Pertama kali aku mengenal Tae Kwon Do saat duduk di bangku
kuliah, sekitar akhir tahun 2012. Tepat di awal semester 2 perkuliahanku, aku
mengikuti latihan rutin yang dilaksanakan seminggu sekali oleh PORMAPI (nama
salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa di UPI Kampus Serang). Aku berkenalan dengan
Teh April dan Kak Imam. Hari pertama latihan hanya ada beberapa orang yang
hadir, salah satunya Suhelsih, teman satu kamar kos-ku pada saat itu. Lama-lama
banyak teman satu kelasku yang turut bergabung karena hebohnya kami bercerita
di kelas tentang latihan Tae Kwon Do. Akhirnya Ihda, Yusi, Nina, Nay, Desi, dan
Izza mengikuti sesi latihan di pekan selanjutnya. Tak ketinggalan dari kelas
lain, ada Futihat (jurusan PGSD satu angkatan denganku) dan Teh Windu (PGSD
satu angkatan di atasku). Namun seiring berjalannya waktu, ada beberapa dari
mereka yang tidak hadir lagi pada sesi latihan berikutnya.
Kami sama-sama berlatih. Dengan menggunakan pakaian yang
nyaman untuk olahraga, kami rutin hadir setiap hari rabu selepas shalat Ashar.
Oya, aku lupa memperkenalkan nama pelatih Tae Kwon Do kami pada saat itu. Awal
latihan kami dibimbing oleh Sabum Syarif.
Sabum (dibaca: sabam) merupakan
sebutan bagi pelatih dalam istilah Tae Kwon Do. Ada juga sabum Sri yang kami kenal setelah beberapa waktu kemudian.
Usai latihan, sabum
Syarif selalu berdialog dengan kami. Sabum menyarankan kami agar membuat
seragam. Tentunya kami menyambut dengan semangat. Foto dibawah ini hasil
jepretanku secara diam-diam. Yah sedikit mengobati rasa rindu saat masih
latihan Tae Kwon Do dulu. Kebiasaan iseng-ku membidik gambar akhirnya dapat
berguna. Hehe
Foto dia atas merupakan foto yang aku ambil setelah aku
mengikuti kejuaraan daerah Banten. Sudah ada peserta baru dari mahasiswa semester
1. Secara perlahan namun pasti, aku memutuskan untuk berhenti latihan Tae Kwon
Do karena beberapa alasan, salah satunya karena terjadi cedera di lutut kananku.
Ya bisa dibilang foto di atas merupakan momen terakhir kalinya aku latihan.
Eits, tapi ini bukan akhir dari tulisanku. Masih ada cerita yang ingin aku
bagikan J
Aku sangat menyukai Tae Kwon Do. Aku, Ihda, Suhelsih, Izza,
Desi, Futihat, Teh Windu, Kak Imam dan nambah satu lagi Kak Irfan...ikut tes
kenaikan tingkat. Kami sangat bersemangat. Ceileh...
Dari yang awalnya sabuk putih, naik jadi sabuk kuning. Kalo
kita-nya jago, alias cepet hafal gerakan, kita bisa loncatin satu tingkat.
Misalnya kita nih yang sabuk putih
bisa langsung naik ke sabuk kuning strip hijau.
Pada hari Minggu, 16 Juni 2013... tes kenaikan tingkat
dilaksanakan. Peserta berkumpul ke SMAN 1 Ciruas-Serang. Sebelum tes, penguji
memberikan sedikit pemaparan kemudian membagi kami kedalam beberapa kelompok
untuk pelaksanaan tes. Tes dilaksanakan dengan sistem menampilkan gerakan/jurus
basic untuk sabuk putih dihadapan dua
orang penguji. Semua peserta keluar ruangan untuk kemudian dipanggil secara
berkelompok.
Aku sudah pasrah, kalau pun tidak lulus, ya sudah. Tapi sedih juga sih,
tes itu kan bayar, masa aku udah bayar tapi aku gak lulus? Rugi dong! Haha.
