mengeluh dan malah berleha- leha. Astagfirullah’aladziim.
Coba kita merenung sejenak dan membayangkan kita ada diposisi seperti 3 gadis remaja atau seorang pemuda pembaca puisi jalanan tadi! Mereka tidak seberuntung kita. Sungguh sangat disayangkan melihat mereka yang masih muda, nasibnya terkatung- katung tak tentu arah. Terbesit dalam benakku, “Apakah mereka mempunyai motivasi yang sama dengan kita untuk terus melanjutkan pendidikan? Apakah mengamen merupakan hal yang memang sebetulnya nyaman mereka lakukan karena dengan hal itu mereka bisa mendapatkan uang?”. Entahlah.
Cikopo, 20 Desember 2012, telah memberikan pelajaran. Peristiwa sederhana yang menyiratkan sejuta makna dan arti kenikmatan hidup. Betapa pentingnya kita bersyukur dan selalu melihat “kebawah” dalam hablu mina nass. Sungguh besar karunia-Mu. Sungguh nyata hidayah-Mu bagi umat yang mau menyadarinya. Ya Allah, bukakanlah selalu pintu hati kami untuk menerima hidayah-Mu. Amin.

By: Yena Agustin
        

CINTA SUCI SEORANG PENDOSA (Versi Lengkap)

CINTA SUCI SEORANG PENDOSA (Versi Lengkap)

Aku mungkin orang yang paling banyak dosanya di dunia ini. Semua dosa hampir sudah pernah aku coba. Dari minuman keras, ganja, dan lain sebagainya pernah kucoba.

Bahkan, beberapa orang mengenalku sebagai seorang preman. Setelah lulus SMA, aku tak melanjutkan kuliah, karena aku lebih senang kumpul dengan teman-temanku sesama pengangguran. orang tuaku bisa dikatakan kaya, tapi mereka tak mau peduli denganku, semuanya diselesaikan dengan uang. Parahnya, saat aku mabuk dan tak sadarkan diri banyak hal-hal negatif yang aku lakukan.

Dengan uang dan ketampanan yang aku punya, hampir semua tipe wanita sudah pernah kutaklukan. Namun, yang beberapa hari ini jadi perhatianku, aku ingin bisa menaklukan satu tipe wanita yang cukup sulit ditaklukan nampaknya, yaitu wanita berjilbab.

Akhirnya aku menemukan seorang wanita cantik berjilbab yang kujadikan target untuk mendapatkannya. Berbagai strategi kujalankan untuk mendapatkan seorang wanita cantik berbalut jilbab rapi di sebuah kampus. Karena aku tahu wanita seperti itu suka dengan lelaki yang suka mengaji dan berkumpul dengan orang-orang soleh, kuberanikan diri untuk pura-pura mengikuti kajian yang diadakan di kampus tersebut. Awalnya, fokusku bukan pada pengajiannya, namun pada cara beberapa lelaki di sekelilingku bersikap. Agar aku bisa meniru tingkah laku mereka agar hati wanita cantik berbalut hijab itu bisa kutaklukkan.

Namun entah mengapa, saat seorang ustadz mengajarkan tentang nikmtnya menjadi seorang muslim yang hidup tenang dunia akhirat, seperti ada setetes embun yang begitu menyejukkan hatiku yang selama ini kering. Seperti oase di tengah padang pasir. Pengajian perdana berlalu, entah mengapa ada kerinduan untuk mendengar kembali kajian selanjutnya. Jiwa ini seperti mendapat asupan setelah kelaparan yang berkepanjangan.

Kajian selanjutnya, kembali aku dapatkan kesejukan itu, hingga pertemuan-pertemuan selanjutnya. Akhirnya, akupun lupa dengan targetku untuk menaklukan wanita berjilbab panjang itu.

Akupun sedikit demi sedikit mulai berubah. Entah mengapa aku sudah malas ngobat, mabuk, dan kemaksiatan lainnya. Perlahan aku sudah jarang ditemui di tempat mangkalku dengan teman-teman lain sesama pemabuk. Aku justru ketagihan dengan sholat duha yang jadi amalan favoritku. Kadang aku berkata dalam hati, "Halo, kenapa aku jadi berubah gini? Mana aku yang dulu?"

