Jumat, 07 Oktober 2016

Mengamati Perkembangan Jaman di Pasar Lama


Saat ini, ikan, sayuran, dan buah-buahan milik mereka masih segar. Tak banyak yang bisa aku lakukan, selain duduk di depan ruko yang sudah tutup karena petang menjelang. Aku terjebak hujan.
Seorang ibu paruh baya berbusana rapih menghampiriku dan duduk disampingku.
“Hendak kembali ke kos”, jawabku ketika beliau bertanya tujuan perjalananku.
“Ke kondangan, neng”, balasnya selepas pertanyaan terlontar dariku terkait hal serupa seperti pertanyaan beliau di awal.
Saat itu juga pandanganku langsung menyisir jajaran lapak para pedagang di Pasar Lama. Tepat di salah satu ruko, sebelum perempatan, berdiri cukup megah tenda hajatan. Pinggiran jalan yang dijadikan tempat prasmanan dan pelaminan dipastikan tergenang air hujan yang menyumbat. Alasan itulah yang sekiranya dipilih Si ibu sebagai pembenar bahwa ia harus turut berhenti sejenak dan duduk disampingku.
Tak jauh dari tenda hajatan, tuan pemilik lapak arang, kelapa muda, dan ikan secara serentak kulihat menggelar terpal. Pun pembeli, mereka berebut ‘terpal besi’ di ruko milik ‘Si Cici’ dan ‘Si Koko’. Hampir sebagian besar empunya ruko di Pasar Lama  memang ‘Si Koko’. ‘Si Koko’ harus rela berbagi lahan depan ruko untuk lapak dagang orang-orang yang berjuang membeli sembako.
“Beruntung”, batinku. Aku hanya harus sesekali menikmati hujan yang datang tak bilang-bilang. Aku juga hanya harus sesekali saja merasakan terpaan angin kencang, basahnya air hujan, dan petir yang berdendang. Itu pun hanya karena aku yang masih mengayuh sepeda di tengah perjalanan pulang dari kegiatan melingkar. Tak seperti mereka yang sudah lama mengadu nasib di Pasar Lama. Mereka terus mengikuti jaman. Tapi sayang seribu sayang, jaman berubah seiring berjalannya waktu. Jaman sepertinya tak bisa menjanjikan apa-apa di Pasar Lama. Karena tak lama lagi jaman akan naik dan terus berubah.
Ah, jaman. Aku hanya pendatang di tanah gersang. Tapi gersangnya tanah ini menempaku agar terus membara seperti arang. Wahai arang dan Pasar Lama, terima kasih telah mengajariku untuk terus memiliki rasa syukur dan semangat yang membara.

Pasar Lama, 7 Oktober 2016

Ditulis saat berteduh di ruko Pasar Lama

0 komentar:

Posting Komentar