Jumat, 02 Januari 2015

Murabbiy

Bismillah.
Membahas sedikit tentang istilah “Murobbi” nih, biar semua yang baca tulisan ini tahu apa itu “Murobbi”. Dari makalah yang pernah aku bikin sama temen-temen satu kelompokku di semester kemarin—mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam—kata  yang dipake tuh “murabbiy”, sedangkan tulisan yang dipake di Sekolah Murobbi Kampus yang beberapa waktu lalu aku ikut serta tuh ya “murobbi”. Untuk lebih jelasnya, penulisan kata “murobbi” yang aku maksud bisa dicari di sumber-sumber yang terpercaya ya. Hehe. Intinya, arti dari istilah “murobbi” atau “murabbiy” tuh “guru”.
Guru dalam perspektif Islam mestinya harus dapat melakukan tugas-tugas sebagai berikut (Muh Hafidz: 14-15):
a.    Murabbiy
Guru berkewajiban untuk mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya agar tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakatnya dan alam sekitarnya. Hal ini dapat dipahami dari akar kata Rabb al alamin atau Rabb al naas yang berarti menciptakan, mengatur dan memelihara alam seisinya termasuk manusia.
b.   Muallim
Guru dituntut mampu menjelaskan hakekat ilmu yang diajarkannya dan menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya dan berusaha membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya. Sebab ilmu berasal dari ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu.
c.    Mursyid
Dia mampu menularkan penghayatan akhlak dan kepribadiannya kepada peserta didiknya baik yang berupa etos ibadah, etos kerja, etos belajar maupun dedikasinya yang serba lillahi ta’ala (mengharap semata-mata ridlo Allah).
d.   Muadib
Seorang guru adalah orang yang beradab serta mempunyai peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas dalam masyarakatnya.
e.    Mudarris
Guru mampu mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan, menghilangkan kebodohan dan melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
Nah, dari pemaparan di atas, ada kan tuh salah satu poin-nya tentang “Murabbiy”. Singkat cerita, tugas Murabbiy—khususnya di kampus—adalah mengisi kegiatan mentoring atau liqa’. Biasanya Murabbiy itu minimal punya 6 orang binaan dan maksimal 12 orang binaan per kelompok. Satu orang Murabbiy bisa punya lebih dari satu kelompok binaan.
Selain membina, Murabbiy juga masih harus terus dibina. Jadi inget tema Sekolah Murobbi Kampus yang diselenggarakan 20-21 Desember 2014 lalu di Ponpes Darul Hufadz Kota Serang-Banten, “Membina dan Dibina adalah Kebutuhan Kami”. Keren kan?
Jangan dikira tugas Murabbiy cuma ngasih materi ke adik-adik binaannya. Murabbiy juga masih terus dibina. Setiap Murabbiy punya Murabbiy lagi. Kalau mau jadi Murabbiy ya harus ikut pendidikan dan latihannya dulu. Hehe
Dari tadi ngomongin binaan, membina, dan dibina. Sebenernya, apa sih yang dibina? Dan siapa sih yang membina?
Yang dibina itu temen-temen yang memiliki keinginan untuk mengkaji ajaran-ajaran Islam, temen-temen yang memiliki keinginan untuk memperbaiki diri, pokoknya mereka-mereka yang haus akan ilmu-ilmu bermanfaatJ
Terus, siapa sih yang membina?
Yang membina biasa disebut Murrabiy. Murrabiy akan memberikan ilmu-ilmu yang pastinya bermanfaat. Banyak tema pembahasannya, materinya tersusun rapih dalam kurikulum, dan sarana mentoringnya bermacam-macam. Mentoring tuh gak melulu nulis materi, ada juga rihlah atau jalan-jalan, mabit atau nginep untuk kemudian melakukan ibadah bersama-sama (misal, shalat tahajud bareng).
Oya, adik binaan tuh disebutnya mutarrabiy. Usia murrabiy dengan mutarrabiy biasanya memiliki selisih beberapa tahun. Misalnya aku, usiaku 21 tahun, usia adik-adik binaanku itu 19 tahun.
So, yang ingin aku sampaikan dari ceritaku ini adalah sebuah ajakan untuk gabung dengan kegiatan mentoring atau liqa’. Yakin deh gak ada ruginya! Kalian anak muda gak akan keliatan “cupu” kok dengan mengikuti mentoring. Yang ada kalian malah tambah keren! Percaya dehJ
Semoga hidayah menghampirimu.
Wassalam.





0 komentar:

Posting Komentar