Minggu, 03 Februari 2013

Jalanku

Entah apa yang ada dipikiranku ketika dulu memilih jurusan S1 PGPAUD, UPI Kampus Serang. Terasa sangat luar biasa jika kembali dibayangkan. AKu bisa berada sejauh ini dari keluarga. Di Serang, di tempat ini, di kampusku ini, aku menemukan begitu banyak hal baru yang sangat berharga. Mimpi apa aku ini? Disini aku bertemu dan berteman dengan orang- orang luar biasa.
Subhanallah...
Aku yakin Allah telah mengatur ini semua untukku. Ini jalan yang terbaik untukku.

Proses kuliah yang aku jalani begitu terasa melelahkan tapi menyenangkan. Setiap hal tentan pendidikan anak usia dini, aku pelajari disini. Dunia anak yang begitu unik. Teringat akan jas ibuku, begitu sangat luar biasa perjuangan seorang ibu.

Adakah hal yang sering terpikirkan oleh kita? Ketika seorang anak kecil sangat mudah mempelajari suatu hal. Mereka meniru dan mempraktekkannya. Mereka berbicara jujur dengan penuh kepolosan. Sungguh anugerah Allah swt. bagi mereka seorang ibu yang memiliki buah hati.

4 HAL



1.      Yang membuat badan sakit:
·         Kebanyakan tidur
·         Kebanyakan makan
·         Kebanyakan berbicara
·         Kebanyakan bertemu orang
2.      Yang merusak tubuh:
·         Khawatir/cemas
·         Kesedihan
·         Kelaparan
·         Tidur larut malam
3.      Yang membuat murung dan kesedihan:
·         Bohong
·         Kurang ajar/tidak hormat
·         Berdebat tanpa pengetahuan/ informasi yang memadai
·         Amoral/melakukan sesuatu tanpa rasa takut
4.      Yang meningkatkan wajah berseri dan kebahagiaan:
·         Kesalehan
·         Loyalitas
·         Kedermawanan
·         Menolong sesama dengan ikhlas tanpa diminta hanya mengharap ridha Ilahi
5.      Yang memberhentikan rejeki:
·         Tidur di pagi hari dari sholat subuh hingga matahari bersinar
·         Tidak melakukan sholat/ doa secara teratur
·         Malas
·         Pengkhianatan/ketidakjujuran
6.      Yang membawa rejeki:
·         Berdoa di amalm hari
·         Tobat
·         Beramal
·         Berdzikir

-FP "Strawberry"

