Minggu, 25 Desember 2016

Secuil Kontribusi untuk KPIS Banten

 Hari minggu ini betul-betul bermanfaat. Agendaku dari pagi hingga sore full membersamai KAMMI. Dari mulai Training Motivasi & Launching KPIS Banten hingga mampir ke acara Musyawarah Komisariat KAMMI UIN Sultan Maulana Hasanudin, Banten. Berjumpa dengan teman-teman yang shalih dan shaleha membuatku bahagia dan tak henti bersyukur. Belum lagi suasana baru ketika salah satu temanku mengajak "mampir" sebentar ke acara Muktamar salah satu LDF di kampusnya. Hanya ghiroh, ghiroh, dan ghiroh baru yang kurasakan. Betapa mereka sangat luar biasa dalam melaksanakan agenda-agenda dakwah. Malu rasanya jika aku masih mengeluh dan merasa diri ini paling sibuk.
Sedikit bercerita terkait kegiatan Training Motivasi & Launching KPIS Banten yang telah diselenggarakan tadi pagi tepat pukul 09.00 WIB. Sesuai nama perumahannya, suasana hangat dan damai nampak terpancar dari sambutan dan wajah para peserta dan pengurus komunitas Remaja Islam Masjid (RISMA) Baitul Tamwil Al Quwaity, Ciujung Damai-Serang. Mereka terlihat antusias namun malu-malu ketika bertemu denganku dan beberapa pengurus KPIS lainnya. Oiya, KPIS itu Komunitas Perempuan Indonesia Sehat. Singkatnya, KPIS itu adalah program yang dicanangkan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan (BPP) KAMMI Pusat. Aku dan dua orang temanku yang masing-masing ketua BPP KAMMI Wilayah Banten dan KAMMI Daerah Serang menjadi bagian dari struktur kepengurusan KPIS Banten yang baru tadi pagi launching. Kedepannya kami berharap bisa bergerak melakukan sosialisasi dan penyuluhan ke sekolah-sekolah setingkat SMP dan SMA yang ada di kota maupun kabupaten Serang.
Alhamdulillah acara tadi pagi berjalan dengan lancar tanpa hambatan berarti. Namun bukan berarti tidak ada koreksi, khususnya untukku yang kebagian amanah untuk menyampaikan motivasi. Banyak sekali PR yang bukan lagi harus dikerjakan, tapi dikoreksi. Bismillah, semoga diri ini bisa selalu istiqomah belajar menjadi lebih baik. Aamiin.
Tak banyak yang bisa aku lakukan untuk dakwah ini, tapi apapun yang menjadi amanahku inshaAlloh akan aku kerjakan dengan maksimal. Tak jarang aku membayangkan posisi diriku dalam dakwah di masa yang akan datang. Hanya harapan agar diri ini tak pernah mundur dari perjuangan yang selalu aku panjatkan. Aku hanya bisa terus berdoa agar selalu diberikan hidayah dan ketetapan hati untuk istiqomah. Dan secuil kontribusi ini mudah-mudahan berkah.
Serang, 25 Desember 2016
ditulis menjelang mudik ke Kuningan esok hari


Rabu, 21 Desember 2016

Ketika Ia Datang

Ketika ia (laki-laki) yang pertama datang, bukan berarti ia sudah pasti jodohmu. Banyak pertimbangan yang pastinya engkau (perempuan) pikirkan. Perkara shaleh benar-benar hal yang sangat fana, tak bisa dilihat hanya dengan pandangan mata. Bahkan yang bergelar "ikhwan" sekalipun, tak ada yang tahu, kecuali Alloh dan dirinya (ikhwan itu) sendiri.
Konsultasi dengan Sang Pemilik Hati adalah hal wajib yang pertama kali harus dilakukan ketika memang masa untuk memilih itu telah tiba. Dan hal lainnya ialah menyampaikan apa yang kita alami pada keluarga beserta murobbi. Beruntunglah bagi yang istiqomah mengikuti liqo atau halaqoh. Banyak nasehat dan cerita terkait pengalaman yang telah mereka lalui secara langsung. Semua hal itu bisa kita jadikan renungan.
Apalah arti mapan dan ketampanan, jika indikator utama dalam menilai calon pendamping hidup cukuplah dengan akhlaq-nya atau keshalehan-nya.
"Shalat-nya, Yen! Shalat-nya!", tegas murobbi padaku.
Aku hanya bisa tertunduk menutup wajah dengan kedua telapak tanganku. Aku berpikir panjang hingga akhirnya diamku terurai.
"Sudah banyak pengalaman yang mba lalui dengan Abi-nya untuk memproses akhwat dengan ikhwan. Pun kejadian ikhwah yang sudah berumah tangga namun harus bercerai karena latar belakang proses awal taaruf yang memang tidak melalui rekomendasi murobbi. Jangan buru-buru. Sekarang abaikan saja yang katanya mau ke rumah. Ke rumah ya ke rumah saja silahkan, silaturahmi. Jika dia serius , ya dia harus datangi bapakmu! Bapak dimana? Di Jawa toh? Ya dia pergi temui bapakmu ke Jawa. Setelah itu, toh keputusan pasti masih ada di tanganmu. Ndak usah jauh-jauh kesitulah. Dia bilang Ramadhan lamaran dan akad idul fitri toh? Wes, santai saja. Kita ndak tahu toh dari sekarang sampai Ramadhan apa yang terjadi. Siapa tahu kamu atau dianya sendiri bertemu orang lain yang ternyata jodoh. Lakukan dan pikirkan yang di depan mata saja! Yang jelas ada di depan mata untuk minta dikerjakan, ya skripsi ya ngajar! Ndak usah galau! Ini cuma sebentar, nanti juga galaunya hilang, abaikan saja!", ujar murobbi-ku sambil pecah tawanya.
Dari semua hal yang kucurahkan, lega-lah aku dari sebelumnya. Perkara sholat, benar-benar itu indikatornya. Jika shalatnya saja masih malas-malasan ke masjid, bagaimana ketika membangun rumah tangga denganmu?

Libur Telah Tiba!

Selamat berlibur...
Nikmatnya bisa menghela nafas panjang setelah mengencangkan sabuk setiap harinya demi persiapan mengajar hingga pengisian rapot dan acara pengambilan rapot oleh orang tua murid di TK tempatku mengajar. Pengalaman pertama yang sangat mengesankan dan penuh dengan pelajaran baru yang tak pernah aku dapatkan di bangku kuliah. Bertatap wajah secara langsung dengan orang tua murid menjadi hal yang paling mendebarkan pada tanggal 20 Desember kemarin. Bahkan dengan tulus mereka membawa bingkisan-bingkisan yang tak pernah kami minta sebagai guru dari anak-anak mereka.
Dua kantong besar akhirnya kubawa pulang dari sekolah. Kantong itu berisi kue-kue, camilan, dan kado yang diberikan khusus untukku dari dua orang wali murid. Sebuah handuk tebal berwarna ungu dan jilbab lebar berwarna pink terbungkus rapih dalam balutan kertas kado. Terharu rasanya.
Kini aku masih di Serang untuk mengurus beberapa hal terkait skripsi dan untuk menghadiri undangan khitanan salah seorang rekan di tempat kos-ku dulu. Selesai semua hal itu, aku ingin bergegas pulang melepas penat dan rindu.
Oh iya, selamat hari ibu, mamah!
Serang, 22 Desember 2016

Senin, 12 Desember 2016

#aksi1212

Kemarin umat Islam berbahagia karena telah diselenggarakan Shubuh Akbar Nasional yang bertepatan dengan Maulid Nabi SAW. Aku sendiri berkesempatan untuk mengikuti aksi yang lebih dikenal dengan sebutan #aksi1212 tersebut. Berawal dari mengikuti RAPIMDA KAMMI Serang yang diadakan sehari sebelumnya dan selesai saat tengah malam, paginya ketua umum KAMMI Daerah Serang memberikan instruksi kepada seluruh peserta RAPIMDA untuk mengikuti #aksi1212 di Masjid Agung Ats-Tsauroh Kota Serang. Jarak tempuh yang tidak terlalu jauh dari lokasi RAPIMDA memudahkan kami untuk pergi dengan sepeda motor. Dibawah instruksi ketua umum, kami berangkat bersama dengan dipimpin satu motor ikhwan di barisan pertama, rombongan motor akhwat dibarisan yang kedua, dan rombongan motor ikhwan di barisan terakhir. Tak ada perasaan lain sepanjang perjalanan itu, kecuali hati ini bergetar. Allahu Akbar!

Meski gerimis dan kantuk melanda, semangatku tak patah melihat jama’ah lain yang berdatangan. Shalawat menggema mengiringi langkah kaki mereka. Dimulailah rangkaian kegiatan Shubuh Akbar dengan shalat tahiyatul masjid, tahajud, qobliyah shubuh, shalat shubuh, shalat ghaib, Al Matsurat berjama’ah, sambutan wakil walikota Serang, dan tausyiah. Suasana penuh khidmat dan derai haru karena melihat jama’ah shalat shubuh yang lebih banyak daripada hari-hari biasanya. Hanya tangis yang lagi-lagi terderai. Semoga ini menjadi langkah awal kebangkitan umat Islam dan proses melatih diri bagi kita agar terhindar dari penyakit munafik. Aamiin

Jumat, 25 November 2016

Good Moody


Udah weekend lagi J Mulai dari kemarin dan hari minggu ini edisinya mood banget buat berduaan sama laptop. Kalo buat aku sendiri kayanya ini wujud dari tekad aku yang gak mau lagi leha-leha. Kemarin, hari ini, dan besok bisa jadi hari dimana aku harus sungguh-sungguh merevisi bab 4 skripsiku. Karena waktu-waktu senggangku setelah bimbingan minggu kemarin sempat aku gunakan untuk berleha-leha dengan menonton film! Ckck
Jujur aku memang lelah. Pulang mengajar TK, aku masih harus mengajar privat, mengerjakan pekerjaan rumah, dan melingkar 2x dalam sepekan. Aku mungkin bukan satu-satunya orang yang paling sibuk di dunia, aku yakin masih banyak orang yang lebih sibuk dariku, tapi jujur aku tak dapat menepis rasa lelah dan jenuh.
Saat sedang berleha-leha, sering aku teringat pada tugas-tugas yang menanti. Saat ini, observasi ke TK dan melengkapi dua instrumen penelitian, serta membuat makalah seminar dan membuat laporan hasil kegiatan belajar mengajar di TK menjadi antrian panjang yang deadline-nya sama-sama sebentar lagi.
Dari semua hal itu aku harus selalu yakin untuk bisa menyelesaikannya. Bismillah.