Sampai suatu hari, seorang Ustadz bertanya, "Antum (Kamu) sudah siap nikah, ini kebetulan ada seorang akhwat yang sudah siap menikah. Antum kayaknya udah siap untuk nikah". Otakku seperti mau pecah, hatiku seperti kena petir. Sambil setengah gagap akupun berkata, "Ust.. Ustadz, saya ini banyak dosa. Tapi saya memang ingin sekali memperbaiki diri. Mudah-mudahan saya bisa menjadi imam yang baik. Bismillah, kalau ustadz yang merekomendasikan, saya siap ustadz".

Sekarang giliran Ustadznya yang kaget. "Bener siap?? Kapan kamu mau ta'aruf (Berkenalan) dengan akhwatnya?
Dengan tekad kuat, akupun menatap dalam-dalam mata Ustadz, "Ustadz, kalau memang memungkinkan, malam ini juga saya siap untuk melamar dan melangsungkan akad nikah. Saya gak mau berlama-lama. Kebetulan saya sudah punya tabungan yang cukup untuk mahar dan hidup bersama beberapa bulan kedepan".
"B.. bener? Kamu nggak akan lihat dulu akhwatnya?" Tanya sang Ustadz. "Afwan (Maaf) Ustadz, dia wanita tulen kan?" Tanyaku.
"Ya iyalah..hehe. Masa banci" Canda Ustadz. "Saat masa kelam dulu, saya sudah tahu semua tipe wanita. Saya nggak mau saya menikah karena nafsu saya padanya. Saya ingin menikahi wanita yang siap menerima saya sebagai imamnya. Yang bersama saya mempeleajari dan mengamalkan ajaran Islam. Mohon do'anya Ustadz" Jawabku mantap.

Singkat cerita, malam itu juga. aku dibawa ke rumah orang tua akhwat yang akupun tak tahu wajah dan latar belakang dirinya. Pikir sederhanaku, ada seorang wanita muslimah yang mau menerima aku apa adanya saja sudah Alhamdulillah.

Saat Sang Ustadz berbincang-bincang dengan keluarga akhwat tersebut, pikiran saya melayang-layang. Ingin rasanya mencubit pipi sambil bilang, "Benarkah ini terjadi? Sebentar lagi saya akan menikah?". Saat kedua orang tua wanita paham dengan tujuan kami kemari, mereka pun berkata, "Kalau kami sih nggak ada masalah, tapi ga tau anaknya mau atau nggak. Mikaila, kemari Nak!". Tiba-tiba dibalik tirai rumah yang sederhana itu muncul seorang bidadari yang begitu cantik, memakai kerudung putih rapi dengan mata menunduk dan senyum yang menggoda. "Allah, ternyata dia, orang yang dulu aku kejar-kejar sampai aku bisa berubah seperti ini!". Astagfirullah, segera kutundukkan kepala.

Orang tua akhwat itupun bertanya untuk kedua kalinya, "Nak, kamu sudah kenal dengan lelaki yang ingin melamarmu ini?". "Mm.. Belum mah, tapi wajahnya pernah hadir dalam mimpi Mikaila beberapa hari ini" Jawabnya begitu merdu. "Waduh, belum kenal. Jadi gimana, kamu setuju menikah dengan Mas ini atau mau dipikir masak-masak dulu?" Tanya sang ayah.

Beberapa saat, keadaan begitu sepi, seakan malam jum'at kliwon di sebuah hutan. Hatiku pun bergejolak, aku memang berharap, tapi aku siap jika aku ditolak. Jika diterima aku akan sujud syukur, jika ditolak aku akan berkata, "AllahuAkbar!"

Tiba-tiba, sebuah suara lembut begitu menyejukkan hati, seperti pertama kali aku menikmati siraman hidayah mengalir di tubuhku, "InsyaAllah, dengan memohon petunjuk dan rahmat dari Allah, Mikaila siap membangun cinta karena Allah, berusaha menjadi istri solehah, setia menemani Mas dalam berjuang di jalan Allah. Bismillah, Mikaila siap diimami".

Lantunan kata itu bukan hanya lembut, tapi membuat mataku meleleh. Teringat kembali masa-masa kelam yang kujalani selama ini. Akankah aku mengatakannya sekarang di depan semua orang? Ataukah hanya akan kuberitahu pada calon istriku? Atau selamanya akan kupendam, atau bahkan kulupakan. Beberap saat hatiku berkecamuk.

