Selasa, 01 September 2015

Catatan Harianku di Kampung Inggris 7

15 Agustus 2015
Rasa galauku karena ditinggal Novi jalan-jalan ke Bromo belum sembuh. Bersamaan dengan itu, kelasku libur.
Setiap sabtu dan minggu aktivitas kelas speaking emang libur. Member bebas ngisi waktu libur itu tapi pada momen 17 Agustus ini semua member dihimbau untuk meluangkan waktu mengikuti lomba di tempat kursus-ku ini. Lomba 17 Agustus di tempat kursusku diadakan pada tanggal 15 Agustus, soalnya kebetulan hari itu libur dan di tanggal 17 Agutusnya nanti member tetep masuk kelas walaupun tanggal merah.
Semua member diinstruksikan buat pake kaos seragam yang dikasih dari lembaga. Pagi hari sekitar pukul 7 kami bersepeda bersama menuju office. Setelah membeli bakpau dan beberapa kali selfie, aku melarikan diri. Seperti biasa, aku tidak antusias untuk mengikuti perlombaan. Meski hanya untuk menonton aku tak mood. Pergilah aku mengambil sepeda lalu menyusuri jalan Brawijaya. Setelah tiba diujung jalan, aku memutar balik arah sepedaku.*bener-bener gak ada kerjaan
Kulihat toko-toko dan sebagian tempat makan masih tutup. Setelah menggoes sebentar, sampailah aku dibelokan jalan Mawar. Kususuri jalan tersebut. Tak jauh dari belokan jalan terdapat toko buku yang ukurannya tidak terlalu besar namun sepagi itu sudah cukup ramai. Aku berkunjung dengan niat untuk membeli buku. Yang teringat dalam pikiranku adalah membeli buku “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer. Sempat ragu karena uang yang aku bawa saat itu hanya seadanya. Tapi akhirnya aku membawa pulang 4 buku. Buku yang aku beli yaitu Bumi Manusia, Catatan Hati Pengantin, Api Tauhid, dan Bulan.
Aku niatkan membaca buku-buku itu untuk mengusir rasa galauku karena tidak bisa pergi jalan-jalan ke Bromo. Hasilnya: dua hari menjelang kepulanganku ke Kuningan, aku berhasil menamatkan novel Api Tauhid yang menurutku novel itu lumayan tebel. Kusambung lagi dengan membaca Novel Bumi Manusia. Dua buku lainnya aku baca hanya sebagian. Untuk Catatan Hati Pengantin berhasil aku tamatkan di Kuningan hanya dalam waktu satu hari. Buku itu malah dipinjam Tita selama di camp. Berbeda halnya dengan novel Bulan. Ada kisah bodoh yang nanti akan aku ceritakan.
Sore harinya para member free dari aktivitas. Aku yang tadinya males-malesan di kamar sambil baca buku jadi tergiur buat ikut Tita, Gina dan Susi. Nah, aku belum ngenalin Susi. Susi asli Surabaya. Doi ngomongnya medok khas Jawa. Badan doi paling imut diantara kita. *kalo aku sih jangan ditanya
Aku, Tita, dan Susi


Kita pergi naek sepeda ke alun-alun. Awalnya aku gak tahu ada apa di alun-alun. Awalnya juga aku masih bingung, Pare itu desa atau kecamatan. Tapi akhirnya belakangan aku tahu kalo Pare itu kecamatan. Kampung Inggris sendiri letaknya di desa Tulungrejo. Kabupatennya Kediri.*provinsi Jawa Timur, biar lengkap dah tuh
Di alun-alun ada Masjid An Nur & Taman Pare-Kediri. Masjid An-Nur itu masjid agung-nya kecamatan Pare. Katanya sih masjid itu lebih besar daripada masjid agung Kediri. Aku belum tahu pasti karena emang aku belum pernah ke Kediri kota-nya.
Berhubung kami berangkat menjelang maghrib, setelah memarkirkan sepeda dan mengambil gambar beberapa kali, adzan-pun berkumandang. Dari kami berempat, cuma aku dan Susi yang shalat. Sisanya pada ‘M’.

Usai mengambil wudhu, aku dan Susi menuju kedalam masjid. Shalat berjama’ah telah berlangsung satu raka’at. Usai memakai mukena, aku heran ternyata Susi tidak ada, aku pikir dia mengikuti dari belakang, ternyata dia malah mengarah ke ujung masjid, padahal makmum wanita berada tak jauh dari makmum laki-laki, yaitu di bagian depan masjid. Tanpa bisa bertanya pada Susi, akhirnya aku langsung mengikuti jama’ah lain. Setelah selesai menambah satu raka’at karena ketinggalan, Susi menghampiriku, ternyata doi gak kebagian mukena. Dipakailah mukenaku. Aku menunggunya di salah satu tihang di dalam masjid sembari tilawah.
Selesai beberapa ayat, Susi menghampiriku. Ia melipat mukenaku kemudian kami gegas berdiri untuk menghampiri Tita dan Gina yang berada di taman. Setelah kami berjumpa, kami jalan menyusuri taman. Selain keluarga yang membawa anak, ada juga pemandangan yang bikin para jomblo iri dan para single risih, yakni pasangan yang duduk berdua alias pacaran! Huh!
Kenapa aku ngebedain jomblo dan single? Ini bedanya: kalo jomblo itu nasib, kalo single itu pilihan.*keliatan gak bedanya? Kalo ngga, ya udah anggap aja ada bedanya. Haha
Setelah jalan sekitaran satu menit, sampailah kami diujung taman. Banyak pedagang makanan. Setelah ber-bingung-bingung ria, akhirnya kami memilih salah satu warung yang dijaga oleh ibu-ibu. Beliau kurus, hitam, sendirian, jualan soto daging, nasi pecel, dan beberapa jenis minuman. Kalo tidak salah, nama warungnya itu “Mak’e Jhon”. Kalo dari artinya sih itu ‘warung ibunya si Jhon’. Hehe
Ada tiga tikar beserta meja yang ditata lurus sejajar dengan letak warung si ibu. Kami memilih duduk di lesehan nomor dua, tak terlalu dekat dengan warung dan tak terlalu jauh dengan warung. Cukup mudah bagi si ibu untuk mengantarkan makanan yang kami pesan.
Kami semua memesan soto daging plus nasi, kecuali Tita. Doi lebih milih makan nasi dan pecel lele. Belakangan baru aku tahu kalo doi suka pecel lele. Untuk minuman aku gak pesen, soalnya udah bawa dari camp.*bentuk penghematan. Aku lupa lagi yang lain pesen minuman apa.*syelalu lupa
Sebelum makanan tiba, kami mengobrol. Susi mengawali pembahasan dengan menanyakan gebetan kita di kelas. Tita langsung cerita dengan asyiknya. Doi cerita gebetannya. Sampe sekarang kita gak tahu yang mana orangnya yang dimaksud Tita.*hihi dasar wanita
Beda lagi sama Gina dan Susi si pencetus tema pembicaraan. Doi bilang gak ada orang yang menarik perhatiannya. Ya sudah kita percaya. Bagaimana denganku? Ah gak penting. You know-lah. Single until khitbah, sista...hehe.
Ketika makan, secara kebetulan dan tanpa menyapa, aku melihat dua teman sekelasku. Syafri dan Yunus. Keduanya laki-laki.*iya lah Yena kan keliatan dari namanya, haduuuuh
Syafri datang bareng ketiga temannya. Dia duduk di sebelah lesehan tempat kami makan. Entah dia ngeliat aku atau ngga. Soalnya emang agak gelap gitu kan. Cahaya lampu yang cukup terang cuma disekitaran warung dan lampu taman yang gak jauh dari tempat lesehan.
Gak cuma berempat aja Syafri datang, setelah beberapa saat datanglah dua cewek yang juga duduk di lesehan tempat Syafri dan teman-temannya duduk. Mereka cuma pesen minuman. Mereka juga pulang lebih dulu daripada aku. Dan lucunya pas pulang itu, salah satu temen mereka HP-nya ketinggalan.*kalo gak butuh buat aku aja, hehe
Sebelum Syafri pulang, datanglah Yunus dan beberapa temannya menghampiri tempat Syafri. Cuma menghampiri doang buat say hei. Kali ini juga Yunus gak ngeliat aku. Tapi salah satu temen si Yunus itu nyapa Tita. Kita sempet curiga, jangan-jangan cowok yang nyamperin Tita itu cowok gebetannya Tita. *ternyata bukan, hihi
Temen Tita itu nyodorin tangan buat salaman, tapi dengan cerdasnya Tita menaruh tangannya di depan dada sebagai tanda bahwa ia tidak bersalaman dengan lelaki bukan muhrim.*yeyeyelalala
Si cowok ngerti dan kita bertiga yang liat ikut melakukan hal yang sama dengan Tita. Si cowok senyum lalu bergabung lagi bersama pasukannya.*gabung sama Yunus dan yang lainnya maksud aku, haha
By the way, sedikit cerita, aku, Yunus, dan Syafri cukup saling kenal. Kita bertiga bareng di beberapa kelas. Aku dan Yunus bareng di kelas Go Go Talk, Pronoun WOW, dan Speak Up 2. Syafri juga sama, bedanya cuma aku dan Syafri gak bareng di speak up 2, tapi barengnya di kelas Quicky.
Kita bertiga seumuran. Syafri kuliah di Malang, asalnya dari Lampung. Kalo Yunus itu udah kerja di Jakarta, aslinya dari Blitar. Keduanya sering secara kebetulan jadi partner aku pas chating di kelas. Dua-duanya pinter. Tapi sayangnya Syafri gak sampe selesai belajar di Kampung Inggris. Dia mesti ke Malang buat KRS-an alias ngurus Kartu Rencana Studi. Aku sempet heran, kenapa gak diurus dari sini (Pare) aja. Ternyata sistem KRS-an disana masih semi online.*dari situ aku bersyukur soalnya dikampusku udah sistem online seutuhnya. Wkwk
Oya gak ada hal spesial lain yang terjadi setelah santap malam itu. Kami berempat langsung pulang ke camp setelah sebelumnya shalat Isya di masjid. Ketika selesai shalat rawatib, aku berpikir bahwa itu akhir perjumpaanku dengan Masjid An-Nur – Pare, tapi ternyata besoknya aku berkunjung lagi. Bahkan sampai dua kali!
Mau tahu ceritanya?

...to be continue

0 komentar:

Posting Komentar