Serang, 20 November 2016

Senin, 07 November 2016

Ketika Akhir Pekan Berakhir


Malam ini ditutup dengan agenda mempersiapkan bahan ajar les privat bahasa inggris untuk besok malam. Ya, selain mengajar TK, mulai tanggal 20 Oktober kemarin aku mengambil tawaran mengajar les privat bahasa inggris dari seorang adik tingkatku. Waktunya seminggu dua kali, mulai sekitar setengah 7 malam hingga sekitar pukul 8 malam. Awalnya pertemuan dilakukan hari Selasa dan Kamis, namun mulai minggu depan diubah menjadi Senin dan Rabu.
Aku mengajar sepasang anak kembar, namanya Danish dan Danisha. Mereka kelas 4 SD. Meski kembar, mereka memiliki karakter yang sangat berbeda. Danish cepat ngantuk, pelupa, dan tidak menyukai kompetisi. Sedangkan Danisha lebih bersemangat, pengingat yang cukup baik, dan menyukai kompetisi. Bagaimana pun sifat mereka, aku tetap bersemangat untuk berbagi ilmu. Mereka sudah ku anggap sebagai adik-adikku. Tapi entah apakah mereka menganggapku sebagai kakak mereka. Haha
 Itu sekilas tentang kisahku mengajar les privat. Mengajar privat memang bukan kali pertama bagiku. Sebelumnya aku pernah mengajar privat mata pelajaran IPA kelas 4 SD. Tapi kali ini kali pertama aku yang harus mendatangi rumah muridku. Bayaran dari les privatku yang sekarang juga lebih kecil, tapi aku tetap bersyukur. Karena dengan mengajar les privat ini bisa sangat membantuku untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup selama di Serang.
Sejak tahu bahwa aku tidak mendapatkan lagi beasiswa bidik misi, sadar bahwa tidak mungkin lagi mengharapkan kiriman uang dari orang tua, dan sejak tahu bahwa pamanku pun tak membantu keuangan kuliahku lagi di semester 9 ini, aku bertekad untuk mencari lagi penghasilan tambahan. Jam keluar malam pun aku abaikan. Hanya bisa berharap semua yang kulakukan berkah.
Karena itulah, aku tak bisa lagi secara utuh menikmati akhir pekanku. Ada saja yang harus aku kerjakan, dan itu tentunya menghabiskan waktu, termasuk waktu istirahat, tenaga, hingga hanya tersisa sisa-sisa tenaga. Tak apa, manisnya perjuangan akan terasa di akhir.
Ingat tentang perjuangan, ingat skripsi. Masih berjuang nih!
Alhamdulillah Bab 1 dan Bab 3 sudah di-acc oleh dosen pembimbing II, besok hari Selasa tinggal bimbingan dengan dosen  pembimbing I. Untuk Bab 2 baru selesai kemarin, dan bimbingan hasil revisi akan dilakukan besok. Bismillah, semoga semuanya lancar. Aku berharap skripsiku cepat selesai.
Oh akhir pekan, terima kasih telah menjadi bonus waktu bagiku dalam jejak perjuangan ini. Semoga setelah semua ini selesai, aku dapat mengejar impianku yang lain. Impian untuk lebih dekat dengan Rabb-ku, dekat dengan Al-Qur’an. Aamiin

Serang, 6 November 2016

Kamis, 20 Oktober 2016

Antara Kita, Indonesia, dan Thailand

Tiga hari sudah kita berpisah. Terminal 2F itu menjadi saksi bisu perpisahan kita. Kita yang bertemu, selalu bersama, kemudian berpisah. Andai waktu memberikan kesempatannya lebih dari 6 hari, pasti akan lebih banyak hal yang bisa kita pelajari.
Sedih itu masih ada. Tapi aku paham bahwa perjalanan hidup ini bagaikan roda, tak boleh berhenti, karena nantinya hidup menjadi tak berarti.
Sebelumnya aku tak pernah membayangkan persahabatan yang seperti ini. Diawali dengan keberangkatan salah satu alumni kampus untuk S2 di Thailand, kemudian diriku yang turut menyusul dengan program kegiatan yang berbeda, kita saling jumpa dengan guru yang sama. Hingga akhirnya kalian jauh datang dari sana ke Indonesia. Sungguh takkan pernah terlupa.
Kami antusias menyambut kalian yang jauh-jauh datang dari Thailand. Acara penting itu pun dimulai. Detik-detiknya terasa menegangkan. Namun semua berlalu begitu cepat, hingga akhirnya persinggahan di tanah jawara harus usai dan tanah legenda menjadi tujuan jalan-jalan.
Entah kesan apa yang ada di dalam hati kalian. Tapi kami sungguh senang, atau mungkin hanya aku?
Canda tawa yang selalu mengiringi setiap perjalanan, amarah dan haru pun seakan hanya menjadi bumbu.
Kami senang, kami riang. Dan kini, kami merindukan kalian. Atau... hanya aku?






Jumat, 07 Oktober 2016

Mengamati Perkembangan Jaman di Pasar Lama


Saat ini, ikan, sayuran, dan buah-buahan milik mereka masih segar. Tak banyak yang bisa aku lakukan, selain duduk di depan ruko yang sudah tutup karena petang menjelang. Aku terjebak hujan.
Seorang ibu paruh baya berbusana rapih menghampiriku dan duduk disampingku.
“Hendak kembali ke kos”, jawabku ketika beliau bertanya tujuan perjalananku.
“Ke kondangan, neng”, balasnya selepas pertanyaan terlontar dariku terkait hal serupa seperti pertanyaan beliau di awal.
Saat itu juga pandanganku langsung menyisir jajaran lapak para pedagang di Pasar Lama. Tepat di salah satu ruko, sebelum perempatan, berdiri cukup megah tenda hajatan. Pinggiran jalan yang dijadikan tempat prasmanan dan pelaminan dipastikan tergenang air hujan yang menyumbat. Alasan itulah yang sekiranya dipilih Si ibu sebagai pembenar bahwa ia harus turut berhenti sejenak dan duduk disampingku.
Tak jauh dari tenda hajatan, tuan pemilik lapak arang, kelapa muda, dan ikan secara serentak kulihat menggelar terpal. Pun pembeli, mereka berebut ‘terpal besi’ di ruko milik ‘Si Cici’ dan ‘Si Koko’. Hampir sebagian besar empunya ruko di Pasar Lama  memang ‘Si Koko’. ‘Si Koko’ harus rela berbagi lahan depan ruko untuk lapak dagang orang-orang yang berjuang membeli sembako.
“Beruntung”, batinku. Aku hanya harus sesekali menikmati hujan yang datang tak bilang-bilang. Aku juga hanya harus sesekali saja merasakan terpaan angin kencang, basahnya air hujan, dan petir yang berdendang. Itu pun hanya karena aku yang masih mengayuh sepeda di tengah perjalanan pulang dari kegiatan melingkar. Tak seperti mereka yang sudah lama mengadu nasib di Pasar Lama. Mereka terus mengikuti jaman. Tapi sayang seribu sayang, jaman berubah seiring berjalannya waktu. Jaman sepertinya tak bisa menjanjikan apa-apa di Pasar Lama. Karena tak lama lagi jaman akan naik dan terus berubah.
Ah, jaman. Aku hanya pendatang di tanah gersang. Tapi gersangnya tanah ini menempaku agar terus membara seperti arang. Wahai arang dan Pasar Lama, terima kasih telah mengajariku untuk terus memiliki rasa syukur dan semangat yang membara.

