15 Agustus 2015
Rasa galauku karena ditinggal
Novi jalan-jalan ke Bromo belum sembuh. Bersamaan dengan itu, kelasku libur.
Setiap sabtu dan minggu aktivitas
kelas speaking emang libur. Member
bebas ngisi waktu libur itu tapi pada momen 17 Agustus ini semua member
dihimbau untuk meluangkan waktu mengikuti lomba di tempat kursus-ku ini. Lomba
17 Agustus di tempat kursusku diadakan pada tanggal 15 Agustus, soalnya
kebetulan hari itu libur dan di tanggal 17 Agutusnya nanti member tetep masuk
kelas walaupun tanggal merah.
Semua member diinstruksikan buat
pake kaos seragam yang dikasih dari lembaga. Pagi hari sekitar pukul 7 kami
bersepeda bersama menuju office.
Setelah membeli bakpau dan beberapa kali selfie, aku melarikan diri. Seperti
biasa, aku tidak antusias untuk mengikuti perlombaan. Meski hanya untuk
menonton aku tak mood. Pergilah aku
mengambil sepeda lalu menyusuri jalan Brawijaya. Setelah tiba diujung jalan,
aku memutar balik arah sepedaku.*bener-bener gak ada kerjaan
Kulihat toko-toko dan sebagian
tempat makan masih tutup. Setelah menggoes sebentar, sampailah aku dibelokan
jalan Mawar. Kususuri jalan tersebut. Tak jauh dari belokan jalan terdapat toko
buku yang ukurannya tidak terlalu besar namun sepagi itu sudah cukup ramai. Aku
berkunjung dengan niat untuk membeli buku. Yang teringat dalam pikiranku adalah
membeli buku “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer. Sempat ragu karena
uang yang aku bawa saat itu hanya seadanya. Tapi akhirnya aku membawa pulang 4
buku. Buku yang aku beli yaitu Bumi Manusia, Catatan Hati Pengantin, Api
Tauhid, dan Bulan.
Aku niatkan membaca buku-buku itu
untuk mengusir rasa galauku karena tidak bisa pergi jalan-jalan ke Bromo.
Hasilnya: dua hari menjelang kepulanganku ke Kuningan, aku berhasil menamatkan
novel Api Tauhid yang menurutku novel itu lumayan tebel. Kusambung lagi dengan
membaca Novel Bumi Manusia. Dua buku lainnya aku baca hanya sebagian. Untuk
Catatan Hati Pengantin berhasil aku tamatkan di Kuningan hanya dalam waktu satu
hari. Buku itu malah dipinjam Tita selama di camp. Berbeda halnya dengan novel
Bulan. Ada kisah bodoh yang nanti akan aku ceritakan.
Sore harinya para member
free dari
aktivitas. Aku yang tadinya males-malesan di kamar sambil baca buku jadi
tergiur buat ikut Tita, Gina dan Susi. Nah, aku belum ngenalin Susi. Susi asli
Surabaya. Doi ngomongnya medok khas Jawa. Badan doi paling imut diantara kita.
*kalo aku sih jangan ditanya
|
Aku, Tita, dan Susi |
Kita pergi naek sepeda ke
alun-alun. Awalnya aku gak tahu ada apa di alun-alun. Awalnya juga aku masih
bingung, Pare itu desa atau kecamatan. Tapi akhirnya belakangan aku tahu kalo
Pare itu kecamatan. Kampung Inggris sendiri letaknya di desa Tulungrejo.
Kabupatennya Kediri.*provinsi Jawa Timur, biar lengkap dah tuh
Di alun-alun ada Masjid An Nur
& Taman Pare-Kediri. Masjid An-Nur itu masjid agung-nya kecamatan Pare.
Katanya sih masjid itu lebih besar daripada masjid agung Kediri. Aku belum tahu
pasti karena emang aku belum pernah ke Kediri kota-nya.
Berhubung kami berangkat
menjelang maghrib, setelah memarkirkan sepeda dan mengambil gambar beberapa
kali, adzan-pun berkumandang. Dari kami berempat, cuma aku dan Susi yang
shalat. Sisanya pada ‘M’.
Usai mengambil wudhu, aku dan
Susi menuju kedalam masjid. Shalat berjama’ah telah berlangsung satu raka’at.
Usai memakai mukena, aku heran ternyata Susi tidak ada, aku pikir dia mengikuti
dari belakang, ternyata dia malah mengarah ke ujung masjid, padahal makmum
wanita berada tak jauh dari makmum laki-laki, yaitu di bagian depan masjid.
Tanpa bisa bertanya pada Susi, akhirnya aku langsung mengikuti jama’ah lain.
Setelah selesai menambah satu raka’at karena ketinggalan, Susi menghampiriku,
ternyata doi gak kebagian mukena. Dipakailah mukenaku. Aku menunggunya di salah
satu tihang di dalam masjid sembari tilawah.
Selesai beberapa ayat, Susi
menghampiriku. Ia melipat mukenaku kemudian kami gegas berdiri untuk
menghampiri Tita dan Gina yang berada di taman. Setelah kami berjumpa, kami
jalan menyusuri taman. Selain keluarga yang membawa anak, ada juga pemandangan
yang bikin para jomblo iri dan para single risih, yakni pasangan yang duduk
berdua alias pacaran! Huh!