Cikopo, 20 Desember 2012

Jarum jam menunjukkan pukul 21. 50 WIB. Aku masih duduk terpaku di tempat dudukku, di bus jurusan Merak-Cirebon yang aku tumpangi sejak siang tadi. Getaran cukup keras akibat kencangnya laju mobil seketika membangunkanku. Aku tersadar dari kantuk yang mendera. Aku membetulkan posisi duduk dan kulihat keadaan sekeliling. Saat itu kulihat seorang gadis bertubuh tinggi semampai. Kulitnya gelap akibat sinar matahari. Usianya kuperkirakan lebih muda beberapa tahun dari usiaku. Ia berjalan diantara rapatnya jarak antarkursi penumpang, lalu berhenti tepat ditengah ruang bus. Remaja itu berusaha menjaga keseimbangan badannya sambil memegang gitar, kemudian memanggil kedua temannya yang masih berada dibelakang untuk segera mendekat. Masing- masing dari mereka memegang alat perkusi yang terbuat dari pipa atau paralon yang dibungkus karet agak tebal sehingga menimbulkan suara yang cukup mirip dengan kendang. Dan salah seorang lagi dari mereka telah menyiapkan sebungkus plastik bekas kemasan permen mint yang berukuran 1 pack permen. Dandanan mereka bertiga hampir sama, dengan menggunakan kaos dan juga celana jeans, rambut mereka agak sedikit berantakan, dan terlihat jelas mereka berusaha keras untuk menahan rasa kantuk yang datang menggoda.   
Kupandangi mereka. Berbagai pertanyaan seketika muncul dalam pikiranku, “Apa yang akan mereka lakukan? Tidak takutkah mereka malam- malam begini harus naik- turun dari bus yang satu ke bus yang lain? Tidak sekolah-kah mereka? Tidak malu-kah mereka yang masih muda harus bernyanyi, apalagi rata- rata penumpang ialah laki- laki?”. Sederet pertanyaanku itu buyar ketika aku mulai mendengar lantunan suara nyanyian yang agak sedikit melengking. Diiringi suara gitar kecil dan kendang, aku berusaha mendengarkan dengan baik dan mencoba menebak lagu yang dinyanyikan oleh salah seorang dari mereka. Usahaku gagal, karena aku tak mengenal judul lagu yang dinyanyikan gadis remaja itu. Tapi hal itu tak lantas membuatku menutup kuping. Aku mendengarkan setiap lirik yang terlantun agak melengking itu. Lirik demi lirik berusaha aku nikmati, tapi rasanya percuma. Aku tak terlalu suka dengan lirik lagu itu, isinya kurasa belum pantas untuk mereka nyanyikan dan mungkin agak sedikit kurang pantas untuk diperdengarkan atau mungkin tidak perlu sama sekali untuk didengar. Inti dari isi lagu itu menceritakan tentang kehidupan rumah tangga seseorang yang penuh derita. Lagu itu mengisahkan cinta seorang istri yang suaminya tak bertanggung jawab dan sering melakukan kekerasan.
Kuperhatikan pula salah seorang dari mereka yang tersenyum malu dan kemudian menundukkan kepala. Aku hanya menebak- nebak ekspresi dari gadis kecil itu, mungkin ia sedikit malu kepada kami—para penumpang--. Oh sungguh sekali lagi aku merasa lagu itu tidak pantas untuk dinyanyikan oleh remaja seusia gadis yang ada di hadapanku. Hatiku seketika terenyuh, entah kenapa. Tak seperti biasanya aku merasakan porsi rasa simpatiku berlebih pada saat itu.
Aku membayangkan diriku berada di posisi mereka. Mengamen dari bus ke bus hingga larut malam, menahan malu dan yang paling mengancam ialah bahaya yang mengintai. Astagfirullah, seketika air mataku menghalangi pandangan, kupejamkan mata untuk memperjelas penglihatan, tetesan air mata pun tak kuasa aku bendung. Kuusap seketika air mataku. Tanpa lama berpikir, aku langsung membuka tas dan mencari dompet. Kusiapkan beberapa keping uang Rp500. Meskipun jumlahnya tidak banyak, tapi aku berusaha untuk mengapresiasi penampilan ketiga gadis remaja itu. Ketika salah seorang dari mereka tiba menghampiriku sambil menyodorkan plastik untuk tempat uang hasil mengamen, aku langsung menaruh recehan yang telah tadi aku siapkan. Ia mengucapkan terimakasih dan sebelum gadis itu beranjak, entah kenapa rasanya aku merasakan dorongan kuat untuk mengajukan pertanyaan, dan akhirnya satu pertanyaan terlontar dari mulutku, “Adik enggak sekolah?”. Tak butuh waktu lama, pertanyaan itu dijawab singkat dengan diiringi senyuman, “Udah keluar, teh”. Mendengar jawaban itu, aku hanya bisa tersenyum simpul dan sedikit berpesan dengan mengucapakan “Oh ya, hati- hati ya, Dik”. Gadis itu berlalu, aku sedikit menengok ke belakang untuk memperhatikannya sebelum kemudian aku kembali ke posisi duduk semula.
