Review Presentasi Kelompok 3
Membangkitkan Fitrah Seksualitas Anak Pre Aqil Baligh
Mengapa kami (kelompok 3) memilih masa pre aqil baligh? Dewasa ini kami melihat bahwa banyak sekali para remaja yang notabene dalam islam sebenarnya tidak mengenal istilah remaja mengalami krisis identitas jadi secara fisik sudah dewasa namun secara akal fikiran masih sangat kekanak-kanakan dan masih sangat labil.
Apalagi di era milenial seperti saat ini dimana hampir seluruh anak-anak di usia pre aqil baligh memilik smart phone sendiri satu sisi menjadi nilai positif namun disisi lain nilai negatifnya pun banyak sekali.
Anak-anak lebih mudah mendapatkan informasi, termasuk pemberitaan mengenai sex, games yang merusak otak dan lain sebagainya. Yang jika tidak didampingi oleh orang tua maka akan berakibat fatal di masa depan.
Oleh karena itu, penguatan masa pre-akil baligh menjadi sangat penting yakni pendampingan orang tua secara penuh dengan diskusi dan keterbukaan serta penjelasan-penjelasan terkait gender, perubahan hormon yang nantinya akan terjadi pada anak-anak yang biasanya dimulai ketika usia 10 atau 11 tahun.
Hal-hal yang menurut kita tabu untuk di bicarakan sebenarnya menjadi suatu yang sangat penting dalam membangkitkan fitrah seksualitas anak-anak jika kita sebagai orang tua tidak mendampingi secara penuh dan terbuka maka anak-anak pasti akan mencarinya di luar termasuk dari internet yang mana belum tentu informasi tersebut sesuai dengan fitrah seksualitas anak seharusnya.
Mengutip tulisan Ust. Harry santosa yang sudah di share sebelumnya.
"Ketika usia 7 - 10 tahun, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, karena di usia ini ego sentrisnya mereda bergeser ke sosio sentris, mereka sudah punya tanggungjawab moral, kemudian di saat yang sama ada perintah Sholat.
Begitupula anak perempuan didekatkan ke ibunya agar peran keperempuanan dan peran keibuannya bangkit. Maka wahai para ibu jadikanlah tangan anda sakti dalam merawat dan melayani, lalu jadikanlah kaki anda sakti dalam urusan keperempuanan dan keibuan.
Jika sosok ayah ibu tidak hadir pada tahap ini, maka inilah pertanda potensi homoseksual dan kerentanan penyimpangan seksual semakin menguat.
Lalu bagaimana dengan tahap selanjutnya, usia 10 - 14?
Nah inilah tahap kritikal, usia dimana puncak fitrah seksualitas dimulai serius menuju peran untuk kedewasaan dan pernikahan.
Di tahap ini secara biologis, peran reproduksi dimunculkan oleh Allah SWT secara alamiah, anak lelaki mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi pada tahap ini. Secara syahwati, mereka sudah tertarik dengan lawan jenis.
Maka agama yang lurus menganjurkan pemisahan kamar lelaki dan perempuan, serta memberikan warning keras apabila masih tidak mengenal Tuhan secara mendalam pada usia 10 tahun seperti meninggalkan sholat. Ini semua karena inilah masa terberat dalam kehidupan anak, yaitu masa transisi anak menuju kedewasaan termasuk menuju peran lelaki dewasa dan keayahan bagi anak lelaki, dan peran perempuan dewasa dan keibuan bagi anak perempuan.
Maka dalam pendidikan fitrah seksualitas, di tahap usia 10-14 tahun, anak lelaki didekatkan ke ibu, dan anak perempuan didekatkan ke ayah. Apa maknanya?
Anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka di saat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok wanita terdekatnya, yaitu ibunya, bagaimana lawan jenisnya harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata perempuan bukan kacamata lelaki. Bagi anak lelaki, ibunya harus menjadi sosok wanita ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak lelaki yang tidak dekat dengan ibunya di tahap ini, tidak akan pernah memahami bagaimana memahami perasaan, fikiran dan pensikapan perempuan dan kelak juga istrinya. Tanpa ini, anak lelaki akan menjadi lelaki dewasa atau suami yang kasar, egois, dsbnya.
