Jam menunjukkan pukul 7 kurang 6 menit ketika aku baru saja selesai bersiap-siap untuk berangkat les. Entah kenapa mau sepagi apapun, aku tetap saja harus keluar rumah dengan terburu-buru. Setelah mengingat barang bawaan yang sudah aku bawa semua, aku berjalan menuju arah keluar perumahan dari tembok pembatas yang bersebelahan dengan pemukiman warga. Tak lama, angkot yang ditunggu-tunggu pun tiba. Terlihat hanya ada 3 orang penumpang laki-laki, 2 diantaranya duduk menghalangi tempat duduk di angkot yang paling ujung, "gagal sudah rencanaku untuk mojok sambil tilawah atau sekedar membuka-buka buku", bisikku dalam hati.
Hingga tiba di tempat les, semua rangakaian perjalananku hari ini mulus, lancar, tanpa ada 'drama'. Sesampainya di perumahan tempatku belajar, aku memilih untuk mampir ke masjid terlebih dahulu karena kelas baru akan dimulai sekitar 30 menit lagi. Ketika aku memasuki gerbang, sudah ada ustadz beserta 4 orang temanku. Seperti biasa pintu belum dibuka, dan 10 menit kemudian nampak seorang laki-laki dengan wajah campuran antara ras arab dan eropa, datang membukakan pintu.
Singkat cerita, kelas pun dimulai. Ustadz Cemal mengawali kelas dengan memeriksa PR kami satu per satu. "Maa syaa Alloh, sempurna", ustadz Cemal berdecak kagum saat melihat PR yang aku kerjakan. Aku hanya mengulum tawa saat melihat apresiasi beliau, kemudian aku mengacungkan tangan ketika beliau menawarkan pada kami untuk mengerjakan PR di papan tulis. Ustadz kembali berdecak kagum padaku usai PR yang aku tulis di papan tulis selesai. Satu per satu temanku mengerjakan PR di papan tulis, ustadz terus mengapresiasi hasil kerja kami.
Proses belajar mengajar di kelas terus berjalan, sesekali ustadz menerangkan tentang kebudayaan Turki, terutama makananannya (ini part yang paling aku benci, bikin ngiler soalnya, haha). Ustadz Cemal juga aktif bertanya kepada kami, dan pada saat itu ustadz mengiming-imingi kami dengan hadiah bagi siapa saja yang bisa menjawab. Tak disangka, aku terpilih untuk mendapatkan hadiah. "Alhamdulillah hadiah lagi", kataku dalam hati. Namun hingga kelas akan berakhir, hadiah untukku tak kunjung diberikan. Ternyata setelah kelas selesai ustadz Cemal kembali ke kelas setelah sebelumnya bergegas pergi seperti hendak mencari sesuatu, beliau berkata "boleh ya hadiahnya minggu depan saja?". Haha, ternyata harus ditunda. Tak apalah, semoga minggu depan aku sehat dan bisa kembali belajar, serta menerima hadiah yang ustadz janjikan tentunya.
Siang tadi aku mendapatkan tumpangan untuk pulang dari teman sekelasku. Usai makan siang dan shalat dzuhur, aku dan temanku bergegas pulang. Temanku mengantarkan hingga perempatan Komsen. Memang nama yang aneh untuk sebuah kawasan. Tapi kawasan Komsen memang ada, kawasan perempatan antara jalan menuju ke Cileungsi, Bekasi, dan Pondok Gede. Untukku, sesampainya di Komsen aku harus naik angkot lagi satu kali, jurusan Komsen-Cileungsi. Perjuangan dimulai disini. Jalan menuju Cileungsi sedang dicor besar-besaran, sistem buka tutup diberlakukan, jalur yang digunakan hanya 1 arah, jadilah arus kendaraan harus bergantian menunggu. Awalnya si abang supir terlihat uring-uringan ketika harus membawa penumpang yang hanya berjumlah 2 orang, yaitu aku dan seorang nenek. Alhamdulillah angkot tetap meneruskan perjalanan, dan penumpang pun banyak yang menaiki angkot hingga angkot mulai terisi penuh.