        Belum selesai aku mencatat beberapa pelajaran yang dapat aku ambil dari kejadian 3 gadis remaja pengamen bus tersebut, seketika seorang pemuda dengan perawakan tinggi, berkulit gelap dan wajah berminyak, naik ke dalam bus dan langsung menyapa kami penumpang yang sudah cukup risih melihat pengamen dan pedagang asongan yang dari tadi keluar masuk bus. Kalimat demi kalimat mulai meluncur dari mulutnya. Bahasa yang ia gunakan cukup apik dan tertata. Ia pun cukup lancar bercuap- cuap. Instingku mulai aktif untuk menebak bahwa kalimat- kalimat yang ia lontarkan itu semacam puisi dengan jenis puisi modern yang berisikan curahan hati atau pengalaman pribadinya dalam menjalani kehidupan di jalanan yang keras dan tak tentu arah.
Setelah ia selesai berpuisi ria, ia sedikit menyelipkan doa untuk kami para penumpang agar selamat sampai tujuan. Aku mulai berpikir kembali, bahwa hal yang ia lakukan itu merupakan sebuah rayuan untuk menggoda kami—para penumpang—agar mengeluarkan beberapa keping uang recehan. Dan, ya, benar saja. Beberapa saat kemudian, pemuda tinggi itu tiba menghampiriku dan mengulurkan telapak tangannya yang tengah menggenggam uang receh dan uang seribuan. Tanpa keberatan, aku pun iseng memberikan satu keping uang koin 500-an. Ucapan “makasih”  lumayan jelas terdengar di telingaku. Tanpa aku hiraukan lagi, aku langsung memalingkan wajah ke arah jendela dan menyandarkan kembali posisi badanku yang tadi sedikit tegap.
Sungguh rasa kantuk ditambah kepala yang sedikit pusing menggodaku untuk kembali terlelap tidur, tapi entahlah, tiba- tiba aku merasa sedikit lebih bersemangat untuk menuliskan beberapa pelajaran yang dapat aku ambil dari 3 gadis remaja dan seorang pemuda tadi. Seolah mendapatkan imajinasi “dadakan”, aku melanjutkan untuk menulis beberap hal yang dapat aku ambil dari para pemuda- pemudi yang tadi aku jumpai.
        Betapa beruntungnya kita masih bisa melanjutkan pendidikan dan mendapatkan fasilitas yang berkecukupan atau mungkin fasilitas yang serba lengkap dari orang tua. Kita tidak perlu lagi bersusah payah untuk bekerja, mencari uang untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup. Betapa pentingnya kita melihat kebawah. Betapa pentingnya kita bersyukur atas apa yang telah dikaruniakan Allah SWT pada kita. Masihkah pantas ketika kita harus selalu mengeluh pada setiap keadaan yang mungki baru dirasa sedikit sulit, atau mungkin kita dihadapkan pada hal yang sebenarnya masih bisa kita atasi, tapi atas dasar rasa malas dan tidak mau bersusah payah, kita seringkali mengeluh dan malah berleha- leha. Astagfirullah’aladziim.
Coba kita merenung sejenak dan membayangkan kita ada diposisi seperti 3 gadis remaja atau seorang pemuda pembaca puisi jalanan tadi! Mereka tidak seberuntung kita. Sungguh sangat disayangkan melihat mereka yang masih muda, nasibnya terkatung- katung tak tentu arah. Terbesit dalam benakku, “Apakah mereka mempunyai motivasi yang sama dengan kita untuk terus melanjutkan pendidikan? Apakah mengamen merupakan hal yang memang sebetulnya nyaman mereka lakukan karena dengan hal itu mereka bisa mendapatkan uang?”. Entahlah.
Cikopo, 20 Desember 2012, telah memberikan pelajaran. Peristiwa sederhana yang menyiratkan sejuta makna dan arti kenikmatan hidup. Betapa pentingnya kita bersyukur dan selalu melihat “kebawah” dalam hablu mina nass. Sungguh besar karunia-Mu. Sungguh nyata hidayah-Mu bagi umat yang mau menyadarinya. Ya Allah, bukakanlah selalu pintu hati kami untuk menerima hidayah-Mu. Amin.