Pada tahap ini, anak perempuan didekatkan ke ayah agar seorang perempuan yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka disaat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok lelaki terdekatnya, yaitu ayahnya. Bagaimana lelaki harus diperhatikan, dipahami, dan diperlakukan dari kacamata lelaki bukan kacamata perempuan. Bagi anak perempuan, ayahnya harus menjadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak perempuan yang tidak dekat ayahnya di tahap ini, kelak berpeluang besar menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki yang dianggap dapat menggantikan sosok ayahnya yang hilang dimasa sebelumnya.
Bagaimana solusinya ketika seorang anak sudah terlanjur terlewat pendidikan seksualitas pada masa kanak-kanak, tidak dekat dengan kedua orang tuanya karena sibuk bekerja, kemudian sudah berperan menjadi orang tua?
Karena waktu tidak bisa terulang, maka yang bisa di lakukan adalah mendidik diri sendiri dengan banyak membaca, mengikuti sekolah orang tua dan memutus rantai artinya tidak mengulang kesalahan yang sama dalam mengasuh anak.
Pertama keinginan untuk menjadi lebih baik itu harus datang dari dalam diri sendiri. Apa yang bisa dilakukan oleh kita untuk membantu orang tersebut sama seperti yang selalu disampaikan oleh ustadz Harry, "doakan jangan diamkan, dukung, beri support".
Berusaha mendekatkan dirinya kembali kepada kedua orang tuanya, untuk membayar dan mengatasi ketidakdekatannya yang terdahulu. Banyak belajar dan berusaha sebisa mungkin agar tidak terulang kepada anak-anaknya dengan memberikan quality time dan pendampingan serta hadir sepenuhnya untuk anak-anaknya.
Bagaimana menjelaskan kepada anak ketika mereka bertanya, "kok pintu kamar, Bunda/Ayah kunci? kenapa?". Kemudian bagaimana membuat anak berani untuk tidak mau digemesin oleh para sepupu-sepupunya?
1. Dijelaskan kepada anak bahwa ayah bunda juga butuh untuk istirahat di kamar tanpa mendapatkan gangguan.
2. Ditanamkan kepada anak bahwa tubuhnya sangat berharga, tidak sembarangan orang boleh menyentuh.
Bonus: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1902550136438829&id=221502844543575
Membangkitkan Fitrah Seksualitas Anak Pre Aqil Baligh
Mengapa kami (kelompok 3) memilih masa pre aqil baligh? Dewasa ini kami melihat bahwa banyak sekali para remaja yang notabene dalam islam sebenarnya tidak mengenal istilah remaja mengalami krisis identitas jadi secara fisik sudah dewasa namun secara akal fikiran masih sangat kekanak-kanakan dan masih sangat labil.
Apalagi di era milenial seperti saat ini dimana hampir seluruh anak-anak di usia pre aqil baligh memilik smart phone sendiri satu sisi menjadi nilai positif namun disisi lain nilai negatifnya pun banyak sekali.
Anak-anak lebih mudah mendapatkan informasi, termasuk pemberitaan mengenai sex, games yang merusak otak dan lain sebagainya. Yang jika tidak didampingi oleh orang tua maka akan berakibat fatal di masa depan.
Oleh karena itu, penguatan masa pre-akil baligh menjadi sangat penting yakni pendampingan orang tua secara penuh dengan diskusi dan keterbukaan serta penjelasan-penjelasan terkait gender, perubahan hormon yang nantinya akan terjadi pada anak-anak yang biasanya dimulai ketika usia 10 atau 11 tahun.
Hal-hal yang menurut kita tabu untuk di bicarakan sebenarnya menjadi suatu yang sangat penting dalam membangkitkan fitrah seksualitas anak-anak jika kita sebagai orang tua tidak mendampingi secara penuh dan terbuka maka anak-anak pasti akan mencarinya di luar termasuk dari internet yang mana belum tentu informasi tersebut sesuai dengan fitrah seksualitas anak seharusnya.
Mengutip tulisan Ust. Harry santosa yang sudah di share sebelumnya.
"Ketika usia 7 - 10 tahun, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, karena di usia ini ego sentrisnya mereda bergeser ke sosio sentris, mereka sudah punya tanggungjawab moral, kemudian di saat yang sama ada perintah Sholat.
Begitupula anak perempuan didekatkan ke ibunya agar peran keperempuanan dan peran keibuannya bangkit. Maka wahai para ibu jadikanlah tangan anda sakti dalam merawat dan melayani, lalu jadikanlah kaki anda sakti dalam urusan keperempuanan dan keibuan.