Tibalah giliran kelompokku. Penguji mulai melakukan tes.
Bukanlah hal yang gawat bagiku ketika aku lupa gerakan. Karena memang salah
satu kelemahanku selain bernyanyi adalah pengingat gerakan yang kurang handal,
maka penguji pun sepertinya ‘tertarik’ padaku. Dari semua peserta yang satu
kelompok denganku, penguji hanya menunjukku dan memintaku untuk mengulang
gerakan. PENGUJI HANYA MENYURUH DIRIKU SEORANG. Iya, hanya aku! Hadeeh..
Nah, foto di atas itu merupakan foto bareng peserta dan
penguji. Oya baru ngeuh kalo di foto
itu gak ada sabum Syarif! Hah aku
baru inget kalo tepat pada hari dilaksanakannya tes, sabum Syarif melangsungkan pernikahan. Udah bisa ketebak dong abis
tes itu kita semua kemana? Hehe. Yap! Kita ngabring
semua ke rumah sabum Syarif untuk
kondangan. Kondangan? Iya, kondangan! Ya kita semua juga patungan kali buat
datang ke resepsinya sabum Syarif!
Masa datang Cuma buat makan gratis aja. Hehe.
Oya ini dia foto bareng sabum
Syarif J
Dari kiri ke kanan: Aku, Yusi, Ihda, sabum Syarif, Kak Imam, Teh Windu, dan Suhelsih. Kenapa? Iya aku
tahu. Aku paling tinggi besar kan? Hadeeh -_____-
Diawal tulisanku, aku sempet nyinggung tentang kejuaraan Tae
Kwon Do daerah Banten kan? Nah ini sedikit cerita tentang pengalamanku
mengikuti ajang tersebut.
KEJURDA BANTEN. Kedengerannya keren ya? Iya. Emang keren.
Saat itu kali pertama aku ikut kompetisi kejuaraan untuk bidang olahraga.
Olahraganya khusus Tae Kwon Do lagi! Beuuuh,
bela diri cin! Aku gak tahu apa
bayangan kalian tentangku. Perempuan dengan postur tinggi besar, ikut Tae Kwon
Do. Apakah aku menang? Hmm aku kalah sobat! Hiks hiks L
Aku hanya mendapatkan perunggu alias juara ke-3 untuk cabang
Tae Kwon Do kyorugi (sparing; tanding satu lawan satu). Kyorugi pada saat itu tentunya dibagi ke
dalam kelas putra dan putri. Kelas itu masing-masing dibagi lagi menurut berat
badan. Aku masuk kelas under 73 kg.
Artinya berat badanku termasuk ke dalam kelas dibawah 73 kg. Kelas-kelas
berdasarkan berat badan tersebut sudah merupakan aturan baku. Kalo gak salah
ada kelas under 45 kg, under
60 kg, under 73 kg, dan kelas
yang lebih berat lagi (aku lupa kelompok berapa kilogram, yang jelas di atas 73
kg).
Saat itu aku menyaksikan peserta putra putri yang badannya
lebih besar, jauh lebih besar dibanding aku. Sampe-sampe mereka gak ada
lawannya, akhirnya mereka menang di kelas mereka tanpa lawan. Tetep dapet
medali lo! Hebat kan? Haha.
Untuk mengikuti KEJURDA Tae Kwon Do tentu bukan dengan cara
yang mudah. Ada pengorbannya juga. Aku dan Ihda contohnya. Kita berdua
sampe-sampe gak mudik untuk merayak Idul Adha bersama keluarga di kampung
halaman masing-masing karena waktu libur dari tempat karantina hanya satu hari,
yaitu ketika hari H Idul Adha. Sedih banget rasanya.
