Jumat, 09 Juni 2017

#Hari10 Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif

Cara memahami Lalan. Mungkin itu adalah judul yang tepat pada bagian depan buku harianku selama membersamai Lalan. Meski aku hanya seorang guru kelasnya yang bertemu tak lebih dari 5 jam sehari, namun kesan terbaik haruslah aku tanamkan dalam memori ingatan Lalan yang masih terlalu muda untuk bersekolah di TK kelas A. Latar belakang alasan orang tua Lalan memang cukup rasional, bagi mereka, tidak untuk Lalan. Karena alasan efektivitas menyekolahkan Lalan di TK tempatku mengajar yang berada satu lokasi dengan sekolah kakak perempuannya di SD, Lalan harus mengikuti peraturan di kelas A yang seharusnya diperuntukkan bagi anak-anak usia 4-5 tahun. Nyatanya, Lalan barulah genap 4 tahun beberapa bulan yang lalu. Artinya ia terlalu dini untuk sekolah.
Bagaimana pun juga, menyekolahkan anak jika belum tepat usianya sangatlah tidak aku anjurkan. Ibarat memaksakan janin berusia 6 bulan dalam kandungan untuk segera dilahirkan, padahal belum saatnya. Maka dari itu, Lalan agak sedikit diperlakukan khusus. Aku sebagai wali kelasnya berusaha untuk tidak memaksakan suatu hal pada Lalan jika memang Lalan tidak mau melakukannya. Lalan sudah mau bersosialisasi dan mengerti bagaimana caranya ia diterima teman-temannya yang lain saja sudah sangat hebat.
Tak jarang Lalan merengek karena ada suatu hal yang tak ia sukai. Contohnya tadi pagi. Setibanya di sekolah Lalan sudah cemberut, tak ada senyum ceria dibibirnya. “Ngikutin kakaknya yang libur”, jelas ibunya padaku dan kepala sekolah. Ketika di kelas, Lalan pun tak mau mengikuti praktek shalat. Oke, aku masih berusaha membujuknya dengan 1001 rayuan maut andalan guru TK. Komplit dengan nada bicara yang super lembut. Hehe
Tapi, Lalan tetap tak mau mengikuti praktek sholat. Jangankan praktek sholat, wudhu pun ia tak mau. Benar-benar tak seperti biasanya. Kami masih menuruti keinginannya. “Lalan gak mau sholat!”, celotehnya setiap kali rayuan dariku keluar. Sampai akhirnya Lalan tiba-tiba merengek hampir menangis. Aku terheran-heran, tak ada angin tak ada hujan, tak ada teman yang usil padanya, dan tak ada pula orang yang berada disekitarnya pada saat itu. Tapi Lalan merengek sambil menghampiriku. “Wah minta dianter wudhu nih Lalan”, pikirku.

Lalan mengucek mata sebelah kanannya sambil merengek dan sedikit menjerit, satu tangannya lagi ia gunakan untuk meraih dan menarik tanganku. Ia tak mau mengatakan kenapa alasannya menangis. “Lalan kenapa, sayang?”, tanyaku. Ia hanya merengek sambil terus menarik tangaku. Ternyata aku digiringnya sampai ke kamar mandi hanya untuk cuci muka. *gubraaaak

0 komentar:

Posting Komentar