Pasar Lama, 7 Oktober 2016

Ditulis saat berteduh di ruko Pasar Lama

Selasa, 04 Oktober 2016

CATATAN HARIAN SEORANG GURU TK: KECIPRATAN TINTA SPIDOL

Rutinitasku di awal pekan ini berjalan seperti biasanya. Pagi-pagi pergi ke TK untuk mengajar, sore harinya rapat persiapan seminar internasional di kampus, dan kini saat malam tiba, aku berusaha fokus mengerjakan skripsi. Ada beberapa hal yang membuatku semakin tidak bersemangat hari ini. Pertama, seragam yang aku gunakan untuk mengajar terasa tidak nyaman. Padahal dari malam sebelumnya aku sudah menyiapkan rok, kemeja, dan kerudung yang akan aku gunakan. Warna yang aku pilih antara rok, kemeja, dan kerudung sudah pas pikirku. Ternyata salah. Rok dan kerudung sama-sama berwarna abu, namun berbeda macam abu-nya. Jadilah aku tetap berangkat tanpa berganti pakaian karena waktu yang sudah semakin siang. Kedua, sesampainya di sekolah tiba-tiba dengan semangatnya salah satu ibu dari anak muridku meminta nomor handphone-ku. Aku pikir hal yang lumrah, mengingat aku adalah wali kelas anaknya di kelas A. Ternyata si ibu berniat serius mengenalkanku dengan seorang laki-laki yang merupakan saudaranya. Aku hanya bisa berdalih ingin fokus skripsi dan belum memikirkan jodoh ketika si ibu melontarkan pertanyaan “sudah ada calon belum?”. Ckck. Ketiga, rok abu yang merupakan rok seragam PG PAUD di kampusku harus menjadi korban tinta hitam spidol yang bocor saat hendak aku gunakan. Aku sempat pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tinta spidol itu dengan air, tapi hasilnya percuma. Tinta tersebut cepat mengering dan menempel di rok-ku. Tak putus asa, saat tiba di kontrakan, aku berusaha menyikatnya. Tapi sayang, rok kesukaanku itu harus kurelakan terkena noda hitam. Sampai saat ini aku masih merendamnya dengan deterjen yang sebelumnya aku kenal ampuh dalam menghilangkan noda. Ya, siapa yang tahu. Hiks hiks
Selain hal diatas, hari ini pun merupakan pertama kalinya aku mendapatkan gaji pertama secara utuh dari TK. Besarnya gajiku selama mengajar satu bulan di TK yaitu Rp280.000. Bulan lalu aku hanya mendapatkan Rp60.000. Hal tersebut karena awal aku mulai masuk mengajar di TK tidak tepat saat awal bulan, melainkan tanggal 24. Sebetulnya uang yang aku dapatkan dari TK tempatku mengajar tidak hanya dari gaji bulanan, melainkan ada juga upah bulanan dari kegiatan les baca, tulis, hitung yang diselenggarakan oleh TK tanpa mewajibkan siswanya untuk ikut semua. Upah tersebut sudah diberikan ibu kepala sekolah sebelum awal bulan. Jumlah yang aku dapatkan Rp.215.000. Kenapa ibu kepala sekolah membagikan gaji itu diawal waktu? Karena beliau bermaksud untuk membantuku. Jadi ceritanya tanggal 1 Oktober kemarin sekolah mengikuti kegiatan manasik haji. Semua murid dan guru harus menggunakan seragam putih. Dari semua guru, hanya aku satu-satunya yang belum menemukan rok putih untuk aku gunakan saat hari H. Adapun yang mereka miliki adalah celana putih. Dengan tebakan bahwa beliau-beliau mengetahui bahwa aku tidak pernah menggunakan celana sebagai bawahan untuk menunjang penampilanku, alhasil gaji itu dibagikan diawal agar aku dapat segera membeli rok putih.
Kurang lebih seperti itulah dilema seorang guru TK. Dengan kebutuhan banyak, penghasilan yang mereka dapatkan hanya sedikit. Namun, aku tetap bersyukur. Entah kenapa, sejak pulang dari Thailand dan tidak mendapat kiriman uang lagi dari orang tua dan paman, aku malah semakin bertekad kuat untuk mandiri. Sudah hampir dua bulan aku bertahan di Serang—setelah pulang dari Thailand—tekadku semakin kuat untuk tidak meminta uang. Usahaku untuk mencari peluang bisnis masih berjalan walaupun belum action. Dan usahaku untuk mencari penghasilan tambahan dari kegiatan les privat akhirnya hampir membuahkan hasil. Itu semua tentu atas Sang Maha Pemurah. Bismillah... saat ini juga bebanku semakin bertambah dengan tugas untuk menerbitkan artikel yang diperintahkan oleh bapak direktur kampus. Padahal skripsi masing mengawang-awang. Demikian catatan hati seorang guru TK. Semoga menginspirasi.
-Pekatnya malam pasti berganti siang-

Serang, 3 Oktober 2016

Rabu, 28 September 2016

Catatan Harian Mahasiswa PPL: Memulai Catatan Hati Seorang Guru TK


Aku tak pernah tahu  betul apa indikator bagi seseorang sehingga ia cocok diberi gelar sebagai “guru TK”, because that is not easy! Karena bagiku sekalipun yang seorang mahasiswa semester 9 jurusan Pendidikan Guru PAUD, sekaligus guru kelas A di salah satu TK swasta di kota Serang, menjadi guru TK itu bukan pekerjaan gampang. *ciyeee guru!
Tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh seorang guru TK tidaklah ringan dan mudah (bagiku). Belum lagi jika kerja sama dengan orang tua murid memble dalam artian sang orang tua yang menyerahkan sepenuhnya pendidikan sang anak kepada sekolah. Padahal waktu si anak jelas lebih banyak di rumah dibandingkan di sekolah. Seharusnya dasar pendidikan anak ya di rumah. Tapi ya itu (banyak “ya” nya ya -_- ), masih banyak orang tua yang belum memiliki visi dan misi keluarga yang jelas, mau dibawa kemana arah pendidikan anak mereka. Misal, dasar pendidikan agama sang anak kurang, alhasil guru kewalahan dengan request-an orang tua yang menginginkan anaknya pintar ini dan itu, tapi keadaan si anak “datang” ke sekolah dalam keadaan NOL.
Jadi guru TK itu rasanya seru seru serem. Dapat bertemu dengan anak-anak yang polos dan lucu terkadang menjadi hal yang menyenangkan bagiku. Tak jarang tingkah mereka membuatku tergelitik untuk tertawa. Misal,
Hazel

Aku     : “Hazel punya adik ya?”
Hazel   : “Iya, coba ayo tebak namanya!”
Aku     : “Siapa ya? Bu guru kan ngga tau, Zel.”
Hazel   : “Ya bu guru harusnya bisa nebak dong! Kan adik Hazel lucu.”
Aku     : (ya terus apa hubungannya?) %$#@+_*&
Tak jarang aku harus pulang dalam keadaan letih karena pulang pergi ke TK dengan menggunakan sepeda dan mood yang selalu menurun sebelum weekend tiba. Belum lagi seminggu terakhir ini banyak kejutan yang diberikan anak-anak muridku di kelas A, seperti anak yang ingin BAB dan tiba-tiba muntah. Kedua masalah tersebut merupakan kali pertama aku mengalaminya. Kaget jelas, merasa jijik wajar, namun aku bersabar dan menganggap itu sebagai sebuah pembelajaran. Lagi-lagi demi cita-citaku untuk menjadi dosen PG PAUD.
Aku akan memanfaatkan kesempatan mengajar ini dengan sebaik-baiknya. Batas waktuku mengajar di sekolah TK tersebut sudah jelas hanya sampai akhir tahun ajaran baru alias bulan Desember. Sebetulnya aku ingin bertahan lebih lama, namun karena alasan tidak ingin merepotkan administrasi sekolah yang nantinya acak-acakan karena aku berhenti di tengah-tengah tahun ajaran baru, maka jalan terbaiknya adalah hal pertama yang tadi aku sebutkan.
So, keep spirit, Yena!
Serang, 28 September 2016

Ditulis dengan kondisi memaksakan diri yang sedang dalam keadaan malas luar biasa karena efek semester akhir dengan ditemani gemercik hujan diluar kontrakan

Kamis, 22 September 2016

Catatan Harian Mahasiswa PPL: Ujian PPL atau Ujian Kehidupan Bagi Mahasiswa Semester 9?

Tuntas sudah sebagian kewajibanku dalam perkuliahan. Tepat pagi hingga siang tadi usai sudah 16 penampilan mengajar dan ujian PPL yang menjadi ‘hutang’ bagiku. Membuat dan menyiapkan media pembelajaran, menulis RPPH (Rencana Program Pembelajaran Harian), mengajar kelompok A dan kelompok B di TK mitra PPL secara bergantian setiap harinya, menyiapkan format penilaian, merekap nilai dari guru pamong, dan bimbingan dengan dosen pembimbing PPL menjadi rutinitas yang kumulai kembali sejak akhir Agustus kemarin. Ini barulah sebagian, bahkan dapat dikatakan baru seperempatnya. Laporan akhir PPL dan skripsi masih menunggu untuk diselesaikan.
Akhir September ini kutargetkan untuk sesegera mungkin menyelesaikan laporan PPL. Selain alasan lebih cepat lebih baik, beberapa agenda penting terkait kedatangan Dr. Jiraporn yang pernah menjadi dosen pembimbingku di Thailand menjadi alasan lain untuk segera menyelesaikan urusan PPL. Kurang lebih seminggu lamanya aku harus bersiap membantu pak Direk di kampus untuk menyiapkan acara seminar internasional yang akan diselenggarakan pada tanggal 15 Oktober nanti. Salah satu agenda kunjungan ke UPI Bandung pun harus aku ikuti karena they are need guides and I ready for it.
Rapat terkait seminar internasional ini akan kembali diselenggarakan ada tanggal 26 September mendatang setelah sebelumnya rapat perdana diselenggarakan kemarin (19/9). Lelah sudah pasti, puncaknya kemarin. Namanya juga wanita, berderailah air mata. That is not ujian PPL, tapi terasa seperti ujian bagi seorang mahasiswa semester 9. Setiap pagi aku berangkat pukul 7 menggunakan sepeda. Pembelajaran di kelas selesai pukul 10.30 dan guru baru bisa pulang dari kantor sekitar pukul 12 siang. Tepat sekitar pukul 12.30 aku baru tiba di rumah kontrakanku dengan kondisi lelah karena rute bersepeda yang aku lalui ketika pulang dari TK adalah jalanan menanjak.

