Bismillah.
Membahas sedikit tentang istilah “Murobbi” nih, biar semua yang baca tulisan ini tahu apa itu “Murobbi”. Dari makalah yang pernah aku bikin sama temen-temen satu kelompokku
di semester kemarin—mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam—kata yang dipake tuh “murabbiy”, sedangkan tulisan yang dipake di Sekolah Murobbi Kampus
yang beberapa waktu lalu aku ikut serta tuh
ya “murobbi”. Untuk lebih
jelasnya, penulisan kata “murobbi”
yang aku maksud bisa dicari di sumber-sumber yang terpercaya ya. Hehe. Intinya, arti dari istilah “murobbi” atau “murabbiy” tuh “guru”.
Guru dalam perspektif Islam mestinya harus
dapat melakukan tugas-tugas sebagai berikut (Muh Hafidz: 14-15):
a.
Murabbiy
Guru berkewajiban untuk mendidik dan
menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan
memelihara hasil kreasinya agar tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya,
masyarakatnya dan alam sekitarnya. Hal ini dapat dipahami dari akar kata Rabb
al alamin atau Rabb al naas yang berarti menciptakan, mengatur dan
memelihara alam seisinya termasuk manusia.
b.
Muallim
Guru dituntut mampu menjelaskan hakekat ilmu
yang diajarkannya dan menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya dan berusaha
membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya. Sebab ilmu berasal dari ilm
yang berarti menangkap hakekat sesuatu.
c.
Mursyid
Dia mampu menularkan penghayatan akhlak dan
kepribadiannya kepada peserta didiknya baik yang berupa etos ibadah, etos
kerja, etos belajar maupun dedikasinya yang serba lillahi ta’ala (mengharap
semata-mata ridlo Allah).
d.
Muadib
Seorang guru adalah orang yang beradab serta
mempunyai peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas dalam
masyarakatnya.
e.
Mudarris
Guru mampu mencerdaskan peserta didiknya,
menghilangkan ketidaktahuan, menghilangkan kebodohan dan melatih keterampilan
sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
Nah,
dari
pemaparan di atas, ada kan tuh salah
satu poin-nya tentang “Murabbiy”. Singkat
cerita, tugas Murabbiy—khususnya di kampus—adalah mengisi kegiatan
mentoring atau liqa’. Biasanya Murabbiy itu minimal punya 6 orang
binaan dan maksimal 12 orang binaan per kelompok. Satu orang Murabbiy
bisa punya lebih dari satu kelompok binaan.
Selain
membina, Murabbiy juga masih harus terus dibina. Jadi inget tema Sekolah
Murobbi Kampus yang diselenggarakan 20-21 Desember 2014 lalu di Ponpes Darul
Hufadz Kota Serang-Banten, “Membina dan Dibina adalah Kebutuhan Kami”.
Keren kan?
Jangan
dikira tugas Murabbiy cuma ngasih materi ke adik-adik binaannya. Murabbiy
juga masih terus dibina. Setiap Murabbiy punya Murabbiy lagi.
Kalau mau jadi Murabbiy ya harus ikut pendidikan dan latihannya dulu. Hehe
Dari tadi
ngomongin binaan, membina, dan dibina. Sebenernya, apa sih yang dibina?
Dan siapa sih yang membina?
Yang dibina
itu temen-temen yang memiliki keinginan untuk mengkaji ajaran-ajaran Islam,
temen-temen yang memiliki keinginan untuk memperbaiki diri, pokoknya
mereka-mereka yang haus akan ilmu-ilmu bermanfaatJ
Terus,
siapa sih yang membina?
Yang
membina biasa disebut Murrabiy. Murrabiy akan memberikan ilmu-ilmu yang
pastinya bermanfaat. Banyak tema pembahasannya, materinya tersusun rapih dalam
kurikulum, dan sarana mentoringnya bermacam-macam. Mentoring tuh gak
melulu nulis materi, ada juga rihlah atau jalan-jalan, mabit atau
nginep untuk kemudian melakukan ibadah bersama-sama (misal, shalat tahajud
bareng).
Oya, adik
binaan tuh disebutnya mutarrabiy. Usia murrabiy dengan mutarrabiy
biasanya memiliki selisih beberapa tahun. Misalnya aku, usiaku 21 tahun, usia
adik-adik binaanku itu 19 tahun.
So, yang
ingin aku sampaikan dari ceritaku ini adalah sebuah ajakan untuk gabung dengan
kegiatan mentoring atau liqa’. Yakin deh gak ada ruginya! Kalian
anak muda gak akan keliatan “cupu” kok dengan mengikuti
mentoring. Yang ada kalian malah tambah keren! Percaya dehJ
Semoga
hidayah menghampirimu.
Wassalam.
0 komentar:
Posting Komentar