Jumat, 19 Mei 2017

MOMEN MELELEH SEORANG GURU

Tak pernah terbayangkan sebelumnya menjadi seorang guru. Apalagi guru TK. Dulu saat ia hendak kuliah, yang ia pikirkan hanya satu: bagaimana menjadi manusia yang bermanfaat bagi banyak orang dan kelak dapat tetap membagi waktu untuk mengurus keluarga. Tapi kini semuanya sangat nyata, guru TK menjadi hal yang menyenangkan yang dapat ia jalani. Meskipun gaji yang diterimanya sebagai guru honorer sangat jauh dari kata layak, tapi ia meniatkan proses yang ia jalani ini sebagai wadah pembelajaran. Ia teguhkan hatinya untuk mengajar tidak “asal mengajar”. Dan kini banyak sekali hal indah yang ia dapati. Hal indah yang tak pernah ia sangka akan dialaminya.
Menjadi guru honorer memang tak menjamin kesejahteraan hidup dengan layak, tapi menjadi seorang PNS pun bukan hal yang buruk. Hal itu justru perlu dijalani oleh seorang kader dakwah. Bagaimana nantinya ia harus mampu mengubah sistem yang ada secara bertahap, sedikit demi sedikit. Tentu butuh waktu yang panjang. Tapi hingga saat ini ia masih belum bisa menjalani sesuatu secara terikat. Hatinya berkata “that is not me!”. Bukan disitu passion-nya.
Kini usianya memang masih sangat muda. Ia begitu menikmati perjuangan dalam mengajar. Masih begiu tinggi idealismenya. Ia masih menggenggam erat konsep “be professional, rezeqi will follow”. In syaa Alloh. Dan memang sudah dibuktikan. Ia masih tetap mampu mencukupi kebutuhannya, bahkan banyak rezeqi yang mengalir dari arah yang tidak terduga. Perkembangan anak-anak didiknya yang dari waktu ke waktu semakin baik menjadi salah satu hal terindah yang mampu ia rasakan. Ia memang belum memiliki anak, tapi karunia merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang anak telah Alloh berikan lebih awal.
Seperti kejadian tadi siang ketika ia pulang dari sekolah. Belum jauh ia mengayuh sepeda, nampak segerombolah anak kecil dengan berpakaian seragam sekolah SD dan beberapa yang sudah berganti baju. Lengkap dengan sandal jepit dan dahi yang berkeringat, salah satu dari mereka menunjuk ke arahnya. Ia hanya bisa tersenyum dibalik masker coklat yang menutupi sebagian wajahnya. Dengan kayuhan yang sengaja dipelankan, ia mulai menarik gagang rem. Diturunkannya satu kaki untuk menopang sepeda yang mulai berhenti. Anak-anak itu menghampirinya. Masih dari jauh, seorang anak SD kelas 1 yang tak asing baginya mengulurkan tangan sambil berjalan. Ia menyambut tangan anak kecil itu hingga menempel di dahi kecil yang basah oleh keringat. Empat orang anak bergantian menyalamiku.
Osa, rizqi, dan dua anak lagi yang ia lupa namanya. Rizqi adalah muridnya di kelompok A, sedangkan sisanya adalah murid-murid yang ia kenal ketika masa-masa Program Praktek Lapangan (PPL). Sejak momen itu dan beberapa momen lainnya, ia merasa yakin bahwa orang lain akan iri padanya sebab ia mendapatkan hal yang membuatnya “meleleh” yang tidak bisa didapatkan oleh sembarang orang. Oh sungguh ia sangat berterima kasih kepada orang tuanya. Karena mungkin ia adalah calon guru hebat, tapi orang tuanya jauh lebih hebat karena mampu melahirkan dan berjuang hingga ia menjadi seorang guru.


Serang, 6 Mei 2017