Dibalik itu semua, hangatnya suasana yang dihadirkan oleh anak-anak menjadi penawar rasa lelah dan jenuhku. Selalu ada canda tawa dan celotehan cerdas dari anak-anak muridku. Tingkah laku mereka dan ekpresi wajah polos yang mengundang rasa rindu setiap kali harus berpisah dengan mereka setiap pulang sekolah menjadi fenomena unik yang kembali aku rasakan. Aku selalu yakin bahwa terangnya siang akan hadir setelah pekatnya malam. Bismillah...

Jumat, 02 September 2016

Caraku Untuk Menjauh By @amaliahrh

Ini adalah caraku.
Caraku tuk menjauh.
Pergi.
Lalu akhirnya menghilang.

Hilang darimu.
Hilang dari duniamu.
Perlahan-lahan.
Agar kau tak merasa jika aku benar-benar bergegas tanpa harus mengucapkan “selamat tinggal” kepadamu.

Ketika aku telah tiada.
Untuk mendengar ceritamu.
Semoga kau tak lagi mencariku.
Tak lagi membuatku pura-pura untuk tidak mempedulikanmu.
Jangan lakukan itu.
Aku mohon.
Itu hanya membuatku terluka.

Aku ingin.
Satu hari itu benar-benar terjadi.
Kau tak begitu menyadarinya.
Bahwa kau sedang dijauhi oleh seseorang
Yang nyaris kau membuatnya begitu sempurna.
Hari-harinya menjadi indah.
Dan itu adalah aku.

Aku tak ingin  kembali terluka hanya karena hatiku sudah terlalu mudah menghadirkan rasa.
Aku sudah enggan merasakannya jika alasanku hanya karena nyaman dengan suasana yang kau hadirkan untukku.
Cukup hari kemarin
Aku hanya ingin menjatuhkan perasaanku sedalam-dalamnya pada seseorang yang telah ditakdirkan olehNya untuk bersamaku suatu hari nanti.

Semoga aku bisa.
Dan aku harap.
Semoga kau terbiasa dengan sikapku.
Yang semakin hari.
Aku akan menjadi seseorang yang tak pernah mengenal dirimu sebelumnya.
Jangan memberiku sebuah pertanyaan tentang perbuatanku kali ini terhadap dirimu.
Karena yang kulakukan ini sudah begitu tepat.
Dan ini semua harus terjadi.
Ketika aku lebih memilih menjadi seseorang yang asing dikehidupanmu.
Ketika aku memilih menjadi seseorang yang asing di kehidupanmu.
Dibanding harus jatuh cinta kepadamu.
Yang belum pada waktunya


By @amaliahrh

Selasa, 30 Agustus 2016

Catatan Harian Mahasiswa PPL: Hari Kedua PPL

Seperti biasa, tepat pukul 07.00 WIB aku berangkat ke TK. Berdoa bersama guru dan kepala sekolah lalu mengajari anak-anak membaca buku Iqra menjadi rutinitas pagi hari sebelum berbaris di halaman. Seiring berjalannya waktu, aku terus berusaha untuk menghafal lagu anak-anak, doa sehari-hari, hadits, dan terjemahan surat-surat pendek. Membuat RPPH, mengisi penilaian perkembangan anak, dan mendata kehadiran anak juga menjadi rutinitasku. Mengkondisikan anak-anak masih menjadi kendala bagiku. Tapi kepala sekolah dan guru-guru senior dengan baik hati membantuku untuk menyelesaikan tugas-tugas di sekolah.
Hari ini anak-anak terlihat begitu antusias untuk membuat finger painting dan menebalkan huruf hijaiyah. Naza masih lucu dan manja dengan memegang tanganku untuk menuju kamar mandi hanya untuk sekedar cuci tangan sebelum makan dan duduk di pangkuanku ketika waktunya pulang. Si endut Azhar masih lucu dan tidak mau diam. Ia selalu berlari kesana kemari dan belum bisa mengikuti instruksi guru. 
Mereka menggemaskan dan selalu membuatku tersenyum. Semoga rindu selalu hadir disaat aku tidak bertemu dengan mereka agar niatku mengajar bukan hanya untuk memenuhi kebutuhanku untuk menimba ilmu, tapi karena memang rasa kasih sayang yang tulus untuk mengiringi tumbuh kembang mereka sampai usia 6 tahun. Semoga.

Serang, 30 Agustus 2016

Senin, 29 Agustus 2016

Catatan Harian Mahasiswa PPL: Hari Pertama PPL



Hazel
Hari ini adalah hari pertama aku kembali melanjutkan PPL yang tertunda. Dari 16 praktek mengajar yang harus aku lakukan di TK, total sudah 7 kali aku menyelesaikan praktek termasuk satu kali diantaranya yang baru kumulai lagi hari ini. Awalnya aku bersama 3 orang temanku tergabung dalam satu kelompok PPL di TK Aisyiah 1 Kota Serang, namun hanya dua orang yang berhasil menyelesaikan PPL tepat waktu. Aku sendiri harus berangkat internship ke Thailand dan satu orang lagi sakit dan harus istirahat total dari semua aktifitas kampus. Kini tinggal 9 kali lagi praktek yang harus aku selesaikan. Target PPL-ku selesai minggu depan. Minggu ini aku fokus praktek mengajar di kelompok A dan minggu depan praktek mengajar di kelompok B. Selepas PPL, aku akan tetap mengajar di TK itu sampai April atau Agustus tahun depan. Statusku bukan lagi mahasiswa PPL, tapi guru honorer TK swasta. Insha Alloh kesempatan menjadi guru honorer ini akan aku manfaatka dengan sebaik mungkin mengingat hal tersebut merupakan bekal ilmu bagiku untuk melanjutkan S2 PG PAUD.
Faza
Azhar dan Kaisya
Melakukan PPL sendirian tanpa teman satu kelompok tak melulu terasa sulit. Bahkan kali ini aku merasa bebanku lebih ringan untuk menyiapkan media dan RPPH (Rencana Program Pembelajaran Harian). Kepala sekolah dengan baik hati mempersilahkan aku untuk menggunakan media yang ada di kelas. Alasannya ya karena PPL yang aku lakukan ini sekaligus membantu proses pembelajaran di sekolah TK tersebut yang kekurangan guru. Dengan begitu, beban biaya dan tenaga bisa lebih efisien bagiku yang sudah bukan lagi mahasiswa penerima beasiswa.

Masih Hazel^^
Semangat dan motivasi terus aku kumpulkan setiap hari. Setiap paginya aku selalu tersenyum dan memotivasi diriku sendiri dengan kalimat “aku adalah pribadi yang penuh semangat, gembira, ceria, dan selalu jadi yang terbaik dalam setiap harinya”. Sedikit demi sedikit anak-anak di TK Aisyiah mulai kuhafal namanya satu per satu, mereka pun mulai akrab denganku. Strategi pembelajaran makin kukuasai seiring bergantinya hari. Tugas-tugas administrasi sekolah pun dengan ringan dapat aku selesaikan. Satu resep lain yang manjur untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menanti, Al Quran. Bismillah, besok hari kedua PPL, semangat! 

Sabtu, 27 Agustus 2016

23 di 24

Hari ini genap 23 tahun usiaku. Kemarin, sebuah harapan sederhana kutautkan dalam doa agar aku mendapatkan lowongan mengajar. Tak spesifik pintaku, dimana saja, asal aku bisa belajar mengajar anak-anak usia dini selama masa-masa penantianku untuk wisuda April tahun depan. Tujuannya, agar setelah lulus S1 aku bisa melanjutkan S2 PG PAUD. Jika memang Alloh mengizinkan, aku ingin menjadi dosen PG PAUD. Bukankah untuk mengajari calon guru PAUD, si dosen harus memiliki pengalaman mengajar anak usia dini di lingkungan PAUD?
Doaku itu kulakukan selepas shalat ashar, tak biasanya. Menjelang maghrib, sungguh ajaib karena tak butuh waktu lama aku mendapatkan jawaban dari-Nya. Sebuah pesan masuk ke ponselku. Pesan dari kepala sekolah TK Asyiah 1 Kota Serang yang memintaku untuk membantu mengajar di kelompok A dikarenakan gurunya yang sedang cuti berangkat haji. Aku langsung menerima tawaran itu dengan senang hati. Tepat di hari ulang tahunku hari ini, TK Aisyiah 1 menjadi tempat paling meriah selama ulang tahunku. Riuh rendah dari canda tawa anak-anak yang berlarian memanggilku “bu guru” menjadi kado paling spesial. Mereka tak pernah tahu bahwa mereka telah memberikan kado terindah pada hari ulang tahunku yang ke-23.
Alamak 23 tahun! Doa yang kudapatkan bukan lagi agar bertambah pintar di sekolah, tapi semoga dimudahkan mengerjakan skripsi dan bertemu jodoh! Teganya. Tapi tetap aku aamiin-kan karena sejauh ini doa-doa tersebut doa yang baik bagiku, hanya iringan nada sindiran dan tawa kecil mereka-mereka yang menyampaikannya saja, sedikit mengganggu. Sudahlah.


Oiya, dan apa pula adik-adik tingkatku datang membawa kue ke kamarku! Aku bukan anak kecil lagi, please! Parahnya lagi kalian tak memberi kue itu lilin angka karena tak ingin menyinggungku yang 23 tahun ini. Tapi, terima kasih banyak atas usaha dan doanya. 