Kenapa aku ngebedain jomblo dan
single? Ini bedanya: kalo jomblo itu nasib, kalo single itu pilihan.*keliatan
gak bedanya? Kalo ngga, ya udah anggap aja ada bedanya. Haha
Setelah jalan sekitaran satu
menit, sampailah kami diujung taman. Banyak pedagang makanan. Setelah
ber-bingung-bingung ria, akhirnya kami memilih salah satu warung yang dijaga
oleh ibu-ibu. Beliau kurus, hitam, sendirian, jualan soto daging, nasi pecel,
dan beberapa jenis minuman. Kalo tidak salah, nama warungnya itu “Mak’e Jhon”. Kalo
dari artinya sih itu ‘warung ibunya si Jhon’. Hehe
Ada tiga tikar beserta meja yang
ditata lurus sejajar dengan letak warung si ibu. Kami memilih duduk di lesehan
nomor dua, tak terlalu dekat dengan warung dan tak terlalu jauh dengan warung.
Cukup mudah bagi si ibu untuk mengantarkan makanan yang kami pesan.
Kami semua memesan soto daging
plus nasi, kecuali Tita. Doi lebih milih makan nasi dan pecel lele. Belakangan
baru aku tahu kalo doi suka pecel lele. Untuk minuman aku gak pesen, soalnya
udah bawa dari camp.*bentuk penghematan. Aku lupa lagi yang lain pesen minuman
apa.*syelalu lupa
Sebelum makanan tiba, kami
mengobrol. Susi mengawali pembahasan dengan menanyakan gebetan kita di kelas.
Tita langsung cerita dengan asyiknya. Doi cerita gebetannya. Sampe sekarang
kita gak tahu yang mana orangnya yang dimaksud Tita.*hihi dasar wanita
Beda lagi sama Gina dan Susi si
pencetus tema pembicaraan. Doi bilang gak ada orang yang menarik perhatiannya.
Ya sudah kita percaya. Bagaimana denganku? Ah gak penting. You know-lah. Single until khitbah, sista...hehe.
Ketika makan, secara kebetulan
dan tanpa menyapa, aku melihat dua teman sekelasku. Syafri dan Yunus. Keduanya
laki-laki.*iya lah Yena kan keliatan dari namanya, haduuuuh
Syafri datang bareng ketiga
temannya. Dia duduk di sebelah lesehan tempat kami makan. Entah dia ngeliat aku
atau ngga. Soalnya emang agak gelap gitu kan. Cahaya lampu yang cukup terang
cuma disekitaran warung dan lampu taman yang gak jauh dari tempat lesehan.
Gak cuma berempat aja Syafri
datang, setelah beberapa saat datanglah dua cewek yang juga duduk di lesehan
tempat Syafri dan teman-temannya duduk. Mereka cuma pesen minuman. Mereka juga
pulang lebih dulu daripada aku. Dan lucunya pas pulang itu, salah satu temen
mereka HP-nya ketinggalan.*kalo gak butuh buat aku aja, hehe
Sebelum Syafri pulang, datanglah
Yunus dan beberapa temannya menghampiri tempat Syafri. Cuma menghampiri doang
buat say hei. Kali ini juga Yunus gak
ngeliat aku. Tapi salah satu temen si Yunus itu nyapa Tita. Kita sempet curiga,
jangan-jangan cowok yang nyamperin Tita itu cowok gebetannya Tita. *ternyata
bukan, hihi
Temen Tita itu nyodorin tangan
buat salaman, tapi dengan cerdasnya Tita menaruh tangannya di depan dada
sebagai tanda bahwa ia tidak bersalaman dengan lelaki bukan
muhrim.*yeyeyelalala
Si cowok ngerti dan kita bertiga
yang liat ikut melakukan hal yang sama dengan Tita. Si cowok senyum lalu
bergabung lagi bersama pasukannya.*gabung sama Yunus dan yang lainnya maksud
aku, haha
By the way, sedikit cerita, aku, Yunus, dan Syafri cukup saling
kenal. Kita bertiga bareng di beberapa kelas. Aku dan Yunus bareng di kelas Go Go Talk, Pronoun WOW, dan Speak Up 2. Syafri juga sama, bedanya
cuma aku dan Syafri gak bareng di speak
up 2, tapi barengnya di kelas Quicky.
Kita bertiga seumuran. Syafri
kuliah di Malang, asalnya dari Lampung. Kalo Yunus itu udah kerja di Jakarta,
aslinya dari Blitar. Keduanya sering secara kebetulan jadi partner aku pas chating di kelas. Dua-duanya pinter.
Tapi sayangnya Syafri gak sampe selesai belajar di Kampung Inggris. Dia mesti
ke Malang buat KRS-an alias ngurus Kartu Rencana Studi. Aku sempet heran,
kenapa gak diurus dari sini (Pare) aja. Ternyata sistem KRS-an disana masih
semi online.*dari situ aku bersyukur soalnya dikampusku udah sistem online
seutuhnya. Wkwk
Oya gak ada hal spesial lain yang
terjadi setelah santap malam itu. Kami berempat langsung pulang ke camp setelah
sebelumnya shalat Isya di masjid. Ketika selesai shalat rawatib, aku berpikir
bahwa itu akhir perjumpaanku dengan Masjid An-Nur – Pare, tapi ternyata
besoknya aku berkunjung lagi. Bahkan sampai dua kali!
Mau tahu ceritanya?
...to be continue