By: Yena Agustin
        

CINTA SUCI SEORANG PENDOSA (Versi Lengkap)

CINTA SUCI SEORANG PENDOSA (Versi Lengkap)

Aku mungkin orang yang paling banyak dosanya di dunia ini. Semua dosa hampir sudah pernah aku coba. Dari minuman keras, ganja, dan lain sebagainya pernah kucoba.

Bahkan, beberapa orang mengenalku sebagai seorang preman. Setelah lulus SMA, aku tak melanjutkan kuliah, karena aku lebih senang kumpul dengan teman-temanku sesama pengangguran. orang tuaku bisa dikatakan kaya, tapi mereka tak mau peduli denganku, semuanya diselesaikan dengan uang. Parahnya, saat aku mabuk dan tak sadarkan diri banyak hal-hal negatif yang aku lakukan.

Dengan uang dan ketampanan yang aku punya, hampir semua tipe wanita sudah pernah kutaklukan. Namun, yang beberapa hari ini jadi perhatianku, aku ingin bisa menaklukan satu tipe wanita yang cukup sulit ditaklukan nampaknya, yaitu wanita berjilbab.

Akhirnya aku menemukan seorang wanita cantik berjilbab yang kujadikan target untuk mendapatkannya. Berbagai strategi kujalankan untuk mendapatkan seorang wanita cantik berbalut jilbab rapi di sebuah kampus. Karena aku tahu wanita seperti itu suka dengan lelaki yang suka mengaji dan berkumpul dengan orang-orang soleh, kuberanikan diri untuk pura-pura mengikuti kajian yang diadakan di kampus tersebut. Awalnya, fokusku bukan pada pengajiannya, namun pada cara beberapa lelaki di sekelilingku bersikap. Agar aku bisa meniru tingkah laku mereka agar hati wanita cantik berbalut hijab itu bisa kutaklukkan.

Namun entah mengapa, saat seorang ustadz mengajarkan tentang nikmtnya menjadi seorang muslim yang hidup tenang dunia akhirat, seperti ada setetes embun yang begitu menyejukkan hatiku yang selama ini kering. Seperti oase di tengah padang pasir. Pengajian perdana berlalu, entah mengapa ada kerinduan untuk mendengar kembali kajian selanjutnya. Jiwa ini seperti mendapat asupan setelah kelaparan yang berkepanjangan.

Kajian selanjutnya, kembali aku dapatkan kesejukan itu, hingga pertemuan-pertemuan selanjutnya. Akhirnya, akupun lupa dengan targetku untuk menaklukan wanita berjilbab panjang itu.

Akupun sedikit demi sedikit mulai berubah. Entah mengapa aku sudah malas ngobat, mabuk, dan kemaksiatan lainnya. Perlahan aku sudah jarang ditemui di tempat mangkalku dengan teman-teman lain sesama pemabuk. Aku justru ketagihan dengan sholat duha yang jadi amalan favoritku. Kadang aku berkata dalam hati, "Halo, kenapa aku jadi berubah gini? Mana aku yang dulu?"

Sampai suatu hari, seorang Ustadz bertanya, "Antum (Kamu) sudah siap nikah, ini kebetulan ada seorang akhwat yang sudah siap menikah. Antum kayaknya udah siap untuk nikah". Otakku seperti mau pecah, hatiku seperti kena petir. Sambil setengah gagap akupun berkata, "Ust.. Ustadz, saya ini banyak dosa. Tapi saya memang ingin sekali memperbaiki diri. Mudah-mudahan saya bisa menjadi imam yang baik. Bismillah, kalau ustadz yang merekomendasikan, saya siap ustadz".

