Minggu, 20 September 2015

Nasi Goreng Leuwi Panjang

Leuwi Panjang, 19 Sep. 15
03.00 WIB

Untuk ke sekian kalinya aku melakukan perjalanan Serang-Bandung. Setibanya di terminal Leuwi Panjang, aku berjalan lurus menuju arah keluar terminal, arah yang berlawanan dengan arah masuknya bus yang aku tumpangi. Dengan Rp90 ribu, aku tiba di Bandung alhamdulillah dengan keadaan sedikit bingung harus kemana akibat efek ‘nyawa’ yang belum terkumpul. *ciyee
Sesampainya di luar kawasan terminal, beberapa supir taxi menawarkan jasanya padaku setelah sebelumnya aku sempat bertanya “pukul berapa sekarang dan mau kemana?” kepada seorang teteh-teteh yang jalan beriringan denganku setelah keluar dari bus yang sama. Sadar tujuan perjalananku dengannya berbeda, aku langsung melepasnya untuk melanjutkan perjalanan. *hadeh lebay
Masih dengan ekspresi bingung, aku menolak jasa yang ditawarkan supir taxi tadi. Secara, ongkos taxi ke kampus UPI di jalan Setiabudhi mahal banget, Rp50 ribu. Sebagai pemilik jiwa mahasiswa, aku lebih memilih untuk menunggu Damri, yang ongkosnya cuma Rp3 ribu (setahun yang lalu, sekarang goceng, fiuh). Aku putuskan untuk duduk sejenak di atas teras bangunan kecil yang tak ku ketahui itu bangunan apa. Menurut tebakanku sebagai seorang mahasiswa, itu sejenis pos. Tapi entah pos apa. *twewew
Berbekal info keterangan waktu—dari teteh-teteh yang tadi—aku putuskan untuk makan nasi goreng. Just for kill my time. In the fact, I don’t really hungry.Keterangan waktu yang aku miliki ialah pukul 02.45 WIB. Itu akurat. Itu data yang kedua. Aku dapat data itu setelah bertanya pada mamang penjual nasi goreng yang sekaligus penjual mie baso, bihun, ceker spesial, es campur, dan mie kocok kaki sapi (yang entah bagaimana aku membayangkan kaki sapi dengan mie kocok itu bergabung menjadi satu menu atau menu yang terpisah, si mamang tidak menggunakan bullets and numbering, jadi tulisan itu ambigu).
Ya, begitu banyak jenis makanan yang dijual oleh si mamang itu. Si mamang punya tiga gerobak sekaligus. Ketiganya berada di pinggir jalan, ditata leter L, dengan salah satu sisi dipasang spanduk yang berisi keterangan promosi tiga menu paling utama. Hanya satu menu yang paling aku ingat, tertulis paling atas, “NASI GORENG”.
Setelah memesan, si mamang berpostur mungil tersebut langsung membuatkan nasi goreng untukku. Baru selesai disajikannya pesananku, seorang laki-laki datang untuk membeli nasi goreng. Terus saling menyusul hingga tiga orang pembeli yang semuanya laki-laki. Kali ini kutebak hati si mamang sumringah karena nasi gorengnya laris di-order.*yiihaa
Sedikit terkejut dengan topping yang ada pada nasi goreng tersebut. Pasalnya, setelah sendok-ku menyibakkan kerupuk yang berada di atas nasi goreng, kulihat ada potongan sosis. Selebihnya topping yang tercampur ialah sama seperti nasi goreng pada umumnya. Teruuuus? Ya hal itu membuatku terkejut karena nasi goreng yang beberapa kali aku beli di Serang tak seperti itu. Topping yang ada secara otomatis biasanya adalah hati kambing. Topping sosis biasanya termasuk kedalam topping pilihan.  *ya ampun Yenaaaa, gak penting banget!
Tak hanya membuatkan nasi goreng untukku, dengan cukup ramah si mamang menjawab pertanyaan-pertanyaanku yang sebagai berikut: “DAMRI ke UPI di jalan Setiabudhi adanya jam berapa?”, “Arah datangnya DAMRI dari sebelah mana?”, dan “mushola sebelah mana?”.Kulanjutkan menyantap nasi goreng setelah keterangan yang didapat kurasa cukup.
Lagi-lagi tak hanya cerita diatas, penampilan si mamang yang terbilang ‘necis’ juga membuatku salut. Selain peralatan makan dan tempat yang secara kasat mata terlihat rapi dan bersih, baju batik lengan panjang bermotif bunga-bunga kecil yang dikenakannya membuatku memiliki penilaian yang baik terhadap si mamang. Sebagai pedagang, si mamang sepertinya sadar akan penampilan. Apalagi sebagai pedagang makanan, si mamang terlihat cukup tahu tips agar pembeli merasa nyaman dan tak sungkan untuk membeli dagangannya. *ya entahlah yaaa...
Beberapa jam lagi kisahku dengan nasi goreng Leuwi Panjang akan berakhir. Waktu Subuh segera datang, detik-detik DAMRI beroperasi segera tiba, waktuku untuk mengikuti seminar nasional tentang Psikologi anak  pun akan segera ku lalui. Tak sabar. Usai seminar  itu aku akan pulang ke Kuningan. Ijin skip kelas telah aku ajukan. Aku ijin kuliah sebagai bentuk  pengorbanan untuk mempersiakan paspor dan surat keterangan sehat dari RSUD. Itu semua aku butuhkan untuk melengkapai persyaratan mendaftar pada sebuah program yang aku ceritakan dilain waktu.

Semoga Alloh selalu meridhoi-ku. Meridhoi-ku untuk selalu sehat salah satunya, karena nyatanya saat ini aku menulis dengan keadaan sakit perut dan sedikit mual setelah merasakn sedikit kekeacauan selera karena pedasnya nasi goreng yang tak ku order untuk pedas. Ya sudahlah.

2 komentar:

Nelvianti mengatakan...

ini nulis postingannya di hp yah, pas baru nyampe di Bandung?
padahal naik angkot leuwi panjang-kalapa-ledeng bisa lo, total ongkosnya cuman 10 ribu.
Jadi juga ke luar negeri nih, kenapa gak di Serang aja ngurus paspornya?

Little Dreamer mengatakan...

tulis tangan trus dketik ukh :D

bukan buat beasiswa, hehe
sklian libur aja :D

Posting Komentar