Tak
pernah terbayangkan sebelumnya menjadi seorang guru. Apalagi guru TK. Dulu saat
ia hendak kuliah, yang ia pikirkan hanya satu: bagaimana menjadi manusia yang
bermanfaat bagi banyak orang dan kelak dapat tetap membagi waktu untuk mengurus
keluarga. Tapi kini semuanya sangat nyata, guru TK menjadi hal yang
menyenangkan yang dapat ia jalani. Meskipun gaji yang diterimanya sebagai guru
honorer sangat jauh dari kata layak, tapi ia meniatkan proses yang ia jalani
ini sebagai wadah pembelajaran. Ia teguhkan hatinya untuk mengajar tidak “asal
mengajar”. Dan kini banyak sekali hal indah yang ia dapati. Hal indah yang tak
pernah ia sangka akan dialaminya.
Menjadi
guru honorer memang tak menjamin kesejahteraan hidup dengan layak, tapi menjadi
seorang PNS pun bukan hal yang buruk. Hal itu justru perlu dijalani oleh
seorang kader dakwah. Bagaimana nantinya ia harus mampu mengubah sistem yang
ada secara bertahap, sedikit demi sedikit. Tentu butuh waktu yang panjang. Tapi
hingga saat ini ia masih belum bisa menjalani sesuatu secara terikat. Hatinya
berkata “that is not me!”. Bukan disitu passion-nya.
Kini
usianya memang masih sangat muda. Ia begitu menikmati perjuangan dalam
mengajar. Masih begiu tinggi idealismenya. Ia masih menggenggam erat konsep “be
professional, rezeqi will follow”. In syaa Alloh. Dan memang sudah
dibuktikan. Ia masih tetap mampu mencukupi kebutuhannya, bahkan banyak rezeqi
yang mengalir dari arah yang tidak terduga. Perkembangan anak-anak didiknya
yang dari waktu ke waktu semakin baik menjadi salah satu hal terindah yang
mampu ia rasakan. Ia memang belum memiliki anak, tapi karunia merasakan
bagaimana rasanya memiliki seorang anak telah Alloh berikan lebih awal.
Seperti
kejadian tadi siang ketika ia pulang dari sekolah. Belum jauh ia mengayuh
sepeda, nampak segerombolah anak kecil dengan berpakaian seragam sekolah SD dan
beberapa yang sudah berganti baju. Lengkap dengan sandal jepit dan dahi yang
berkeringat, salah satu dari mereka menunjuk ke arahnya. Ia hanya bisa tersenyum
dibalik masker coklat yang menutupi sebagian wajahnya. Dengan kayuhan yang
sengaja dipelankan, ia mulai menarik gagang rem. Diturunkannya satu kaki untuk
menopang sepeda yang mulai berhenti. Anak-anak itu menghampirinya. Masih dari
jauh, seorang anak SD kelas 1 yang tak asing baginya mengulurkan tangan sambil
berjalan. Ia menyambut tangan anak kecil itu hingga menempel di dahi kecil yang
basah oleh keringat. Empat orang anak bergantian menyalamiku.
Osa,
rizqi, dan dua anak lagi yang ia lupa namanya. Rizqi adalah muridnya di
kelompok A, sedangkan sisanya adalah murid-murid yang ia kenal ketika masa-masa
Program Praktek Lapangan (PPL). Sejak momen itu dan beberapa momen lainnya, ia
merasa yakin bahwa orang lain akan iri padanya sebab ia mendapatkan hal yang
membuatnya “meleleh” yang tidak bisa didapatkan oleh sembarang orang. Oh
sungguh ia sangat berterima kasih kepada orang tuanya. Karena mungkin ia adalah
calon guru hebat, tapi orang tuanya jauh lebih hebat karena mampu melahirkan
dan berjuang hingga ia menjadi seorang guru.
Serang,
6 Mei 2017