Selepas magrib aku bersepeda
berkeliling alun-alun kota Serang. Aktivitas yang tidak aku anjurkan untuk
kalian tiru. Hihi. Aku bersepeda karena terpaksa harus mencari ATM dengan
minimal uang yang bisa diambil Rp50 ribu. Ckck
Sebenarnya sepedaku sedang rusak,
belum aku servis mengingat sebentar lagi aku libur panjang setelah UAS dan
memang uang bulananku semakin menipis. Jadi aku berpikir dua kali untuk
mempergunakan uangku. Aku meminjam sepeda Novi—sahabatku (benarkah ia menggapku
sahabatnya? Hehe).
Belum lama mengayuh sepeda dari
tempat kos Novi, gerimis turun membasahi Kaujon—salah satu kelurahan di Kota
Serang. Niatku sempat ragu untuk meneruskan bersepeda ke alun-alun. Tapi
keraguan itu aku tepis mengingat jika ditunda-tunda, kurasa esok takkan ada
waktu luang lagi. Aku sudah harus fokus UAS dan menyelesaikan tugas-tugas dari
beberapa mata kuliah.
Gerimis tak nampak ketika aku
memasuki kawasan alun-alun. Aneh. Seakan-akan awan tahu bahwa kawasan itu ramai
pada malam hari. Banyak penjual makanan dan fans-nya alias pembeli. Jika hujan,
kemungkinan sepi-lah angkringan-angkringan
yang berjajar sepanjang jalan.
Sampai di ATM yang aku tuju, aku
langsung menyelesaikan hajatku. Memasukkan kartu ATM, dan menekan nominal
Rp50.000. Kukayuh lagi sepedaku. Melewati pusat perbelanjaan di Kota Serang,
alun-alun, dan jajaran pedagang kaki lima. Aku menghentikan sepeda Novi di
depan lapak penjual buah pisang Sun*ise yang
sedang beken-beken-nya di kota Serang
(karena aku tak menemukan penjual pisang Sun*ise
di kota lain yang pernah aku singgahi, seperti Jakarta, Surabaya, dan
tentunya kampung halamanku, Kuningan). Mengingat sudah lama anak kos ini tak
makan buah, aku belilah buah murah meriah sebagai hadiah bagi otakku yang mulai
‘panas’ menghadapi UAS dan tugas-tugas (haha) J
Usai membeli buah, kali ini
gerimis rapat mengguyur pusat kota Serang, tepatnya ketika aku berada di
sekitaran Masjid Agung At-Tsauroh. Aku menyebrang dengan menuntun sepeda Novi,
berbalik arah. Tak lama kukayuh sepeda, aku mampir di tukang tambal ban untuk
mengisi angin pada ban sepeda Novi. Kulihat sekeliling. Pedagang kaki lima
tetap sedikit tenang, tak buru-buru membereskan dagangan mereka. Kulihat kaos
jersey bola tetap dipajang dibelakang bagasi mobil minibus yang diparkir dipinggir
jalan menuju alun-alun.
Abang tukang tambal pun terlihat
santai bersandar di bagian belakang motor “bombay’-nya yang memiliki atap.
Hanya tukang parkir salah satu bank yang terlihat mempersiapkan turunnya
gerimis yang cukup rapat ini. Ia menggunakan payung, menggulung celana hingga
bawah lutut dan berjalan ke tengah jalan raya untuk menghantarkan mobil yang
hendak keluar dari lokasi bank tersebut.
Kulanjutkan mengayuh sepeda
dengan diiringi rintik-rintik gerimis. Sepanjang perjalanan kembali menuju kosan,
aku disuguhi pemandangan kegiatan para pedagang kaki lima ketika hujan turun.
Penjaja helm motor mulai menutupi barang dagangannya dengan terpal plastik. Di
pinggir jalan lain, aku melihat seorang bapak tua renta menjinjing satu buah
durian pada masing-masing tangannya, mencoba menawarkan durian pada pedagang
makanan yang hendak menutupi gerobaknya dari air hujan. Hal yang dilakukan oleh
pedagang aneka perabot rumah tangga dari plastik. Dagangannya tak terlihat
lagi. Hanya gundukan yang ditutupi terpal plastik transparan dengan ukuran
panjang tergelar di pinggir jalan di depan trotoar Gedung Juang. Nampak tenang
pedagang buah yang satunya lagi. Ia memiliki tempat berteduh yang aku
perkirakan telah ia sediakan dari mulai pagi menjelang siang tadi. Entah apa
yang ia rasakan. Kulihat buah segar yang ia jajakan mulai basah diguyur hujan.
Aku pun terus mengayuh sepeda dan berkata dalam hati, “susahnya mencari uang”.
Ya Rabb, jika sebagian dari kita
mengenang hal-hal indah ketika hujan turun, mereka para pedagang berdoa dalam
hatinya agar hujan segera reda supaya pembeli kembali ramai. Untuk yang satu
ini mereka mungkin yakin bahwa salah satu waktu mustajab dimana doa dikabulkan
adalah ketika hujan turun.
Serang, 15 Desember
2015
00.45 WIB
0 komentar:
Posting Komentar