Sekarang giliran Ustadznya yang kaget. "Bener siap?? Kapan kamu mau ta'aruf (Berkenalan) dengan akhwatnya?
Dengan tekad kuat, akupun menatap dalam-dalam mata Ustadz, "Ustadz, kalau memang memungkinkan, malam ini juga saya siap untuk melamar dan melangsungkan akad nikah. Saya gak mau berlama-lama. Kebetulan saya sudah punya tabungan yang cukup untuk mahar dan hidup bersama beberapa bulan kedepan".
"B.. bener? Kamu nggak akan lihat dulu akhwatnya?" Tanya sang Ustadz. "Afwan (Maaf) Ustadz, dia wanita tulen kan?" Tanyaku.
"Ya iyalah..hehe. Masa banci" Canda Ustadz. "Saat masa kelam dulu, saya sudah tahu semua tipe wanita. Saya nggak mau saya menikah karena nafsu saya padanya. Saya ingin menikahi wanita yang siap menerima saya sebagai imamnya. Yang bersama saya mempeleajari dan mengamalkan ajaran Islam. Mohon do'anya Ustadz" Jawabku mantap.

Singkat cerita, malam itu juga. aku dibawa ke rumah orang tua akhwat yang akupun tak tahu wajah dan latar belakang dirinya. Pikir sederhanaku, ada seorang wanita muslimah yang mau menerima aku apa adanya saja sudah Alhamdulillah.

Saat Sang Ustadz berbincang-bincang dengan keluarga akhwat tersebut, pikiran saya melayang-layang. Ingin rasanya mencubit pipi sambil bilang, "Benarkah ini terjadi? Sebentar lagi saya akan menikah?". Saat kedua orang tua wanita paham dengan tujuan kami kemari, mereka pun berkata, "Kalau kami sih nggak ada masalah, tapi ga tau anaknya mau atau nggak. Mikaila, kemari Nak!". Tiba-tiba dibalik tirai rumah yang sederhana itu muncul seorang bidadari yang begitu cantik, memakai kerudung putih rapi dengan mata menunduk dan senyum yang menggoda. "Allah, ternyata dia, orang yang dulu aku kejar-kejar sampai aku bisa berubah seperti ini!". Astagfirullah, segera kutundukkan kepala.

Orang tua akhwat itupun bertanya untuk kedua kalinya, "Nak, kamu sudah kenal dengan lelaki yang ingin melamarmu ini?". "Mm.. Belum mah, tapi wajahnya pernah hadir dalam mimpi Mikaila beberapa hari ini" Jawabnya begitu merdu. "Waduh, belum kenal. Jadi gimana, kamu setuju menikah dengan Mas ini atau mau dipikir masak-masak dulu?" Tanya sang ayah.

Beberapa saat, keadaan begitu sepi, seakan malam jum'at kliwon di sebuah hutan. Hatiku pun bergejolak, aku memang berharap, tapi aku siap jika aku ditolak. Jika diterima aku akan sujud syukur, jika ditolak aku akan berkata, "AllahuAkbar!"

Tiba-tiba, sebuah suara lembut begitu menyejukkan hati, seperti pertama kali aku menikmati siraman hidayah mengalir di tubuhku, "InsyaAllah, dengan memohon petunjuk dan rahmat dari Allah, Mikaila siap membangun cinta karena Allah, berusaha menjadi istri solehah, setia menemani Mas dalam berjuang di jalan Allah. Bismillah, Mikaila siap diimami".

Lantunan kata itu bukan hanya lembut, tapi membuat mataku meleleh. Teringat kembali masa-masa kelam yang kujalani selama ini. Akankah aku mengatakannya sekarang di depan semua orang? Ataukah hanya akan kuberitahu pada calon istriku? Atau selamanya akan kupendam, atau bahkan kulupakan. Beberap saat hatiku berkecamuk.

Kutersadar dari lamunan saat Ustadz berkata, "Alhamdulillah, kalau seperti itu, bagaimana kalau malam ini saja langsung akad nikah, biar cepat halal. InsyaAllah resepsi bisa menyusul".