Jika sosok ayah ibu tidak hadir pada tahap ini, maka inilah pertanda potensi homoseksual dan kerentanan penyimpangan seksual semakin menguat.
Lalu bagaimana dengan tahap selanjutnya, usia 10 - 14?
Nah inilah tahap kritikal, usia dimana puncak fitrah seksualitas dimulai serius menuju peran untuk kedewasaan dan pernikahan.
Di tahap ini secara biologis, peran reproduksi dimunculkan oleh Allah SWT secara alamiah, anak lelaki mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi pada tahap ini. Secara syahwati, mereka sudah tertarik dengan lawan jenis.
Maka agama yang lurus menganjurkan pemisahan kamar lelaki dan perempuan, serta memberikan warning keras apabila masih tidak mengenal Tuhan secara mendalam pada usia 10 tahun seperti meninggalkan sholat. Ini semua karena inilah masa terberat dalam kehidupan anak, yaitu masa transisi anak menuju kedewasaan termasuk menuju peran lelaki dewasa dan keayahan bagi anak lelaki, dan peran perempuan dewasa dan keibuan bagi anak perempuan.
Maka dalam pendidikan fitrah seksualitas, di tahap usia 10-14 tahun, anak lelaki didekatkan ke ibu, dan anak perempuan didekatkan ke ayah. Apa maknanya?
Anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka di saat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok wanita terdekatnya, yaitu ibunya, bagaimana lawan jenisnya harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata perempuan bukan kacamata lelaki. Bagi anak lelaki, ibunya harus menjadi sosok wanita ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak lelaki yang tidak dekat dengan ibunya di tahap ini, tidak akan pernah memahami bagaimana memahami perasaan, fikiran dan pensikapan perempuan dan kelak juga istrinya. Tanpa ini, anak lelaki akan menjadi lelaki dewasa atau suami yang kasar, egois, dsbnya.
Pada tahap ini, anak perempuan didekatkan ke ayah agar seorang perempuan yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka disaat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok lelaki terdekatnya, yaitu ayahnya. Bagaimana lelaki harus diperhatikan, dipahami, dan diperlakukan dari kacamata lelaki bukan kacamata perempuan. Bagi anak perempuan, ayahnya harus menjadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak perempuan yang tidak dekat ayahnya di tahap ini, kelak berpeluang besar menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki yang dianggap dapat menggantikan sosok ayahnya yang hilang dimasa sebelumnya.
Bagaimana solusinya ketika seorang anak sudah terlanjur terlewat pendidikan seksualitas pada masa kanak-kanak, tidak dekat dengan kedua orang tuanya karena sibuk bekerja, kemudian sudah berperan menjadi orang tua?
Karena waktu tidak bisa terulang, maka yang bisa di lakukan adalah mendidik diri sendiri dengan banyak membaca, mengikuti sekolah orang tua dan memutus rantai artinya tidak mengulang kesalahan yang sama dalam mengasuh anak.
Pertama keinginan untuk menjadi lebih baik itu harus datang dari dalam diri sendiri. Apa yang bisa dilakukan oleh kita untuk membantu orang tersebut sama seperti yang selalu disampaikan oleh ustadz Harry, "doakan jangan diamkan, dukung, beri support".
Berusaha mendekatkan dirinya kembali kepada kedua orang tuanya, untuk membayar dan mengatasi ketidakdekatannya yang terdahulu. Banyak belajar dan berusaha sebisa mungkin agar tidak terulang kepada anak-anaknya dengan memberikan quality time dan pendampingan serta hadir sepenuhnya untuk anak-anaknya.
Bagaimana menjelaskan kepada anak ketika mereka bertanya, "kok pintu kamar, Bunda/Ayah kunci? kenapa?". Kemudian bagaimana membuat anak berani untuk tidak mau digemesin oleh para sepupu-sepupunya?
1. Dijelaskan kepada anak bahwa ayah bunda juga butuh untuk istirahat di kamar tanpa mendapatkan gangguan.
2. Ditanamkan kepada anak bahwa tubuhnya sangat berharga, tidak sembarangan orang boleh menyentuh.
Bonus: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1902550136438829&id=221502844543575
0 komentar:
Posting Komentar