Rabu, 24 Agustus 2016

Lembaran Baru bagi Si Anak Tunggal

Esok hari usianya genap 23 tahun. Alhamdulillah ia masih istiqomah menjomblo hingga jodoh atau entah ajal yang menjemputnya terlebih dahulu. Tahun demi tahun dilewatinya dengan kesempatan besar untuk mencatat apa-apa yang terjadi ketika tanggal lahirnya tiba. Meskipun catatannya tak sebagus Catatah Hati Seorang Istri karya penulis ternama, Asma Nadia. Entah sampai kapan itu akan terus dilakukannya. Hanya rasa syukur yang dapat terucap karena bisa bertemu lagi dengan bulan Agustus tanggal 24. Ia belum bisa membayangkan jika tiba masanya ia dipanggil Sang Maha Kuasa. Tapi satu pintanya agar ia diijinkan untuk membanggakan kedua orang tuanya di dunia serta menjadi anak yang shaleha. Di tahun ini banyak sekali hal baru yang ia lakukan. Terlebih setelah pulang dari Thailand, resiko melanjutkan study hingga semester 9 membuatnya terpacu untuk lebih semangat dan mandiri mengingat kini ia bukan lagi mahasiswa penerima beasiswa. Kawan se-angkatannya akan di wisuda bulan ini, tepatnya esok hari. Dan yang lebih menyedihkan adalah hari wisuda yang sama dengan hari ulang tahunnya sedangkan ia harus mengundur waktu wisuda hingga bulan April tahun depan dikarenakan skripsi dan PPL-nya yang mandeg. Perih!
Orang-orang disekelilingnya terus memberikan motivasi bahwa semester 9 yang harus dijalaninya toh bukan karena ia lalai, tapi karena kesempatan besar untuk Internship di Thailand. Apalah arti kata-kata itu jika toh yang merasakan tetaplah ia, si anak tunggal. Kini ia harus berjuang tanpa kawan. Kawan dalam artian teman-teman satu kelasnya. Tapi yang tetap membuatnya bahagia ialah bahwa kini ia telah keluar dari kosannya yang lama. Kemarin ia pindah ke sebuah rumah dengan biaya sewa Rp1,3 juta per orang selama satu tahun yang telah mencakup biaya listrik. Rumah tersebut menjadi tempatnya bernaung dari godaan syetan yang terkutuk. Eh beneran! Karena kini ia merasa imannya sering kali lemah. Ia bak seekor domba ditengah padang rumput yang kapan saja bisa dimangsa sang serigala. Maka dari itu, ia lebih memilih untuk berkumpul dengan “domba” lain agar setidaknya “sang serigala” sulit menerkam. Tahu-kan maksud ungkapan yang disebutkan tadi? “Domba” adalah teman-teman shaleh dan “sang serigala” adalah hal-hal yang melalaikan alias datangnya dari syetan.
Meski diantara penghuni rumah itu hanya ia seorang yang berstatus “mahasiswa semster 9”, tapi ia mengaku bahwa suasana baru di rumah tersebut lebih baik dari sebelumnya. Canda tawa, saling mengingatkan, shalat berjamaah, saling memotivasi untuk tilawah dan membaca Al Matsurat menjadi pelipur kegalauannya yang sedang berjuang sendiri. Selain itu, telah lama ia mengalami futur. Dimana amalan-amalan yang biasanya ia lakukan lambat laun pudar. Kini ia bertekad untuk bangkit. Semangatnya bertambah ketika ia mendapatkan pesan masuk dari kepala sekolah TK tempatnya PPL untuk menjadi guru pendamping sementara dikarenakan salah satu guru kelas A yang sedang cuti untuk melakukan ibadah haji.
Jika karunia sebesar itu telah datang padanya, sayang jika rasa syukur hanya tertaut lewat doa. Bismillah ia bisikkan pada hatinya bahwa ia mampu mengumpulkan seluruh tenaga dan keinginan untuk  bangkit kembali dari ke-futur-an. Ia berusaha untuk mengencangkan frekuensi tilawah hariannya. Iabersemangat untuk membekali dirinya dengan tilawah minimal 1 juz karena akhir-akhir ini ia tahu bahwa semangatnya dan keteraturannya menyelesaikan suatu pekerjaan berasal dari tilawah.
Bismillah ya anak tunggal. Tumpuan orang tuamu ada di pundakmu. Apalah arti tekadmu tanpa niat lillah. Selamat menjalani lembaran baru ya anak tunggal!


Serang, 23 Agustus 2016

Selasa, 26 Juli 2016

Kisah Manis di "Negeri Komunis" part 2


Selasa, 19 Juli 2016
Pemandangan dari lantai dua rumah  Ajarn Fa.
Setelah Senin malam pergi mengelilingi Vientine usai makan malam, paginya aku terbangun dan shalat subuh seperti biasa. Tak lupa aku membuka jendela ruangan yang menjadi tempat istirahatku di rumah Ajarn Fa. Ruangan yang berada di lantai dua dengan dua desain jendela yang berbeda pula di dua dinding kamarnya. Latar belakang pemandangan langit, gedung, dan pepohonan menjadi suguhan nan teduh bagiku. Rugi jika aku tidak membiarkan udara pagi masuk kedalam ruangan itu. Lukisan alam nan biru membentang sejauh mata memandang. Dapur tradisional dari rumah disamping rumah Ajarn Fa menjadi penghias unik yang dapat terlihat jelas dari atas. Sungguh nyata namun seakan-akan aku di alam mimpi. "Aku di Laos?", batinku.
Pagi itu aku niatkan untuk melihat kegiatan di PAUD milik Ajarn Fa. Kupersiapkan ponselku untuk memotret atau merekam aktifitas mereka. Tak lama keluar rumah, beberapa orang siswa menyapaku dengan kata "sabaydee" (baca: sabaydi) yang berarti "halo" dalam bahasa Laos. Dan tanpa kusangka ada satu anak lelaki kecil nan tampan mengucapkan "selamat datang". Aku tersenyum kemudian kuelus rambutnya. Tak asing memang jika para murid itu bisa mengucapkan "halo" dalam beberapa bahasa di negara ASEAN, karena sekolah mereka sengaja mengajarkannya. Aku sudah melihat dan merekam bagaimana mereka bernyanyi menggunakan 10 bahasa negara-negara ASEAN. Lagu yang liriknya sangat sederhana, yaitu ucapan-ucapan selamat yang lazim digunakan di masing-masing negara tersebut.
Pagi itu siswa-siswi PAUD melakukan rutinitas di pagi hari seperti biasa. Berbaris, berdoa, dan melakukan gerakan ringan dengan diiringi musik. Mereka menggunakan pakaian bebas. Pada hari-hari tertentu mereka menggunakan seragam. Mereka anak-anak yang sangat lucu. Usia mereka berkisar antara 2-6 tahun. Usai melihat aktifitas mereka sebelum masuk kelas, Ajarn Bouvanh menyapaku dan mengajakku masuk ke ruangannya untuk sarapan bersama. Ia memberiku dua kepal nasi ketan yang dibalut dadar telur. Sajiannya dengan cara ditusuk seperti sate. Sayang aku tidak sempat mengabadikan gambarnya. Tak berapa lama, sepupu Ajarn Fa mengetuk pintu ruangan untuk memberitahuku bahwa kakak perempuan dari Ajarn Fa sudah datang. Tiba waktunya untuk jalan-jalan. Aku pun pamit pada Ajarn Bouvanh .
Di depan monumen Patuxai.
Aku bergegas menuju mobil milik kakak perempuan dari Ajarn Fa. Kami bertegur sapa dan mobil pun melaju. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah mini market. Kakak perempuan dari Ajarn Fa akan membelikanku beberapa kudapan untuk dimakan di restoran. Kala itu waktu sarapan. Ia tahu aku tak bisa makan daging babi ataupun daging ayam dan sapi tanpa label halal. Empat cup yogurt kami bawa pulang dari mini market. Perjalanan kami lanjutkan menuju sebuah restoran yang aku lihat cukup ramai. Sementara mereka berdua memesan makanan, aku hanya memesan jus alpukat. Usai makan, kami pun melanjutkan perjalanan menuju landmark negara Laos, Patuxai.
Masing-masing dari kami sibuk mengambil gambar. Cuaca siang itu sangat panas. Kami bermandikan keringat. Tapi sekali lagi aku tetap teduh dengan hijabku. *hehe. Aku beruntung bisa naik ke puncak monumen Patuxai. Meski ngeri karena takut ketinggian, tapi pemandangan indah yang terlihat dari atas gedung nampak begitu nyata terpampang manja. *yakelaaaaah Syahyena





