Kamis, 01 Juni 2017

#Hari1 Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif


Tiba saatnya untuk mengerjakan tantangan yang diberikan Kelas Bunda Sayang di Institut Ibu Profesional Banten. Tantangan 10 hari #komunikasiproduktif. Tantangan yang harus dilakukan oleh member terhadap pasangan atau anak. Berhubung aku belum menikah dan keseharianku mengajar di TK kelompok usia 4-5 tahun, maka aku memanfaatkan kesempatan bersama anak-anak di sekolah untuk mengerjakan tantangan ini.
Tantangan 10 hari tersebut dimulai hari ini, 1 Juni 2017, tapi karena hari ini libur nasional dan ketentuan mengerjakan tantangan telah diumumkan jauh-jauh hari, maka kemarin aku telah bersiap mempraktekkan komunikasi produktif dengan muridku.

#Hari1 (31 Mei 2017)
Pada tantangan hari pertama, aku mencoba mempraktekkan komunikasi produktif dengan murid-muridku. Tidak spesifik pada satu anak. Ada beberapa indikator dalam melakukan komunikasi produktif, yaitu gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk, kendalikan emosi suara dan gunakan suara ramah, katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan, fokus ke depan, bukan masa lalu, ganti kata “tidak bisa” menjadi “bisa”, fokus pada solusi bukan pada masalah, jelas dalam memberikan pujian dan kritikan, mengganti nasihat menjadi refleksi pengalaman, mengganti kalimat interogasi dengan pernyataan observasi, ganti kalimat yang menolak/mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati, dan mengganti perintah dengan pilihan.
Setelah mengetahui indikator-indikator tersebut, banyak hal yang ternyata baru aku sadari menjadi kesalahan dalam berkomunikasi dengan murid-muridku. Namun ada juga hal-hal positif yang tanpa disadari telah aku praktekkan, seperti penggunaan suara yang ramah, mengganti kata “tidak bisa” menjadi “bisa”, dan memfokuskan masalah pada solusi bukan pada masalah itu sendiri. Terkait kesalahan dalam berkomunikasi, aku mencoba untuk memperbaikinya satu per satu dalam rangkaian tantangan 10 hari ini. Hal pertama yang akan aku perbaiki ialah terkait kebiasaanku yang masih menggunakan kalimat majemuk dalam berkomunikasi dengan muridku, seharusnya yang aku gunakan adalah kalimat tunggal.
Contohnya, aku sering sekali mengatakan pada muridku, “setelah selesai mewarnai, pensil warnanya rapihkan, lalu simpan di keranjang ya! Buku gambarnya simpan di meja lalu berdoa sebelum cuci tangan dan makan”. Kalimat yang baru aku sadari panjangnya bak gerbong kereta L

Kemarin aku mencoba mengubah pola komunikasiku dengan anak-anak, salah satunya aku praktekkan pada Baba, muridku yang berusia 5 tahun. Ia mengatakan telah lelah belajar mewarnai dengan teknik gradasi, lalu aku segera menyarankan padanya untuk istirahat. Ia pun segera beranjak sambil membereskan krayon. Setelah selesai dengan pekerjaannya itu, aku baru melanjutkan kalimatku, “simpan krayonnya di keranjang ya!”. Baba pun melakukan apa yang aku perintahkan. Setelah selesai menyimpan krayon, tersisalah lembar mewarnai yang masih tergeletak di lantai. Baba membawa lembar kerjanya itu kemudian berjalan melihat sekeliling. Ia bingung dimana tempat untuk menyimpan lembar kerjanya itu. Setelah beberapa saat ku perhatikan, barulah aku kembali memberinya perintah, “simpan di meja hijau itu ya, Nak”. Baba pun menuruti perintahku sambil tersenyum. 

0 komentar:

Posting Komentar