Kutersadar dari lamunan saat Ustadz berkata, "Alhamdulillah, kalau seperti itu, bagaimana kalau malam ini saja langsung akad nikah, biar cepat halal. InsyaAllah resepsi bisa menyusul".

Singkat cerita, malam itu dengan pertimbangan banyak pihak akhirnya akupun berhasil meminang seorang bidadari cantik jelita, anugerah terindah dariNya.

Malam itu juga aku ajak Mikaila ke sebuah hotel yang cukup mewah. Setelah wudhu bersama, sholat 2 rakaat dan mencium keningnya, akupun memegang tangannya perlahan, sambil malu-malu menatap matanya yang indah itu, "Sayang, benarkah kau mau menerima diriku apa adanya?" Jawabku lirih. "InsyaAllah saya menerima Mas apa adanya". Mataku mulai berkaca-kaca, "Tapi aku punya masa kelam yang..." Belum sempat aku melanjutkan, jari tangannya yang lentik menyentuh bibirku, "Sstt.. Mas, saat akad tadi terucap aku sudah pasrahkan semuanya pada Allah. Aku terima mas apa adanya, aku punya masa lalu, mas juga punya masa lalu, yang penting bukan masa lalu, tapi hari ini dan hari-hari selanjutnya yang akan kita bangun".

Subhanallah, akupun memeluknya sambill air mataku meleleh. Begitu bahagia rasanya mempunyai istri solehah yang ikhlas menerimaku apa adanya. Malam itupun aku terkejut karena ternyata istriku penghafal quran, lebih dari 20 juz ia hafal beserta artinya. Maka nikmat Allah mana lagi yang hendak kau dustakan?

Malamitu, malam terindah yang pernah ada dalam hidupku. AllahuAkbar!

***

Semoga kita bisa mengambil ibroh dari cerita di atas. Sekelam appaun masa lalumu, segeralah bertaubat, dan ganti dengan amal baik.

Allah yang Maha Pemberi Jodoh Terbaik
Semoga memberikan yang terbaik
untuk dunia akhirat kita. Aamiin.

Sumber: fanspage Setia Furqon Kholid

Doa dari para wanita muslimah:)


Bismillahirrahmanirrahim...
Ya Rabbi...
Aku berdoa untuk seorang pria, yang akan menjadi bagian dari hidupku.
Seorang pria yang sungguh mencintaiMu lebih dari segala sesuatu.
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau.
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMu.
Seorang pria yang mempunyai sebuah hati yang sungguh mencintai dan haus akan Engkau dan memiliki keinginan untuk meneladani sifat- sifat AgungMu.
Seorang pria yang mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup, sehingga hidupnya tidak sia- sia.
Seorang pria yang memiliki hati yang bijak bukan hanya sekedar berotak cerdas.
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tetapi menghormatiku.
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga menasehati ketika aku berbuat salah.
Seorang pria yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tetapi karena hatiku.
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi.
Seorang pria yang dapat  membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika berada di sebelahnya.
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya.
Seorang pria yang membutuhkan senyumanku untuk mengatasi kesedihannya.
Seorang pria yang membutuhkan diriku untuk mmebuat hidupnya menjadi lebih sempurna.

Dan aku jugha meminta:
Buatlah aku menjadi seorang perempuan yang dapat membuat pria itu bangga.
Berikanlah aku sebuah hati yang sungguh mencintaiMu, sehingga aku dapat mencintainya dengan cintaMu, bukan mencintainya dengan sekedar cintaku.
Berikanlah sifatMu yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMu bukan dari luar diriku.
Berilah aku tanganMu sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya.
Berilah aku penglihatanMu sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dalam dirinya dan bukan hal buruk saja.
Berikan aku mulutMu yang penuh dengan kata- kata kebijaksanaanMu dan pemberi semangat, sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari, dan aku dapat tersenyum padanya setiap pagi.
Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan “Betapa besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku seseorang yang dapat membuat hidupku menjadi lebih sempurna”. Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang Kau tentukan.

Dikutip dari Fans Page "Strawberry"