 Rabu, 20 Juli 2016
Saatnya kembali ke Thailand. Selasa malam aku sudah bersiap untuk tidur cepat agar bisa bangun lebih cepat pula untuk bersiap-siap berangkat pukul 6 pagi. Sore sebelum itu Ajarn Fa menawarkan padaku untuk pergi bersama ibunya yang juga akan pergi ke Nongkhai, Thailand. Beliau memberitahuku bahwa aku bisa ikut satu mobil dengan adik Ajarn Fa, ibunya, dan beberapa rekan Ajarn Fa. Mereka akan mengantarkanku menuju terminal bus Nongkhai untuk kemudian menaiki bus jurusan Nongkhai-Ubonracathani yang akan turun di Mahasarakham. Aku pun menyetujuinya. Namun nyatanya malam itu aku tak bisa tidur. Hingga pukul 2 pagi aku masih terjaga. Entah tepatnya pukul berapa aku tidur. Alarm pukul 4 membangunkan tidurku dan aku langsung bergegas menuju kamar mandi. Setelah semua hal yang harus aku lakukan di pagi hari selesai, aku turun ke lantai satu dengan membawa satu tas gendong dan satu totebag. Kulihat paman Ajarn Fa sedang berdiri di dapur untuk meyiapkan sesuatu. Aku menyapanya dengan kalimat "sabaydee" (halo; bahasa Laos). Ia pun tersenyum ramah seperti kali pertama aku bertemu dengannya pada hari kedua aku tinggal di rumah Ajarn Fa. Uncle Win, begitulah panggilan dariku untuknya. Seorang pria berambut putih dan pintar bahasa Inggris. Kami bagaikan cucu dan kakek.
Yang katanya teh dari sayuran.
Usai menyapa Uncle Win, aku pun menghampirinya. Aku menaruh barang bawaanku didekat pintu masuk menuju dapur. Aku pun duduk di kursi makan dengan niat mengajak uncle Win berbincang. Ia menyambutku dengan sumringah dan menanyakan bagaimana tidurku semalam, nyenyak ataukah tidak. Jelas aku jawab "sleep well, uncle" untuk membuatnya tidak khawatir. Uncle Win menanyakan padaku apakah aku bisa meminum susu coklat atau tidak. Jelas kujawab "ya". Ia pun langsung mencari kunci rak dapur untuk mencari susu coklat bubuk. Namun kuperhatikan ia tak dapat menemukannya. Aku berkata padanya tak apa jika memang tidak ada, tak usah repot-repot. Uncle Win malah mengeluarkan satu toples kecil yang berisi dedaunan kering berwarna ungu kehitam-hitaman yang tidak aku ketahui itu apa.
Uncle Win memberitahuku bahwa itu adalah teh dari sayuran yang dikeringkan. Dari sinilah hal lucu terjadi. Ia langsung mengambilkan cangkir dan sendok kecil. Setelah sedikit banyak menjelaskan tentang dedaunan kering tersebut, Uncle Win menaruh sejumput daun ungu kering tersebut kedalam cangkir lalu menuangkan air panas kedalamnya. Pada saat itu aku masih berusaha memancarkan wajah antusias untuk mencicipi teh karena aku berusaha menghargai usaha uncle Win yang begitu ramah menjamuku. Belum dingin minuman yang katanya teh sayuran tersebut, uncle Win menunjukkan satu toples lebih kecil yang berisi bubuk daun kering berwarna hijau. Ia kembali mengambil gelas beserta tatakannya. Ditaruhnya sejumput bubuk kering berwarna hijau itu dan tak lupa ia menuangkan air panas kedalam gelas. Inilah saatnya aku mulain mencicipi minuman pertama yang katanya teh dari sayuran. Uncle Win bilanh teh sayuran itu akan berwarna kuning, tapi nyatanya tidak. Air dari seduhan sayuran kering itu tetap bening meski telah kuaduk. Kucium aroma teh yang katanya dari sayuran itu, tapi kenapa perasaanku gak enak ya?! Kenapa baunya seperti rumput laut kering yang diseduh air! Aku mengumpulkan tenaga dalam untuk mencicipinya. *hahaha. Bagaimana tidak, mencium aromanya saja aku sudah tidak yakin bahwa itu adalah teh! Dan benar saja, setelah mencicipi rasanya aku langsung bergidik ingin muntah. *wkwkwk. Tapi jelaslah aku tetap menahannya dan berkata "wah... enak uncle!" dengan wajah penuh dusta. *hahaha.
Teh tersebut tetap kuminum perlahan dengan menggunakan sendok kecil sambil berharap ibu Ajarn Fa segera pulang dari olahraga paginya untuk kemudian mandi dan segera berangkat ke Nongkhai. Tapi hingga setengah cangkir teh kuminum, ibu Ajarn Fa belum datang juga. Malah sendok kecilku diganti Uncle Win dengan sendok yang lebih besar! *masyarakaaat. Kuselingi minum teh itu dengan menyantap kudapan yang terus menerus dikeluarkan dari lemari dapur oleh Uncle Win. Dari mulai wafer coklat, buah apel, pisang, sampai berbagai macam minuman kemasan! Untuk bekalku di perjalanan katanya. Aku pun hanya mengucapkan terima kasih pada Uncle Win.
Ini baru teh hijau :D
Saat yang kutunggu-tunggu pun tiba. Ibu Ajarn Fa kembali dari olahraganya. Ia membuka sepatu dan menghampiriku. Ia menengok apa yang aku minum. Aku menyampaikan padanya bahwa semua ini buatan Uncle Win. Tanpa diduga ibu Ajarn Fa pun memberitahuku bahwa itu bukan teh! Tapi nori untuk membuat sup! Seketika aku langsung menggeser jauh-jauh cangkir teh nori itu dan menggeser dekat-dekat gelas yang berisi teh hijau. Aku pun segera meminum teh hijau setelah sebelumnya bertanya pada Me (panggilanku untuk ibu dari Ajarn Fa, yang artinya sama dengan "ma" atau "mama"). Me pun menegaskan bahwa yang benar-benar teh adalah teh hijau itu. Ia berkata bahwa Uncle Win tidak tahu bahwa nori itu untuk bahan sup, bukan untuk diseduh menjadi teh. Aku hanya bisa tertawa bodoh. *wkwkwkwk. Hingga aku berangkat, Uncle Win tidak kami beritahu bahwa ia salah. Aku sampaikan pada Me bahwa hal tadi tidak masalah bagiku, jangan beritahu Uncle Win. Kami pun sepakat.

Waktu yang dijanjikan pun tiba, lebih 30 menit malah. Aku masih harus menunggu ibu dan adik Ajarn Fa untuk bersiap-siap. Teh hijau pun sudah habis kuminum. "Nah ini baru teh, sedap!", batinku. Tak berapa lama Me pun sudah siap. Ajarn Fa pun datang ke dapur dengan kondisi baru bangun tidur dan kulihat ia masih mengantuk. Aku bertanya kabar dan memastikan apakah ia akan ikut pergi ke Nongkhai. Ajarn Fa mengeluh tak enak badan dan ia tidak ikut serta ke Nongkhai. Ajarn Fa kemudian melongok wadah kecil yang berada disampingku. "Bekal dari Uncle Win", sambarku tanpa ditanya. Dan tanpa diduga Ajarn Fa malah menambahkan isi kantong tersebut dengan beberapa bungkus makanan ringan.
Sambil menunggu ibu dan adik Ajarn Fa, aku berbincang dengan Uncle Win. Dari perbincangan tersebut aku baru tahu bahwa Uncle Win pernah tinggal dan bekerja di Amerika selama 15 tahun. Masa mudanya ia habiskan untuk merantau. Sebelumnya, ia tinggal di provinsi Korat yang berada di Thailand untuk sekolah dan tinggal bersama pamannya, kemudian ia pergi ke Amerika. Ia sendiri baru 6 tahun terakhir kembali dan tinggal di Laos. Hmmm pantas saja bahasa Inggrisnya lumayan! *hehe.
Tibalah saatnya aku berpamitan dengan keluarga Ajarn Fa. Usai berpamitan dengan uncle Win, aku berpelukan dengan Ajarn Fa dan juga keponakan perempuannya, Hingga aku naik ke mobil, entah kenapa uncle Win tak turut menghantarku. Selang beberapa menit sebelum berangkat, uncle Win muncul dan memberiku sebuah dompet kecil berisi uang logam baht Thailand. Aku pun mengucapkan terima kasih dan benar-benar antusias menerimanya. Semua persiapan sudah selesai, kami pun berangkat menuju Laos border dan terminal bus Nongkhai. Selamat tinggal Vientine, selamat tinggal Laos. Terima kasih telah memberikan kisah manis dalam hidupku. Manisnya suasana kekeluargaan dan manisnya toleransi dalam perbedaan.
Uncle Win saat memberiku dompet kecil.
Tiket bus Nongkhai-Mahasarakham

Suasana terminal bus Nongkhai.
Saat bus yang aku tumpangi beranjak pergi.



Selesai ditulis di Mahasarakham, 21-27 Juli 2016



Senin, 25 Juli 2016

Ini Mimpi?

Hasil laporanku di Inbound Internship Program of MSU, Thailand.
Hari ini hari yang sangat bersejarah bagiku. Tegang dan ingin menangis adalah perasaan dominan yang aku rasakan saat ini. Tak dapat lagi aku membaca hasil laporanku sendiri. Rasanya tak masuk di kepala dan aku hanya ingin terjun langsung menerangkan slide by slide. Tak mau menunggu lama, ingin rasanya cepat usai, cepat berlalu, kemudian pulang ke Indonesia. Rindu! 
Ini bagai mimpi. Benarkah apa yang aku alami ini?
"Karena aku ingin menjadi pembicara dalam presentasi internasional", itulah jawabku Agustus tahun lalu ketika teman satu kelasku di Kampung Inggris-Kediri bertanya perihal tujuanku jauh-jauh datang ke Pare. Aku sadari kini mimpiku menjadi kenyataan. Ternyata ini bukanlah hal mudah. Nama universitas dan negaraku dipertaruhkan. Aku yang tak memiliki pengalaman penelitian dan menulis ilmiah  sebelumnya harus diperparah dengan keadaan dosen pembimbingku disini yang super sibuk. Hasil laporanku tak sedikitpun ia "sentuh". Laporanku ini bak tulisan sihir tanpa mantra alias sejadi-jadinya. Namun kembali aku sadar bahwa hal-hal tersebut lantas tak harus menjadi alasan yang hanya dapat memperburuk keadaan.

"Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya". (Q.S Al-Baqarah: 286)

Hanya ayat itu yang berusaha kuingat. Bismillah, aku yakin pasti bisa. Percaya diri dan berani mencoba untuk terus belajar adalah dua hal penting yang harus aku tunjukkan. Satu lagi nasehat sakti yang membuatku harus yakin bahwa aku bisa bahwa Alloh memberimu ujian yang berat karena Alloh juga menitipkanmu pundak yang hebat. Jangan khawatir, Alloh tidak akan membiarkanmu berjalan sendiri.
Kurang lebih satu jam lagi presentasiku dimulai di ruang 5309 gedung fakultas pendidikan MSU. Duduk sendiri dengan ditemani kekhawatiran membuatku memilih untuk tak banyak bicara dengan Phi Pet yang berada di meja sebelah. Hanya sapaan pagi yang terucap saat ia baru saja tiba di research clinic. "Su su!" (bahasa Thai) yang berarti "semangat!" dan pelukan ia berikan padaku setelah sebelumnya bertanya tentang presentasiku siang nanti.
Bismillah. Kali pertama presentasi menggunakan bahasa Inggris dan di negeri orang. Ini mimpi?

Mahasarakham, 26 Juli 2016

Jumat, 22 Juli 2016

Kisah Manis di "Negeri Komunis" part 1

Total 3 hari aku telah berkesempatan tinggal di Laos. Selama itu pula kemudahan demi kemudahan telah Alloh berikan padaku. Niat hati pergi ke Laos hanya demi mendapatkan visa untuk kembali melanjutkan internship di Mahasarakham, Thailand, keluarga baru, pengalaman baru dan jalan-jalan gratis menjadi bonus yang aku dapatkan. Tak hanya itu! Semula biaya visa yang sangat aku khawatirkan mahal, ternyata bisa aku dapatkan secara gratis!

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS. Ar Rahman: 13)

Minggu, 17 Juli 2016

Hanya rasa cemas yang menemaniku sepanjang malam hingga pagi sebelum keberangkatanku ke Laos. Selain cemas akan hal yang akan aku lakukan untuk pertama kalinya, yaitu pergi sendirian di negeri orang, rasa cemas akan janji untuk berangkat pagi-pagi dengan salah satu dosen MSU pun menjadi salah satu alasannya. Cemas jika kesiangan!
Sangat sulit bagiku untuk memejamkan mata malam itu. Selain karena teman sekamarku yang masih sibuk dengan urusan thesisnya, bayangan akan hal yang terjadi esok hari pun masih belum berdamai. Alhasil, aku terlelap lewat larut malam dan bangun pukul 04.30. Dengan keadaan mataku yang perih dan kepala pusing, aku melakukan rutinitas di pagi hari hingga tepat pukul 06.00 aku telah siap dan bergegas keluar asrama untuk menunggu dosenku. Dan seperti sebelum-sebelumnya, beliau terlambat. Aku lapang dada. "Tak apa, dalam kondisi yang bagaimanapun dosen 'selalu benar'".
Paspor dan tiket bus Khon Kaen-Vientine
Singkat cerita, berangkatlah kami menuju terminal bus di provinsi Khon Kaen. Perjalanan hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam. Setibanya di terminal, dosenku mengantarkanku ke loket pembelian tiket. Setelah mengeluarkan paspor dan membayar 185 baht, aku mendapatkan tiket bus menuju Vientine, Laos. Dosenku menggiringku ke tempat menunggu bus menuju Vientine. Ia berkata bahwa bus akan tiba pukul 8. Itu berarti kurang lebih 30 menit aku harus menunggu. Setelah selfie untuk laporan kepada rekan dosenku yang akan menjemputku di Vientine, beliau pergi menuju bandara Khon Kaen untuk pergi ke Filipina guna mengikuti konfrensi internasional selama satu minggu. Dengan begitu, sudah dapat dipastikan aku akan kembali dari Laos ke Thailand sendirian! Dan sendirian pula-lah aku menunggu bus di terminal Khon Kaen. *masih dengan perasaan cemas namun sedikit lega.

