Sebut saja ia Za, usianya belum
genap 5 tahun. Ia salah satu muridku yang tak pernah rewel, penurut, dan menggemaskan.
Aku memberikan porsi lebih untuk berkomunikasi dengannya. Hal tersebut bukan
tanpa alasan. Berdasarkan konsultasi yang dilakukan oleh ibunya denganku
diawal-awal masuk sekolah semester 2, aku mengetahui bahwa saat batita Za
menjalani terapi speech delay. Betapa terkejutnya aku yang baru
mengetahui hal tersebut. Aku kira Za yang tak pernah rewel dan begitu penurut
ialah Za yang memang begitu karakternya. Karena berdasarkan pengalaman saat aku
berbicara dengannya, Za selalu menjawab pertanyaan-pertanyaanku dengan jelas.
Bahkan ia meminta sesuatu dengan ucapan-ucapan yang dapat aku mengerti. Namun
memang frekuensi Za untuk berbicara tak sebanyak murid-muridku yang lainnya.
Untuk bermain dengan temannya pun tak ada keanehan, hanya dalam frekuensi
berbicaranya itu saja yang sedikit.
Kini kegiatan di sekolah hampir
berakhir. Rekaman perkembangan Za di sekolah nampak begitu jelas. Banyak kemajuan
dalam perkembangannya, terutama dalam berbahasa. Frekuensi berbicara Za sudah
lebih banyak dibandingkan saat semester 1 dimana kali pertama aku baru
mengenalnya. Intonasi berbicaranya semakin nampak, sesekali ia mengekspresikan
hal yang ia rasakan, seperti lelah atau hal-hal yang tidak ia mengerti. Dan
tadi adalah saat-saat dimana aku memberikan porsi lebih untuk Za. Ya, aku
berusaha menerapkan komunikasi produktif di #Hari2 bersama Za. Kami berbincang
ditengah-tengah kegiatan pesantren kilat di sekolah. Kurang lebih kami melalui
15 menit bersama. Pembelajaran masih tentang cara mewarnai dengan menggunakan
teknik gradasi. Kegiatan yang sedang naik daun di sekolah kami. Hal tersebut
betul-betul menjadi hal baru bagi murid-muridku. Wajar jika mereka belum merasa
bosan.
Jika kemarin kami mewarnai di
lembar kerja yang berukuran A3 dengan gambar masjid dan sepasang anak kecil
memegang buku, kali ini kami mewarnai gerakan-gerakan shalat. Za nampak datar
tak begitu antusias. Ada 3 kegiatan yang harus dilakukan anak-anak. Bermain flash
card, puzzle, dan mewarnai gradasi. Za mengawali kegiatannya bersamaku,
mewarnai gradasi. Ia hanya ingin menggerakkan tangannya jika aku turut memegang
tangannya. Disini saatnya aku mencoba komunikasi produktif. Aku memberikannya
motivasi, “Za pasti bisa!”. Za hanya menatapku sambil sedikit merengek.
Ia tak ingin jika aku melepaskan tangannya sambil berkata, “Za nggak bisa”.
Lagi-lagi aku berkata dengan sabar dan dengan nada yang ramah, “Za bisa, Za
pasti bisa”.
Singkat cerita kegiatan itu
berhasil selesai. Ia merapihkan perlengkapan mewarnai tanpa disuruh meski
akhirnya ia enggan melanjutkan kegiatan bermain lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar