Sabtu
ini anak-anak nampak begitu bersemangat. Sambil mengenakan seragam olahraga,
mereka berlari kesana kemari seakan lupa jika sedang belajar berpuasa. Lucunya,
ketika selesai berlari mereka merengek kepadaku atau guru yang lainnya untuk
meminta minum. Sungguh lucu tingkah makhluk mungil karunia Alloh yang satu ini.
Tapi ada satu orang anak yang terlihat murung. Panggil saja ia Sasya. Dengan
wajah datar sambil menenteng uang Rp2 ribu, Sasya masuk ke kelas dengan wajah bingung
seakan mencari sesuatu. Aku masih memperhatikannya beberapa saat, ternyata ia
tak kunjung berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Bisa dibilang, aku
sangat hafal dengan karakter Sasya. Bocah perempuan yang satu ini nampak begitu
dewasa dibanding dengan saudara sepupunya yang juga satu kelas dengannya. Sasya
bisa sangat mengayomi sepupunya itu. Misal, saat sepupunya tidak membawa bekal
makanan dan juga uang jajan, Sasya akan menghampiriku dan mulai berkonsultasi. “Bu,
Ria (panggil saja begitu untuk sepupunya Sasya) mau jajan, tapi Ria ngga
bawa uang. Uang Sasya ada Rp2 ribu, cukup ngga kalo beli kue 2 bungkus?”, kurang
lebih hal-hal seperti itulah yang di-“curhat”-kan Sasya kepadaku.
Berbeda
dengan tadi pagi. Sasya tak kunjung menghampiriku untuk “curhat”. Ia memilih
mondar-mandir dan berkeliling di depan
pintu sambil melihat ke arah tasnya. Segera saja aku mengeluarkan “jurus”
komunikasi produktif. “Sasya kenapa kok gak main sama temennya? Sini, sayang
mau cerita sama bu guru ngga?”, kataku. Sasya pun menghampiriku dan
langsung mencurahkan isi hatinya. “Bu, Sasya pengen jajan, tapi udah masuk”,
ujarnya. Aku mencoba untuk mengingat salah satu indikator komunikasi
produktif, yaitu fokus pada solusi, bukan pada masalah dan mengganti kalimat interogasi
dengan pertanyaan observasi.
Setelah
aku mengetahui masalahnya, aku berkata pada Sasya, “Oh Sasya mau jajan.
Sasya masih bisa jajan kok, masih ada waktu 5 menit. Cepetan yaa”. Sasya
pun segera berlari keluar kelas. Namun siapa sangka, aku yang awalnya mengira
Sasya akan membeli slime seperti teman-temannya yang lain, ternyata membeli
minuman kemasan dingin! Oh nooooooooooooo. Haha
Sasya
menghampiriku lagi dan meminta tolong untuk menusukkan sedotan kedalam kemasan.
Jujur, aku merasa sedikit tidak tega melihat ia kehausan. Akhirnya aku
melakukan apa yang dimintanya. Tapi, aku berpesan padanya untuk meminum hanya
sedikit kemudian menyimpan minuman itu dibalik pintu agar teman-temannya yang
lain tidak tergoda. Sasya pun menuruti perintahku. Aku hanya bisa menelan rasa
tawa sambil geleng-geleng kepala. Haha
0 komentar:
Posting Komentar