Leuwi
Panjang, 19 Sep. 15
03.00 WIB
Untuk ke sekian
kalinya aku melakukan perjalanan Serang-Bandung. Setibanya di terminal Leuwi
Panjang, aku berjalan lurus menuju arah keluar terminal, arah yang berlawanan
dengan arah masuknya bus yang aku tumpangi. Dengan Rp90 ribu, aku tiba di
Bandung alhamdulillah dengan keadaan sedikit bingung harus kemana akibat efek
‘nyawa’ yang belum terkumpul. *ciyee
Sesampainya di luar
kawasan terminal, beberapa supir taxi menawarkan jasanya padaku setelah
sebelumnya aku sempat bertanya “pukul berapa sekarang dan mau kemana?” kepada
seorang teteh-teteh yang jalan
beriringan denganku setelah keluar dari bus yang sama. Sadar tujuan
perjalananku dengannya berbeda, aku langsung melepasnya untuk melanjutkan
perjalanan. *hadeh lebay
Masih dengan
ekspresi bingung, aku menolak jasa yang ditawarkan supir taxi tadi. Secara,
ongkos taxi ke kampus UPI di jalan Setiabudhi mahal banget, Rp50 ribu. Sebagai
pemilik jiwa mahasiswa, aku lebih memilih untuk menunggu Damri, yang ongkosnya
cuma Rp3 ribu (setahun yang lalu, sekarang goceng, fiuh). Aku putuskan untuk
duduk sejenak di atas teras bangunan kecil yang tak ku ketahui itu bangunan
apa. Menurut tebakanku sebagai seorang mahasiswa, itu sejenis pos. Tapi entah
pos apa. *twewew
Berbekal info keterangan
waktu—dari teteh-teteh yang tadi—aku putuskan untuk makan nasi goreng. Just for kill my time. In the fact, I don’t
really hungry.Keterangan waktu yang aku miliki ialah pukul 02.45 WIB. Itu
akurat. Itu data yang kedua. Aku dapat data itu setelah bertanya pada mamang
penjual nasi goreng yang sekaligus penjual mie baso, bihun, ceker spesial, es
campur, dan mie kocok kaki sapi (yang entah bagaimana aku membayangkan kaki
sapi dengan mie kocok itu bergabung menjadi satu menu atau menu yang terpisah,
si mamang tidak menggunakan bullets and
numbering, jadi tulisan itu ambigu).
Ya, begitu banyak
jenis makanan yang dijual oleh si mamang itu. Si mamang punya tiga gerobak
sekaligus. Ketiganya berada di pinggir jalan, ditata leter L, dengan salah satu
sisi dipasang spanduk yang berisi keterangan promosi tiga menu paling utama.
Hanya satu menu yang paling aku ingat, tertulis paling atas, “NASI GORENG”.
Setelah memesan, si
mamang berpostur mungil tersebut langsung membuatkan nasi goreng untukku. Baru
selesai disajikannya pesananku, seorang laki-laki datang untuk membeli nasi
goreng. Terus saling menyusul hingga tiga orang pembeli yang semuanya
laki-laki. Kali ini kutebak hati si mamang sumringah karena nasi gorengnya
laris di-order.*yiihaa
Sedikit terkejut
dengan topping yang ada pada nasi
goreng tersebut. Pasalnya, setelah sendok-ku menyibakkan kerupuk yang berada di
atas nasi goreng, kulihat ada potongan sosis. Selebihnya topping yang tercampur ialah sama seperti nasi goreng pada umumnya.
Teruuuus? Ya hal itu membuatku terkejut karena nasi goreng yang beberapa kali
aku beli di Serang tak seperti itu. Topping
yang ada secara otomatis biasanya adalah hati kambing. Topping sosis biasanya termasuk kedalam topping pilihan. *ya ampun
Yenaaaa, gak penting banget!
Tak hanya
membuatkan nasi goreng untukku, dengan cukup ramah si mamang menjawab
pertanyaan-pertanyaanku yang sebagai berikut: “DAMRI ke UPI di jalan Setiabudhi
adanya jam berapa?”, “Arah datangnya DAMRI dari sebelah mana?”, dan “mushola
sebelah mana?”.Kulanjutkan menyantap nasi goreng setelah keterangan yang
didapat kurasa cukup.
Lagi-lagi tak hanya
cerita diatas, penampilan si mamang yang terbilang ‘necis’ juga membuatku
salut. Selain peralatan makan dan tempat yang secara kasat mata terlihat rapi
dan bersih, baju batik lengan panjang bermotif bunga-bunga kecil yang
dikenakannya membuatku memiliki penilaian yang baik terhadap si mamang. Sebagai
pedagang, si mamang sepertinya sadar akan penampilan. Apalagi sebagai pedagang
makanan, si mamang terlihat cukup tahu tips agar pembeli merasa nyaman dan tak
sungkan untuk membeli dagangannya. *ya entahlah yaaa...
Beberapa jam lagi
kisahku dengan nasi goreng Leuwi Panjang akan berakhir. Waktu Subuh segera
datang, detik-detik DAMRI beroperasi segera tiba, waktuku untuk mengikuti
seminar nasional tentang Psikologi anak
pun akan segera ku lalui. Tak sabar. Usai seminar itu aku akan pulang ke Kuningan. Ijin skip kelas telah aku ajukan. Aku ijin
kuliah sebagai bentuk pengorbanan untuk
mempersiakan paspor dan surat keterangan sehat dari RSUD. Itu semua aku
butuhkan untuk melengkapai persyaratan mendaftar pada sebuah program yang aku
ceritakan dilain waktu.
2 komentar:
ini nulis postingannya di hp yah, pas baru nyampe di Bandung?
padahal naik angkot leuwi panjang-kalapa-ledeng bisa lo, total ongkosnya cuman 10 ribu.
Jadi juga ke luar negeri nih, kenapa gak di Serang aja ngurus paspornya?
tulis tangan trus dketik ukh :D
bukan buat beasiswa, hehe
sklian libur aja :D
Posting Komentar