Tempatku menunggu bus.
Tepat  pukul 8 bus pun datang. Setelah mengambil gambar plat nomor bus menggunakan kamera ponselku--guna mengingatnya saat usai mengurus ijin masuk Laos--, aku pun segera naik ke bus sambil melihat orang -orang disekitarku. Aku mengikuti apa yang mereka lakukan. Dan yap! Ternyata aku baru tahu bahwa di tiketku tertera nomor kursi. Sayang, dosenku tak memberi tahuku. Andai tulisan di tiket berbahasa Inggris, mungkin tak terlalu parah. Ini bahasa Thailand! Jadinya jelas parah karena aku sama sekali tak mengerti -_-
Akhirnya, tak butuh waktu lama, kuketahui nomor 5 menjadi tempat dudukku. Tak ada orang disampingku, hanya di depan dan belakangku. Nyaman. *sedikit melegakan.
Sekitar pukul 11.00, setelah melewati provinsi Udonthani dan Nongkhai, bus-ku tiba di perbatasan Thailand dan Laos. Aku turun dari bus dengan membawa uang, paspor, dan kartu imigrasi. Aku tak berhenti mengingat wajah beberapa penumpang yang turut dalam satu bus bersamaku. Lagi, aku mengikuti apa yang mereka lakukan. Mereka pun mengantri. Aku pun turut serta.
Tiba giliranku. Aku serahkan paspor dan kartu imigrasi. Setelah petugas imigrasi selesai mendata identitasku, aku melanjutkan langkah menuju pintu keluar. "Hanya sebegitu saja?", pikirku. Aku kehilangan beberapa orang yang sejak awal aku perhatikan. Sedikit khawatir. Aku kembali melihat sekeliling, sekiranya ada loket imigrasi yang aku lewatkan. Namun dapat aku pastikan bahwa semua proses di perbatasan ini telah selesai. Naiklah aku ke bus yang sebelumnya aku tumpangi untuk kemudian melanjutkan perjalanan.
Pasporku yang telah diberi cap oleh petugas imigrasi Laos.
Tak sampai 30 menit bus kembali berhenti. Kali ini nampak seperti gerbang masuk menuju negara Laos. Aku kembali turun dan mengantri. Singkat cerita aku selesai melewati loket setelah menyerahkan paspor dan formulir yang berisi identitas yang harus kita isi, seperti nama, kewarganegaraan, dan nomor paspor.. Sebelum keluar, aku membeli kartu seharga 55 baht di loket kedua. Loket ini menurutku kurang strategis penempatannya. Loket kedua berada di seberang jalan. Banyak diantara imigran yang melewatkan loket ini sehingga mereka harus kembali untuk menuju loket kedua tersebut. *aku pun salah satu diantara mereka -_-
Okay, kali ini lancar. Semua beres. Aku kembali naik ke bus. Kali ini aku harus menunggu lebih lama. Kugunakan waktu untuk melihat kondisi sekeliling dari jendela bus. Nampak antrian di toilet dan beberapa orang mencoba masuk kedalam bus-ku hanya untuk memastikan apakah bus yang aku tumpangi adalah juga bus mereka. Dan hampir semua dari mereka salah bus. Entahlah :D
Selain pemandangan banyak orang yang riuh rendah mengurusi urusan mereka masing-masing di loket dan toilet, aku juga melihat ada beberapa orang yang memanfaatkan dengan posistif kondisi tersebut. Beberapa gerai penukaran uang dan jasa sewa mobil nampak menjadi favorit pengusaha lokal. Omong-omong gerai penukaran uang, aku sama sekali tak terpikirkan untuk menukar uang dari baht (mata uang Thailand) ke kip (mata uang Laos). Sempat muncul inisiatif untuk kembali turun dari bus dan menukarkan uang di gerai yang aku lihat, namun kuurungkan niatkau karena khawatir sebentar lagi bus aku melaju. Dan hingga kini, pada akhirnya aku tahu bahwa keputusan yang telah aku buat adalah yang paling tepat. Aku tak membutuhkan hal tersebut. Kebutuhanku di Laos dapat aku penuhi tanpa harus menukarkan uang. Selain karena tak perlu membeli kebutuhan makan, saat hendak membeli oleh-oleh pun banyak pedagang yang menerima mata uang Thailand. Selebihnya untuk jajan saat jalan-jalan... aku ditraktir. Alhamdulillah...
Sekita pukul 13.30 aku tiba di bus terminal Vientine, Laos. Suasananya tak jauh berbeda dengan bus terminal yang umunya ada di Indonesia. Namun pemandangan khas Laos yang terlihat dari tulisan-tulisan pada papan iklan menjadi satu hal yang paling membedakan. Ketika aku hendak turun dari bus, sejumlah orang yang aku tebak mereka adalah supir Song Theo (angkutan umum khas Thailand dan Laos) menatap wajahku dan berusaha mengajakku menaiki kendaraan mereka. Aku yang sudah jelas akan dijemput oleh rekan dosenku tentu hanya bisa menggelengkan kepala dan terus melangkahkan kaki menuju sebagai pertanda bahwa aku menolak tawaran mereka. Dan tentu saja mereka berbicara dalam bahasa Laos yang tidak aku mengerti.
Ajarn Fa ternyata mengambil gambarku
saat aku berbalik arah. *Jangan salah fokus! :D
Sekejap aku merasa bingung harus menemukan rekan dosenku berada dimana. Aku belum memiliki kartu SIM Laos untuk ponselku. Untuk beberapa saat aku berusaha mencari tempat duduk dan berharap rekan dosenku dapat menemukanku, namun nihil karena tempat duduk yang aku hampiri penuh. Tak sampai satu menit aku berdiri, inisiatif muncul untuk berbalik arah dan mencari penjual kartu SIM atau tempat penukaran uang. Namun usaha itu adalah usaha yang sia-sia dan berakhir menyenangkan karena tak berapa lama setelah aku berbalik arah dan berjalan beberapa langkah, kudengar suara wanita memanggil namaku. Aku pun berbalik dan mengenali wajahnya yang dua hari sebelumnya kulihat melalui facebook. Aku menyambutnya dengan pelukan.
Basa-basi untuk saling menanyakan kabar telah selesai, kami berjalan menuju tempat parkir. Kami sempat berhenti sejenak untuk membeli air mineral dan camilan. Kulihat peluhnya bercucuran. Sangat panas memang Laos ini. Macam Thailand saja. Namun aku tetap teduh dengan hijabku. *senyum manis plus wajah polos :D
Malam selepas kedatanganku, Ajarn Fa menjamuku untuk makan malam di restoran halal India. Roti Cane, kari domba, dan mie goreng ayam adalah menu yang dipesan olehku dan Ajarn Fa. Selepas makan malam, Ajarn Fa mengajakku berjalan menyusuri pasar malam di sepanjang tepian sungai Mekong. Beberapa buah souvenir aku beli. Diantaranya gantungan kunci bertuliskan "Laos" yang akan aku berikan pada teman-teman muslimku di asrama. Kembali ke rumah Ajarn Fa kemudian beristirahat menjadi penutup malamku hari itu.
Aku lupa alasanku pada saat itu kenapa menutup hidung dengan satu jari -_-
Senin. 18 Juli 2016
Kuperkenalkan ia adalah Ajarn Fa. Seorang wanita yang kulihat selalu ceria, ramah, dan baik hati. Sungguh beruntung bertemu dengan beliau. Pendidikan menjadi satu bidang yang ia tekuni secara serius. Ia memiliki sekolah TK dan SD di rumahnya. Lagi-lagi aku merasa sangat beruntung. Selain bisa tinggal sementara di Laos tanpa mengeluarkan biaya, aku mendapatkan bonus untuk melihat secara langsung kegiatan TK di negara Laos. Ya semacam observasi tanpa terencana-lah.
Di sekolah TK milik Ajarn Fa, aku berkenalan dengan hampir semua guru dan staff. Namun hanya ada satu orang staff yang intens berkomunikasi denganku. Beliau cukup fasih berbahasa Inggris. Memberi makanan menjadi hal favorit yang ia lakukan padaku. Namanya Ajarn Bouavanh (baca: Buaran). Di hari pertama kami bertemu, beliau memberiku roti khas Laos yang sangat aku sukai. Sayang, aku tak berkesempatan untuk membeli roti tersebut untuk dibawa ke Thailand. Oiya, tak hanya roti, beliau memberiku bekal buah-buahan yang dibawanya. Dalam hati merasa sedikit tak enak, tapi akan lebih tak enak lagi bila aku menolak pemberiannya. Jadilah roti, mangga, dan anggur beliau berikan padaku.
Murid TK di sekolah milik Ajarn Fa
Hari itu aku berencana untuk menemui teman sekamarku di Mahasarakham yang berasal dari Laos. Aku biasa memanggilanya "ma Tong" atau "mama" saja. Ajarn Fa turut membantuku untuk bisa bertemu ma Tong. Dan Ajarn Bouavanh -lah yang ditugaskan Ajarn Fa untuk mengantarku ke terminal bus untuk bisa menemui ma Tong. Tapi rencana tersebut berubah. Ajarn Bouavanh menghubungi suaminya. Jadilah aku diantar oleh suaminya untuk bertemu dengan ma Tong yang saat itu berada di sekolah TK demonstrasi di universitas Dongdhok, Vientine. Ajarn Bouavanh  sempat berujar, "my husband will accompany you to Dongdhok University. He have old car. Old man drive old car. Its okay for you?". Aku hanya bisa tertawa mendengar leluconnya. Jelas bagiku tak masalah. Dengan bisa diantar gratis oleh mobil miliknya saja aku sudah sangat senang dan berterima kasih.
Singkat ceritanya lagi, sampailah aku di tempat temanku. Ternyata hanya butuh waktu 15-20 menit untuk menuju universitas Dongdhok dari kediaman Ajarn Fa yang entah apa nama distriknya, aku lupa. Pelukan hangat kembali mengawali pertemuanku dengan ma Tong. Kami berdua berjalan menuju ruangan ma Tong. Kulihat suasana bangunan tua nampak teduh diantara rimbunnya rumput dan pepohonan. Ma Tong sempat meminta maaf karena ia belum sempat memangkas rumput liar yang tumbuh kian meninggi. Aku bilang "tak apa". Tersirat sudah bahwa ma Tong adalah salah satu orang penting di sekolah TK tersebut.
Kao, teman kecil dari Laos.
Setelah bercakap-cakap barang sebentar di ruang kerja ma Tong, aku putuskan untuk melihat sekeliling lingkungan sekolah. Alasan lainnya adalah karena aku melihat ma Tong sibuk dengan tugas-tugas pekerjaannya. Niat hati tak ingin mengganggu pekerjannya pun berjalan mulus. Ketika keluar ruangan, aku melihat seorang anak kecil, tebakanku ia berusia anak kelas 4 SD. Aku memberanikan diri untuk melempar senyuman. Ia pun membalas. Kulihat ia bermain ayunan. Aku pun meneruskan langkah kaki menuju ayunan lain. Namun bentuk ayunan yang aku duduki tak nyaman. Kuputuskan untuk kembali menghampiri anak kecil tadi. Kembali senyum dan mencoba bertanya namanya dalam bahasa Inggris menjadi awal percakapanku dengannya.
Akhirnya aku duduk bersamanya di ayunan. Sangat menyenangkan meski kami kesulitan berkomunikasi karena terkendala bahasa. Ia hanya bisa bahasa Laos dan aku hanya bisa bahasa qalbu. eaaaa
Kami bersusah payah untuk dapat berkomunikasi. Beberapa cara kami lakukan, yaitu dengan membuat gambar, ekspresi wajah dan gerakan anggota badan seperti gelengan kepala dan lambaian tangan. Lucu memang, namun mengesankan. Bahkan ia nampak antusias untuk menanyakan kosakata dalam bahasa Inggris untuk nama-nama binatang dan benda-benda disekitarnya. Dari pembicaraan yang kami lakukan dengan susah payah akhirnya aku juga mengetehaui bahwa namanya Kao yang dalam bahasa Thailand dan juga Laos artinya "sembilan". Ia mengatakan bahwa ia tidak bisa segera pulang kerumah karena ibunya pergi ke suatu tempat dengan membawa kunci rumah dan baru akan kembali pukul satu siang.
Aku segera bertanya padanya apakah ia lapar. Ia pun mengiyakan. Teringat bekal roti dan buah-buahan yang aku dapatkan dari Ajarn Bouavanh, susay payah aku segera menerangkan bahwa aku akan masuk ke ruangan untuk mengambil tasku. Aku berujar padanya untuk tetap duduk menunggu. Iya pun mengerti. Tak berapa lama dua botol kecil air mineral dan bekalku kubawa keluar. Kuberi roti dan air mineral padanya sama rata. Tak lupa buah-buahan yang kubawa turut serta. Kami menikmati santapan ringan itu bersama-sama.
Tak berapa lama setelah selesai makan, ma Tong keluar dari ruang kerjanya dengan membawa tasku. Akhirnya aku harus berpisah dengan Kao. Aku melambaikan tangan tanda perpisahan. Kao pun tersenyum. Aku dan ma Tong berjalan menuju tempat parkir. Baru ku tahu bahwa ma Tong pandai menyetir mobil. Kami berangkat menuju rumah ma Tong. Jalan yang tak cukup bagus kami lewati. Hanya butuh waktu sekitar 10 menit, kami pun sampai. Kedatanganku ke rumah ma Tong disambut oleh ibunya ma Tong dan dua anjing milik ma Tong. Sungguh aku dibuat terkejut dengan kehadiran dua hewan peliharaan ma Tong itu. Bukan hanya karena takut terkena najis dari air liurnya, namun karena pada dasarnya memang aku takut anjing.
Berhubung saat itu memasuki waktu dzuhur, aku pun mengambil wudhu dan meminta izin untuk melaksanakan shalat dzuhur. Ma Tong menyiapkan tempat untukku. Duh dalam hati sempat tak yakin akan kesucian tempat tersebut karena ada anjing. Ma Tong memang telah menyapu ruangan tersebut. Apa daya tak ada tempat lain, kugelar sajadah dan shalat-lah aku di ruang tamu ma Tong.
Dari kiri ke kanan: aku, kakak Ajarn Fa, saudara
Ajarn Fa dari Jepang, ibu Ajarn Fa,paman Ajarn Fa,
sepupu 
Ajarn Fa dari Thailand.
Selepas shalat dzuhur, kami bergegas pergi untuk makan siang kemudian pergi ke education ministry. Rasa kantuk mulai datang. Aku harus bersabar menunggu ma Tong hingga urusannya selesai. Dan setelah kurang lebih satu jam setengah, kami pun pulang. Ma Tong mengantarku menuju rumah Ajarn Fa. Lucunya kami sempat tersesat karena sama-sama belum hafal jalan. Setelah berhasil menemukan rumah Ajarn Fa, ma Tong turut ikut denganku untuk menemui Ajarn Fa. Mereka berbincang hangat dan kulihat mereka bertukar nomor telepon. Maklum, sama-sama penggiat sekolah TK. Tak lama, ma Tong pun pulang. Berpisahlah kami, dan mungkin itu adalah pertemuan terakhirku dengan ma Tong.
Selepas mengantar ma Tong hingga pintu gerbang, aku ijin untuk melaksanakan shalat ashar. Ajarn Fa pun mengiyakan. Hari itu ditutup dengan makan malam di restoran Jepang bersama keluarga Ajarn Fa yang berasal dari Jepang dan Thailand.

bersambung....