Singkat cerita, malam itu dengan pertimbangan banyak pihak akhirnya akupun berhasil meminang seorang bidadari cantik jelita, anugerah terindah dariNya.

Malam itu juga aku ajak Mikaila ke sebuah hotel yang cukup mewah. Setelah wudhu bersama, sholat 2 rakaat dan mencium keningnya, akupun memegang tangannya perlahan, sambil malu-malu menatap matanya yang indah itu, "Sayang, benarkah kau mau menerima diriku apa adanya?" Jawabku lirih. "InsyaAllah saya menerima Mas apa adanya". Mataku mulai berkaca-kaca, "Tapi aku punya masa kelam yang..." Belum sempat aku melanjutkan, jari tangannya yang lentik menyentuh bibirku, "Sstt.. Mas, saat akad tadi terucap aku sudah pasrahkan semuanya pada Allah. Aku terima mas apa adanya, aku punya masa lalu, mas juga punya masa lalu, yang penting bukan masa lalu, tapi hari ini dan hari-hari selanjutnya yang akan kita bangun".

Subhanallah, akupun memeluknya sambill air mataku meleleh. Begitu bahagia rasanya mempunyai istri solehah yang ikhlas menerimaku apa adanya. Malam itupun aku terkejut karena ternyata istriku penghafal quran, lebih dari 20 juz ia hafal beserta artinya. Maka nikmat Allah mana lagi yang hendak kau dustakan?

Malamitu, malam terindah yang pernah ada dalam hidupku. AllahuAkbar!

***

Semoga kita bisa mengambil ibroh dari cerita di atas. Sekelam appaun masa lalumu, segeralah bertaubat, dan ganti dengan amal baik.

Allah yang Maha Pemberi Jodoh Terbaik
Semoga memberikan yang terbaik
untuk dunia akhirat kita. Aamiin.

Sumber: fanspage Setia Furqon Kholid

Doa dari para wanita muslimah:)


Bismillahirrahmanirrahim...
Ya Rabbi...
Aku berdoa untuk seorang pria, yang akan menjadi bagian dari hidupku.
Seorang pria yang sungguh mencintaiMu lebih dari segala sesuatu.
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau.
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMu.
Seorang pria yang mempunyai sebuah hati yang sungguh mencintai dan haus akan Engkau dan memiliki keinginan untuk meneladani sifat- sifat AgungMu.
Seorang pria yang mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup, sehingga hidupnya tidak sia- sia.
Seorang pria yang memiliki hati yang bijak bukan hanya sekedar berotak cerdas.
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tetapi menghormatiku.
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga menasehati ketika aku berbuat salah.
Seorang pria yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tetapi karena hatiku.
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi.
Seorang pria yang dapat  membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika berada di sebelahnya.
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya.
Seorang pria yang membutuhkan senyumanku untuk mengatasi kesedihannya.
Seorang pria yang membutuhkan diriku untuk mmebuat hidupnya menjadi lebih sempurna.

Dan aku jugha meminta:
Buatlah aku menjadi seorang perempuan yang dapat membuat pria itu bangga.
Berikanlah aku sebuah hati yang sungguh mencintaiMu, sehingga aku dapat mencintainya dengan cintaMu, bukan mencintainya dengan sekedar cintaku.
Berikanlah sifatMu yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMu bukan dari luar diriku.
Berilah aku tanganMu sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya.
Berilah aku penglihatanMu sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dalam dirinya dan bukan hal buruk saja.
Berikan aku mulutMu yang penuh dengan kata- kata kebijaksanaanMu dan pemberi semangat, sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari, dan aku dapat tersenyum padanya setiap pagi.
Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan “Betapa besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku seseorang yang dapat membuat hidupku menjadi lebih sempurna”. Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang Kau tentukan.

Dikutip dari Fans Page "Strawberry"