Setelah pagi-pagi shalat Idul Adha di masjid dekat kosan
Ihda, sore harinya aku dan Ihda balik lagi ke tempat karantina. Tempat
karantina atlet Tae Kwon Do saat itu di asrama Atlet gedung Catur-Ciruas,
Serang.
Selama karantina, kami dilatih dan dijaga asupan gizinya. Aku
dan semua atlet lebih banyak diberi asupan protein. Bubur kacang ijo, susu,
telur rebus, dan pisang hampir setiap jam 10 pagi harus kami lahap habis. Jika
tidak, ya pelatih-pelatih pada ngomel.
Padahal “disitu kadang saya merasa sedih” karena aku kurang suka telur rebus.
Hehe.
Kurang lebih dua minggu kami tinggal di asrama atlet gedung
Catur, kemudian kami pindah ke asrama atlet Margawiwitan, Cipocok-Serang.
Tempat dan fasilitas yang ada lebih nyaman. Kebersamaan diantara atlet juga
semakin terjalin erat. Semua berbaur dalam canda setiap harinya saat latihan
maupun saat istirahat makan. Oya, dalam KEJURDA ini aku dan atlet yang berada
dibawah bimbingan sabum Syarif
merupakan kontingen kabupaten Serang.
Kontingen kabupaten Serang pada saat itu terdiri dari atlet
yang masih duduk di bangku SMP, SMA, dan kuliah. Dari kampusku sendiri ada lima
orang yang turut serta dalam. Aku, Suhelsih, Ihda, Teh Windu dan Kak Imam. Dari
kampus lain ada Tedi. Ada juga Deni dan Leo yang setahuku mereka berdua baru
lulus SMA dan belum melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Untuk SMP, ada
satu orang putra yang aku lupa siapa namanya dan satu orang putri, yaitu Kirey
(aku masih inget dia karena dia paling aktif, hehe). Atlet yang duduk di bangku
SMA pada saat itu ada Nibras, Devi dan dua orang putri yang aku juga tidak
ingat namanya (kali ini alasannya karena mereka sedikit pendiam jadi kurang
berkomunikasi). Turut pula dalam pertandingan, seorang pelatih. Tapi aku lupa
siapa namanya. Yang aku ingat, hanya beliaulah yang sudah sabuk hitam dalam
kontingen kabupaten Serang pada saat itu. Yang lainnya rata-rata masih sabuk
kuning dan sabuk hijau. Beliau juga satu-satunya atlet dengan usia paling tua
diantara kami. Hehe J
Singkat cerita, kejuaraan Tae Kwon Do daerah Banten pun
diselenggarakan dari tanggal 19-21 Oktober 2013. Acara pembukaan digelar pada
tanggal 19 Oktober 2013, dibuka oleh salah satu pejabat pemerintahan. Setiap
kontingen berjalan mengitari lapangan dengan seragamnya masing-masing. Usai
pembukaan, pertandingan pun dimulai. Jadwal kami bertanding masing-masing
berbeda. Aku sendiri bertanding pada tanggal 20 Oktober. Disela-sela menunggu
jadwal bertanding, kami menonton kawan satu kontingen yang sedang beraksi
menghadapi lawan. Momen menyantap nasi kotak jatah pembagian pun menjadi salah
satu hal yang tidak ingin kami lewatkan kebersamaannya.
Di akhir KEJURDA, saat-saat perpisahan dengan kawan satu
kontingen pun tiba. Semua rasa bercampur aduk. Yang jelas, satu hal baru yang
aku dapatkan, yaitu perjuangan.
Momen perpisahan di asrama Margawiwitan tidak sempat
terabadikan. Hanya saat perpisahan di asrama atlet gedung Catur-lah yang sempat
terbidik oleh kamera salah satu atlet, dan hingga saat ini aku masih
menyimpannya. Ini foto kami bersama ibu asrama yang selalu setia memenuhi
kebutuhan asupan gizi kami para atlet, terima kasih Bu J
Sekian.
0 komentar:
Posting Komentar