Serombongan penumpang yang terdiri dari seorang ibu-ibu, seorang laki-laki dewasa, dan anak-anak yang mungkin jumlahnya 5 orang, naik dan membuat angkot yang aku tumpangi mendadak sesak. Tak lama setelah itu kami harus mengantri di jalur yang ditutup. Subhanallah, mengantri di kemacetan dengan panas terik di saat tengah hari luar biasa, rasanya kayak dipanggang. Tapi aku berusaha bersikap tenang. Aku jadi ingat bahwa aku harus tetap menunjukkan sikap tidak kepanasan meskipun kepanasan saat berada di luar menggunakan kerudung. Karena dengan begitu, diharapkan ada saja orang yang berpikiran bahwa menutup aurat itu ternyata tidak menganggu meskipun cuaca panas. Hehe...
Singkat cerita, kelas pun dimulai. Ustadz Cemal mengawali kelas dengan memeriksa PR kami satu per satu. "Maa syaa Alloh, sempurna", ustadz Cemal berdecak kagum saat melihat PR yang aku kerjakan. Aku hanya mengulum tawa saat melihat apresiasi beliau, kemudian aku mengacungkan tangan ketika beliau menawarkan pada kami untuk mengerjakan PR di papan tulis. Ustadz kembali berdecak kagum padaku usai PR yang aku tulis di papan tulis selesai. Satu per satu temanku mengerjakan PR di papan tulis, ustadz terus mengapresiasi hasil kerja kami.
Proses belajar mengajar di kelas terus berjalan, sesekali ustadz menerangkan tentang kebudayaan Turki, terutama makananannya (ini part yang paling aku benci, bikin ngiler soalnya, haha). Ustadz Cemal juga aktif bertanya kepada kami, dan pada saat itu ustadz mengiming-imingi kami dengan hadiah bagi siapa saja yang bisa menjawab. Tak disangka, aku terpilih untuk mendapatkan hadiah. "Alhamdulillah hadiah lagi", kataku dalam hati. Namun hingga kelas akan berakhir, hadiah untukku tak kunjung diberikan. Ternyata setelah kelas selesai ustadz Cemal kembali ke kelas setelah sebelumnya bergegas pergi seperti hendak mencari sesuatu, beliau berkata "boleh ya hadiahnya minggu depan saja?". Haha, ternyata harus ditunda. Tak apalah, semoga minggu depan aku sehat dan bisa kembali belajar, serta menerima hadiah yang ustadz janjikan tentunya.
Siang tadi aku mendapatkan tumpangan untuk pulang dari teman sekelasku. Usai makan siang dan shalat dzuhur, aku dan temanku bergegas pulang. Temanku mengantarkan hingga perempatan Komsen. Memang nama yang aneh untuk sebuah kawasan. Tapi kawasan Komsen memang ada, kawasan perempatan antara jalan menuju ke Cileungsi, Bekasi, dan Pondok Gede. Untukku, sesampainya di Komsen aku harus naik angkot lagi satu kali, jurusan Komsen-Cileungsi. Perjuangan dimulai disini. Jalan menuju Cileungsi sedang dicor besar-besaran, sistem buka tutup diberlakukan, jalur yang digunakan hanya 1 arah, jadilah arus kendaraan harus bergantian menunggu. Awalnya si abang supir terlihat uring-uringan ketika harus membawa penumpang yang hanya berjumlah 2 orang, yaitu aku dan seorang nenek. Alhamdulillah angkot tetap meneruskan perjalanan, dan penumpang pun banyak yang menaiki angkot hingga angkot mulai terisi penuh.
Serombongan penumpang yang terdiri dari seorang ibu-ibu, seorang laki-laki dewasa, dan anak-anak yang mungkin jumlahnya 5 orang, naik dan membuat angkot yang aku tumpangi mendadak sesak. Tak lama setelah itu kami harus mengantri di jalur yang ditutup. Subhanallah, mengantri di kemacetan dengan panas terik di saat tengah hari luar biasa, rasanya kayak dipanggang. Tapi aku berusaha bersikap tenang. Aku jadi ingat bahwa aku harus tetap menunjukkan sikap tidak kepanasan meskipun kepanasan saat berada di luar menggunakan kerudung. Karena dengan begitu, diharapkan ada saja orang yang berpikiran bahwa menutup aurat itu ternyata tidak menganggu meskipun cuaca panas. Hehe...
0 komentar:
Posting Komentar