Usai sudah momen perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-75. Karena kondisi pandemi yang masih merebak, tak ada banyak hal yang bisa saya lakukan dalam momen kemerdekaan tanah air tahun ini. Sementara suami tetap masuk kerja karena sistem kerja shift, saya hanya menghabiskan waktu sendirian di rumah dengan menyelesaikan tugas-tugas domestik dan membaca beberapa halaman buku parenting.
Suasana di sekitar tempat tinggal saya cukup semarak dengan adanya dekorasi khas 17 Agustus, seperti bendera merah putih dan baliho yang dipasang sepanjang jalan utama akses masuk perkampungan. Salah satu grup whatsapp dari komunitas yang saya ikuti juga nampak semarak dengan memberikan instruksi kepada para member untuk turut meramaikan suasana kemerdekaan dengan membuat video.
Sebelumnya tak pernah terbesit keinginan untuk mencari makna kemerdekaan lebih dalam, khususnya makna merdeka bagi saya yang seorang istri dan calon ibu, insyaa Allah. Namun, usai mendapat tantangan menulis dari "Rumah Belajar Menulis Jakarta", saya merasa ini adalah kesempatan berharga untuk sesekali berkontemplasi mencari makna merdeka yang sesungguhnya.
Menyandang status sebagai istri yang juga bekerja memang tak sepenuhnya mudah dijalani. Kebiasaan diri yang masih sering membandingkan kondisi dengan orang lain menjadikan kondisi hati dan pikiran saya tidak sehat. Hal itu saya sadari saat seringnya saya menangis seorang diri hanya karena tak sengaja melihat postingan orang lain di media sosial yang menurut saya kondisi mereka jauh lebih beruntung dan bahagia daripada kondisi saya sendiri. Astagfirullah.
Sadar hal tersebut tidak baik bagi kesehatan mental dan spiritual saya, mengingat saat ini saya juga tengah mengandung buah hati untuk yang pertama kalinya, buru-buru saya mencari cara agar tak disibukkan dengan membanding-bandingkan diri dengan kehidupan orang lain.
Langkah pertama ialah dengan beristighfar dan bertaubat pada Allah. Selanjutnya secara mandiri saya melakukan muhasabah. Dan yang terakhir ialah mengurangi aktivitas berselancar di akun media sosial facebook serta instagram.
Untuk meningkatkan motivasi diri agar berubah, saya juga mencari nasehat-nasehat dari beberapa sumber, salah satunya ialah Aa Gym. Beliau menyampaikan tausyiah dengan tema "Makna Kemerdekaan", yang menurut saya sesuai dengan kondisi saya belakangan ini.
Saya betul-betul dibuat tersadar, bahwa kemerdekaan yang hakiki adalah laa ilaaha illallah, "tidak mempunyai tuhan yang disembah selain hanya Allah", dan selama ini kita tidak bahagia pasti karena ada tuhan-tuhan yang lain di hati kita.
Kemudian Aa Gym menjelaskan tentang apa itu yang disebut illah?
Dijelaskan bahwa Illah yaitu sesuatu yang mendominasi hati kita siang dan malam, setiap waktu selalu ingin dekat dengan-Nya, takut jauh dari-Nya, tumpah segala cinta untuk-Nya, mau berkorban apapun demi-Nya, dan sangat pilu jika tidak bersama-Nya.
Lalu, siapakah "Nya" ini?
"Jika 'Nya' ini adalah Allah, maka sah dia adalah orang yang merdeka dari perbudakan dunia berikut isinya. Tapi kalau 'Nya' ini adalah harta, gelar, pangkat, jabatan, kedudukan, popularitas, penilaian orang dan tetekbengek dunia lainnya, maka hampir dapat dipastikan tidak akan bahagia walaupun dunia melimpah ada padanya," tutur Aa Gym.
"Mengapa?", lanjut Aa Gym.
"Karena Allah tuhan kita menciptakan kita hanya untuk jadi hamba-Nya dan dunia berikut isinya adalah pelayan kita dalam mengabdi ke Allah. Bila kita turun derajatnya menjadi hamba dunia, maka dipastikan kita menjadi orang yang sangat sengsara, sangat hina, karena diperbudak oleh dunia yang semestinya menjadi pelajaran kita," tambahnya.
Sampai pada uraian kalimat tersebut, saya sadar bahwa selama ini banyak yang saya khawatirkan terkait urusan dunia. Khawatir terhadap penilaian orang lain, khawatir akan kondisi ekonomi keluarga, khawatir tak bisa mencapai gelar pendidikan yang tinggi, dan lain sebagainya. Padahal tak ada yang perlu dikhawatirkan, kecuali persiapan bekal amal sholeh untuk di akhirat kelak.
Mungkin tanpa saya sadari, telah banyak hal yang luput saya syukuri. Padahal, perhatian dan kebaikan suami, ipar, dan mertua merupakan salah satu nikmat dari Allah yang belum tentu didapatkan oleh orang lain. Anugrah berupa janin dalam kandungan saya pun hampir luput untuk saya syukuri. Padahal mungkin diluar sana banyak pasangan yang mengidam-idamkan hadirnya momongan ditengah pernikahan.
Terakhir, dalam tausyiahnya Aa Gym mengajak untuk kembali ke tauhid, laa ilaaha illallah.
"Bebaskan diri kita dari menuhankan apapun, siapapun, cukuplah jadi hamba Allah semata. Itulah kebahagiaan, kemuliaan, keselamatan yang sesungguhnya," ucap Aa Gym.
Sungguh tausyiah tersebut sangat berkesan bagi saya dalam rangka memperbaiki diri di momentum kemerdekaan. Kini, saya belajar untuk menjadi istri dan calon ibu yang merdeka. Merdeka dalam arti merdeka untuk belajar, merdeka dari perasaan terbebani oleh tugas dan rutinitas yang harus saya selesaikan sebagai seorang istri, serta merdeka untuk berkarya dimana pun saya berada.